Oleh: Munir Husen*
Di tengah wabah Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda berakhir, menjadi PRbagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menyelamatkan warganya dari wabah. Covid-19menjadi musibah Nasional, dan dunia umumnya.Diupayakan solusinya oleh pemangku kekuasaan sebagai bentuk tanggungjawab terhadap masyarakat. Penyebaran virus corona yang sangat cepat, telah mengubah pola aktivitas kehidupan masyarakat, yang tidak diprediksi oleh ahli sekali-pun apatah lagi rakyat, membuat carut marutnya keadaan disebabkan oleh Covod-19.
Covid-19 mempengaruhi seluruh sektor kehidupan bangsa dari berbagai aspek, terutama aspek ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap hajat hidup bangsa terus berusaha mencari solusi, walaupun solusi ini menjadi kontrofersial ditengah masyarakat. Tulisan ini melihat implikasi hukum terhadap penegakan hukum bagi warga yang melanggar peraturan tentang Covid-19.Setelah dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pecegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019, dan Peraturan Daerah Gubernur Nusa Tenggara barat Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Penaggulangan Penyakit Menular disertai Peraturan Gubernur Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Penerapan Disiplin Dan Penegakan Hukum dan Pengendalian Corons VIRSSUS diseasec2019 (Covid 19).
Di wilayah hukum NTB dan di Kota Bimakhususnya lebih kurang satu pekan telah diterapkan Penegakan Disiplin dan Penegakan Hukum Covid-19. Untuk mewujudkan kepastian hukum agar masyarakat lebih tertib didalam melaksanakan aktivitasnya, seperti misalnya menggunakan masker dan sebagainya. Penegakan hukum dianggap hal yang paling urgen sebab hukum menjadi panglima didalam NKRI.Untuk menjamin kepastian hukum Covid-19 dan memperkuat upaya serta meningkatkan kualitas pencegahan dan pengendalian Covid-19, setiap waraga negara harus tunduk pada hukum yang berlaku. Salah satunya adalah penegakan hukum Covid-19 bagi siapa saja warga yang melanggar peraturan tanpa kecuali, apakah dia pejabat, aparat maupun masyarakat. Setiap subyek hukum sama dimata hukum (Equality Before The law), siapa saja yang melanggar harus dihukum, agar kepastian hukum dapat tercapai, dan penegakan hukum tanpa didasari oleh bukti otentik, maka itu adalah kedholiman. Suatu saat kita akan mempertanggungjawabkan sendiri-sendiri dimahakamah Allah dan hal adalah keniscayaan bagi siapa saja hamba Allah tanpa kecuali, tanpa pilih kasih. Kewajiban kita adalah semua hamba Allah wajib menegakkan hukum sesuai dengan bidang masing-masing.Rakyat tidak ada alasan untuk tidak mentaati hukum, demikian halnya para penegak hukum wajib menegakan hukum sebagai panglima agar ketertiban, keadilan dan kepastian hukum terwujud tanpa pandang bulu.
Inpres Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pecegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 yang ditindak lanjuti oleh Peraturan daerah, peraturan gubernur dan sebagainya sebagai peraturan kebijakan yang mengikat secara umum. Peraturan Kebijaksanaan (bleidregel) merupakan produk hukum yang lahir dari kewenangan mengatur kepentingan umum secara mandiri atas dasar prinsip freis ermessen yang dalam prakteknya banyak dituangkan dalam keputusan presiden atau keputusan menteri, akibatnya banyak Keputusan Presiden yang ditetapkan termasuk materi ketentuan yang seharusnya dituangkan dalam bentuk undang-udang, ditetapkan sendiri oleh Presiden tanpa melibatkan DPR (Jimly Asshiddeqie 2004).Dalam hal pengaturan regulasi sebagai kebijakan publik, secara legal formal sebuah kebijakan publik dapat dimanifestasikan dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peraturan Pemerintah Kota/Kabupaten, dan Keputusan Walikota/Bupati (Riant Nugroho D, 2003). Namun sebagai upaya optimalisasi atas implementasi suatu kebijakan, harus didukung oleh beberapa aspek.Setidaknya terdapat 4 aspek yang secara fundamental dapat mempengaruhi eksistensi kebijakan tersebut. Menurut George Edward terdapat empat aspek yaitu meliputi :1.Komunikasi, 2.Sumber hukum. 3. Sikap tingkah laku dan 4. Struktur birokrasinya.Aspek tersebut adalah satu kesatuan dalam upaya mendukung suksesnya pemberlakuan suatu kebijakan, sehingga aspek tersebut harus dilakukan secara optimal dan saling berkesinambungan.(Rezky Panji Perdana Martua Hasibuan1 , Anisa Ashar 2020).
Regeling merupakan tindakan pemerintah dalam hukum publik berupa suatu pengaturan yang bersifat umum, atau abstrak.Pengaturan yang dimaksud dapat berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya.Sehingga melalui regeling tersebut dapat mewujudkan kehendak pemerintah bersama lembaga legislatif, ataupun pemerintah sendiri.Tindakan pemerintah yang dilakukan dalam bentuk mengeluarkan peraturan atau regeling ini dimaksudkan dengan tugas hukum yang diemban pemerintah dengan menerbitkan peraturan-peraturan yang bersifat umum.Yang dimaksud dengan umum adalah pemerintah atau pejabat tata usaha Negara melakukan upaya untuk mengatur semua warga negaranya terkecuali dan bukan bersifat khusus. (Juniar Wibisana, Makalahblogspot.com). Penyelenggaraan pemerintahan yang berdasarkan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan menjadi dasar legalitas dan legitimasi tindakan pemerintahan, serta memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar dan kedudukan hukum warganegara terhadap pemerintah (Riwan Halim 2011).Sepekan razia masker di Kota Bima, ada 138 pelanggar dan denda 13,8 juta lebih (media dimensi online info tanggal 19 September 2020). Data ini menunjukkan bahwa angka 138 pelanggar ini cukup besar artinya kalau dihitung perharinya rata-rata yang melanggar sebanyak 19 sampai 20 orang setiap harinya.
Penegakan hukum Covid 19 ini, berpedomanInperes 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019dan Perda Gubernur NTB Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Penaggulangan Penyakit Menular dan Pergub Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Penerapan Disiplin Dan Penegakan Hukum dan Pengendalian Corons VIRSSUS diseasec2019 (Covid 19). Regulasi ini dibuat dalam rangka penegakan hukum bagi siapa saja yang melanggar aturan tentang Covid-19. Penegakan hukum terhadap pelanggar aturan covid-19 secara terukur dan proposional sesuai ketentuan pecegahan covid-19 di Wilayah hukum NTB.Penegakan hukum dapat juga diartikan penyelenggaraan hukum oleh petugas penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku. Penegakan hukum pidana merupakan satu kesatuan proses diawali dengan penyidikan, penangkapan, penahanan, peradilan terdakwa dan diakhiri dengan pemasyarakatan terpidana (Harun M. Husen 1990), sedangkan menurut Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir. Untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Soerdjono Soekanto (1983).
Semua regulasi yang terkait dengan Covic-19 membutuhkan dukungan masyarakat. Peran tokoh-tokoh masyarakat, agama, sangat penting didalam mecegah penyebaran Covid-19, mustahil bisa diselesaikan oleh pemerintah daerah sendiri. Memang harus diakui bahwa penerapan penegakan hukum menjadi dilematis, disatu sisi law imfocement menjadi keharusan dan disisi lain masyarakat masih ada yang belum paham dan belum mengetahui ada aturan yang memberi sangksi bagi yang melanggar peraturan Covid-19.Penegakan hukum masyarakat yang tidak mentaati aturan tentang Covid 19 memang diperlukan dalam rangka untuk memberikan kepastian hukum. Sehingga perlu kesadaran kolektif masyarakat agar bisa mentaati aturan yang berlaku.
Kepatuhan masyarakatmenjadi kunci kesuksesan dalam segala aspek kehidupan. Satjipto Raharjo mengenai kepatuhan hukum pada dasarnya melibatkan dua variabel, hukum dan manusia yang menjadi obyek pengaturan hukum tersebut. Maka, kepatuhan terhadap hukum tidak hanya dilihat sebagai fungsi peraturan hukum, melainkan juga fungsi manusia yang menjadi sasaran pengaturan.Kepatuhan hukum tidak hanya dijelaskan dari kehadiran hukum, melainkan juga dari kesediaan manusia untuk mematuhinya (Satjipto Rahardjo 2002).Contohnya dalam masyarakat secara umum, bahwasanya memakaimasker adalah salah satu upaya untuk mencegah Covid-19, apakah masyarakatnya yang memakai masikser takut dengan aturan karena disebabkan adanya denda ataukah karena kepatuhan terhadap aturan, hal ini yang harus ditelusuri, agar kita bisa mengetahui kesadaran masyarakat mentaati hukum.
Apabila dicermati tentang faktor ketaatan hukum pada dasarnya adalah harus ada kesadaran masyarakat dan faktor hukum itu sendiri. Dengan demikian dengan tingginya angka pelanggaran Covid-19 dalam sepekan di Kota Bima masyarakat belum sepenuhnya melaksanakan tentang kebijakan pemerintah terkait dengan Covid-19. Hal ini perlu dicari faktor-faktor penyebab tentang efektifitas penegakan hukum Pasca Covid-19 di Kota Bima. Berdasarkan teori Efektivitas Soerono Soekanto bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh faktor, yaitu:1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang). 2. Faktor penegakan hukium. 3. Faktor sarana prasarana. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan ditetapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa masnusia dalam pergaulan hidup (Soerono Soekanto 2003).
Apabila kita menarik garis merahnya terhadap efektifitas hukum pasca Covod-19 di Kota Bima misalnya, berdasarkan data dalam media lokal bahwa masyarakat belum menyadari sepenuhnya akibat dari Covid-19 , hal ini disebabkan kurangnya kesadaran hukum dan kepatutan masyarakat terhadap hukum itu sendiri, sehingga berakibat terjadinya pelanggaran Perda Gubernur NTB, seharusnya mematuhi protokol kesehatan adalah keniscayaan.
Realitas dilapangan terhadap Penerapan Perda Gubernur dan Pergub NTB sudah dilaksanakan dengan melakukan sidang di tempat bagi subyek hukum yang melanggar peraturan Gubernur tersebut. Faktor sarana adalah salah satu faktor yang ikut menentukan penegakan hukum dilapangan, seperti terlihat kendaraan dan peralatan lainnya sebagai penopang pelaksanaan Pergub di wilayah Kota Bima. Sedangkan faktor masyarakat adalah merupakan faktor yang sangat penting terhadap kesadaran untuk tetap menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Hal ini yang terjadi di Kota Bima justru tingginya pelanggaran Perda Gubernur NTB satu pekan berjumlah 138 pelanggar itu baru masyarakat umum (dimensi online.info tanggal 19 September 2020), belum lagi Aparatur Sipil negara dan aparatur berjumlah 15 orang (kahaba.net 18 September 2020). Dan terakhir adalah faktor budaya, adalah salah satu faktor yang menentukan dalam penegakan hukum. Menurut Soerjono Soekanto adalah agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan denan orang lain. Budaya Bima yang memiliki motto maja labo dahu perlu dilakukan sosialisasi terus menerus agar masyarakat bisa mentaati peraturan yang berlaku, baik disaat sosialisasi maupun pada saat dilakukan law infocement perda Gubernur NTB dengan cara yang humanis.
Wallahualam bisyawab
*Dosen STIH Muhammadiyah Bima