Kota Bima, Kahaba.- Ritel modern seperti Alfamart dan Indomaret di Kota Bima muncul bak jamur di musim hujan. Baru setahun diberi izin, jumlahnya sudah 21 unit, dari 27 unit yang direncanakan. Tentu saja, keberadaannya memberi dampak serius bagi para pedagang kecil, apalagi yang berada di dekat tepat ritel raksasa tersebut.
Warga Kota Bima, Agus Mawardy mengatakan, melihat Kota Bima yang kecil, 5 ritel modern saja cukup bisa ditolerir kehadirannya sebagai kompetitor usaha warga lokal, maupun para pedagang kaki lima. Namun, hingga saat ini keberadaan sudah sampai 21 titik dan parahnya ditambah lagi 5 unit Indomaret.
“Ini bentuk penghianatan terhadap kehidupan usaha ekonomi lokal. Terutama bagi para pedagang kecil dan kaum wong cilik yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima,” katanya, kemarin.
Menurut dia, tak mudah untuk bisa menghadirkan satu Alfamart. Sebab syarat sebagaimana yang dijelaskan pemerintah sangat berat sekali. Sehingga 11 unit awal yang disosialisasikan pemerintah perlu banyak usaha pengurusan izin yang tak mudah dan yang terutama ada proses sosialisasinya di masyarakat.
“Yang 11 titik awal ini saja. Perlu kita dalami proses kelahiran izinnya. Komitmen Plt Kadis saat itu akan taat prosedur. Tapi yang 10 titik tambahan seperti di dekat rumah kami di Rabangodu Utara. Proses kehadiran Alfamart maupun Indomaret yang tambahan baru diduga cacat dalam proses perizinannya,” duga Agus.
Ia mengungkapkan, mengutip pernyataan Kadis DPMPT-SP bahwa Alfamart dan Indomaret cukup hanya memiliki 1 izin, sedangkan banyak bangunannya akan disesuaikan dengan titik lokasinya tempat berusaha. Itu adalah pernyataan yang keliru. Yang satu izin yang diurus adalah Nomor Induk Berusaha (NIB). Sementara untuk izin-izin dan proses legalitas lain untuk semua Alfamart dan Indomaret, tetap melakukan pengurusan izin lengkapnya untuk masing-masing titik.
“Di semua titik Alfamart dan Indomaret semua titik ritel modern yang ada dilakukan proses perizinannya masing-masing. Hanya satu izin usaha yang sama yaitu Nomor Induk Berusaha. Sisa persyaratan izin lainnya satu per satu toko modern itu harus dilengkapi,” tandasnya.
Aturannya kata dia, satu titik toko modern itu harus memiliki kelengkapan izin usaha mencakup IMB/PBG, NPWP, PKP, Izin Lingkungan, Domisili (apabila diperlukan), NIB, STPW dan Izin lainnya sesuai ketentuan perizinan yang berlaku.
“Pertanyannya, sudah lengkap semua 26 toko modern itu untuk izin disetiap unitnya,” tanya Agus.
Ia menjelaskan, dalam Peraturan Presiden 112 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70 Tahun 2013 dinyatakan bahwa proses perizinan untuk toko modern akan melalui sejumlah proses yang cukup sulit apabila diimplementasikan dengan benar.
Hal ini terlihat dari persyaratan bahwa permintaan terhadap izin toko modern modern harus dilengkapi dengan studi kelayakan termasuk analisis mengenai dampak lingkungan terutama aspek sosial budaya dan dampaknya bagi pelaku perdagangan eceran setempat.
Sebelumnya di pasal lainnya disebutkan, pendirian pusat perbelanjaan dan toko modern wajib memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan pasar tradisional, usaha kecil dan usaha menengah yang berada di wilayah yang bersangkutan. Apabila ketentuan ini dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian, maka seharusnya terdapat alat analisis untuk melihat bagaimana pengaruh dari kehadiran sebuah toko modern di sebuah tempat.
Kemudian apabila benefit positif yang dihasilkan dari pendirian toko modern lebih besar dari efek negatifnya, maka pendirian pasar modern dapat dilaksanakan. Begitu pula sebaliknya. Atau apabila toko modern modern tetap diizinkan, maka apabila muncul efek sosial, Pemerintah sudah harus siap dengan jaringan pengaman sosialnya.
“Tanpa itu, maka pemberian izin akan menjadi pusat dari permasalahan toko modern versus toko modern kecil/tradisional,” paparnya mantan Ketua LMND Bima itu.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya bersama masyarakat lainnya akan meminta agenda untuk digelarnya Rapat Dengar Pendapat sekaligus meminta pembentukan Panitia Khusus (Pansus) di DPRD Kota Bima karena keberadaan 26 retail modern ini sudah sangat urgen untuk dievaluasi dan dihentikan pembangunan tambahan lagi di Kota Bima.
“Perlu kehadiran Pansus yang akan disepakati saat RDP nanti. Karena kondisi masyarakat pelaku usaha lokal khususnya para pedagang kecil sudah sangat terancam dan kondisi ini cukup krusial sebab dampak kehadiran puluhan retail modern ini akan berdampak luas pada kehidupan masyarakat lokal yang ada di Kota Bima,” jelasnya.
Kemudian, kata dia, untuk membantu rencana Pansus yang akan dibentuk. Pihaknya menyarankan DPRD Kota Bima untuk melibatkan akademisi atau narasumber yang berkompeten dengan kasus yang tengah dihadapi masyarakat dengan membanjirnya kehadiran Alfamart dan Indomaret di Kota Bima
“Hari Kamis atau pekan depan kami akan ke kantor DPRD dan meminta RDP sekaligus mendesak agar dibentuk Pansus di mana bak Kesetanan alias kelewatan banyaknya Alfamart dan Indomaret yang jumlahnya sudah 26 di Kota Bima saat ini,” terangnya.
“Jangan lagi ditambah. Baiknya pemerintah pikirkan untuk menguranginya,” lanjut Mantan Ketua PII Bima itu.
Ia mengatakan, dalam menjalankan tugas dan fungsinya terkait pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD dengan memiliki tiga hak yakni hak interpelasi, untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kemudian hak angket, untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dan hak menyatakan pendapat yang merupakan tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.
“Penting libatkan narasumber yang berkompeten untuk membantu kerja Pansus nantinya atau bahkan ada penyelesaian dalam bentuk lain dengan meminta agar keberadaan Alfamart tidak lebih dari 5 Unit sebagaimana tawaran masyarakat kepada Pemkot saat mensosialisasikan hal ini di tahun 2021 lalu,” tutup Kader PDI Perjuangan Kota Bima tersebut.
*Kahaba-01