Kota Bima, Kahaba.- Hampir dua tahun rencana untuk menikah, namun nasib baik tak kunjung tiba. Sri Haryanti, S.Si, (28) warga Kelurahan Dodu Kecamatan Rasanae Timur itu, harus berkali–kali mennda nikah dengan Syirad Mubin, S.Pd, (30), warga Desa Sondosia Kecamatan Bolo. Penundaaan ini ditengarai lantaran kakak kandung Sri, Muh. Sirajuddin, M.Si diduga selalu menghalang-halangi Guru honor SMPN 8 Kota Bima itu mewujudkan keinginan menghalalkan hubungan dengan calonnya itu.
Kepada sejumlah wartawan, Haryanti menceritakan, penyebab besar rencana pernikahannya. Katanya, Ia selalu dihalangi oleh kakak kandungnya. Kendati semua keluarga besarnya sudah menyetujui, namun Sirajuddin yang menggantikan posisi orang tua lelakinya yang sudah meninggal selalu menolak untuk menjadi wali nikahnya.
Penolakan kakaknya pun terkesan dibuat-buat. Hanya karena mahar yang dibawa oleh keluarga Syirad terlalu sedikit dan Syirat statusnya masih menjadi pegawai honor di MAN 3 Bima. “Mengingat usai yang sudah sangat cukup untuk membina rumah tangga, niatan kami menikah semakin besar. Kami sudah lama saling mengenal dan merasa cocok satu sama lain. Tapi alasan tanpa dasar itu membuat kakak saya menjadi penghalang niatan menjalakan perintah agama ini,” tutur Haryanti dengan wajah sedih, beberapa hari lalu.
Kata dia, pernikahan dengan sang pujaan hatiNya itu telah direncanakan sejak 8 Januari 2012 lalu. Syirad beserta keluarganya telah bertandang ke Dodu untuk membicarakan keseriusan pinangannya itu. Kedatangan keluarga Syirad pun diterima oleh Hj. St. Kalisom (Ibu kandung Haryanti) bersama Hafid, dan Samlayah yang mewakili keluarga dirinyaa. Sirajudin kala itu tidak ada.
Pertemuan awal tersebut kemudian berlanjut dengan pembicaraan mahar yang disepakati yaitu sebanyak Rp 15 Juta. Dengan kesepakatan, apabila ada kekurangan akan ditambah oleh keluarga mempelai wanita. Namun, dalam dua kali pertemuan itu, Sirajuddin sebagai wali nasab tidak pernah hadir. Merasa kedua pihak keluarga sudah tidak ada masalah lagi, kebutuhan menuju pelaminan mulai disiapkan, seperti acara musyawarah kampung (mbolo weki) dan pembuatan format undangan pernikahan.
Namun, persoalan mulai muncul pada tanggal 12 Juli 2013, ketika keluarga besar Syirad membawa mahar yang telah disepakati, tapi malah ditolak oleh Sirajuddin. “Saat itu kakak saya menolak dan mengatakan, Yanti orang baik-baik dan Syirad Mubin juga orang baik-baik, maka cari pasangan masing-masing,” kata Haryanti mengutip ucapan sang kakak.
Keluarga Syirad akhirnya pulang dengan perasaan penuh kecewa. Tapi karena keinginan kedua sejoli yang sudah bulat, perasaan kecewa tadi hanya disimpan dalam hati. Pihak keluarga Syirad maupun Haryanti kemudian berusaha mencari solusi terbaik dengan mendatangi Sirajuddin. Namun, maksud hati untuk mencari jalan keluar justru perlakuan dan bahasa tidak enak yang didapat keluarga dari sang kakak. Tak direspon dengan baik seperti itu, anak ke 7 dari 8 bersaudara ini nekad kabur dari rumah (selarian) dan mendatangi rumah Syirad agar menikah tanpa wali nasab.
Kisah asmara mereka pun rencananya berlanjut di rumah sang Kepala Desa Sondosia dan petugas pencatat pernikahan (P3) setempat. Pihak Kelurahan Dodu dan keluarga Haryanti yang diinformasikan kabar keduanya akan menikah dengan menyerahkan dokumen nikah (N3) dari Syirad. Tapi, rencana menikah tanpa wali nasab tersebut kembali ditunda, lantaran Sirajuddin sudah berubah pikiran dan mengaku bersedia menikahkan adiknya, sembari meminta waktu untuk berunding dengan keluarga. “Ternyata, itu hanya akal-akalan kakak saya saja, dengan tujuan agar pernikahan kami gagal. Sebab sampai hari ini dia menolak keras agar saya menikah,” ujarnya.
Beberapa kali pendekatan kekeluargaan dilakukan, tapi selalu tidak disetujui Sirajuddin dan bersikukuh tetap menolak meskipun ibu kandungnya dan keluarga lain setuju. Bahkan kata Haryanti, sang kakak tidak segan mengancam semua pihak keluarga yang terlibat membantunya untuk menikah. Ancaman itu juga dirasakan oleh pihak keluarga Syirad, sehingga tak ada satu pun yang berani menentang kehendak sang kakak.
Upaya menyelesaikan melalui jalur hukum di Pengadilan Agama (PA) Bima pun sudah dilakukan dengan maksud meminta wali hakim. Namun, selalu saja tak membuahkan hasil karena sang kakak selalu berhasil meyakinkan semua pihak untuk bersedia menikahkan sang adik. “Saya merasa ditipu, karena janjinya untuk menikahkan saya tidak ditepati. Dia hanya berakting di depan orang banyak tapi kenyataannya berbeda. KUA bahkan P3 di Dodu pun dia ancam untuk tidak mengeluarkan N3 untuk saya,” pungkasnya kesal.
Tidak hanya itu, untuk membatasi pergaulan dirinya dan bertemu dengan calon suaminya, sang kakak bahkan menyita sepeda motor miliknya dan mengusir dari rumah. Saat ini, Haryanti terpaksa tinggal di rumah keluarga di Kelurahan lain. Kendati ditolak oleh sang kakak, hingga kini upaya untuk tetap menikah dengan pria idaman hati masih menjadi keinginan kuatnya. Namun, tak jarang dirinya pun harus bersembunyi dari sang kakak ketika mengurus rencana nikahnya tersebut.
Walau demikian, sebagai seorang adik yang tak ingin keluarganya pecah, Ia berharap, hati sang kakak segera luluh dan menikahkannya dengan baik-baik atau paling tidak menunjuk dari pihak keluarga untuk menjadi wali nikah. “Keluarga Syirad masih sabar untuk menunggu saya karena kami telah berikrar untuk tetap menikah,” tandasnya.
Sementara itu, Sirajuddin saat ditemui di tempatnya bekerja yakni di Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kabupaten Bima, enggan berkomentar. Ia mengaku, persoalan tersebut telah diselesaikan melalui jalur hukum. “Dan tolong dicatat, adik saya itu sudah gila. Masukan saja pernyataan saya itu,” ujarnya dengan wajah dan nada sinis.
Sementara itu, P3 Kelurahan Dodu, Anhar saat dihubungi via telepon seluler mengaku belum bisa menanggapi karena sedang sibuk. Sedangkan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Rasanae Timur, Drs. Sanusi yang konfirmasi via telepon seluler tidak aktif. [BK]