Kabupaten Bima, Kahaba.- Sungguh malang nasih Anisa. Anak berusia 9 tahun 6 bulan itu menderita penyakit luar biasa sejak usianya 6 bulan. Kondisinya saat ini pun memperihatinkan, badannya pun semakin kurus, tersisa tulang dibalut kulit.
Anisa merupakan buah hati dari pasangan Nita Ipani dan Andriawan, warga RT 03 RW 02 Dusun Bante Desa Tente Kecamatan Woha. Sejak usianya yang masih belia, Anisa harus hidup melawan penyakit Sindrom. Penyakit itu telah membuatnya hanya bisa berbaring lemas di tempat tidur.
Tinggal di rumah reot yang jauh dari kata layak bersama kedua orang tua dan kedua adiknya, Anisa diketahui mengidap penyakit selaput otak yang tertutup.
Awal mula penyakit itu menyerang ketika Anisa demam tinggi. Oleh keluarganya, saat berusia 6 bulan dibawa ke salah satu dokter di Kecamatan Woha. Namun saat itu, dokter sedang tidak praktek. Karena panik, keluarganya mencari cara agar Anisa bisa disembuhkan. Oleh keluarga dekat orang tuanya, bocah tersebut dibawa ke Sumbawa.
“Awalnya dia demam tinggi, lalu kejang-kejang,” Ujar ibu kandung Anisa, Nita Ipani, saat ditemui media ini, Senin (5/10)
Sejak saat itu kata dia, upaya pengobatan seadanya terus dilakukan, bahkan dengan cara pengobatan tradisional. Namun, kondisi Anisa semakin memburuk. Ia menjadi sering kejang-kejang dan mulai lemas.
Nita membeberkan, pernah juga ia membawa anaknya itu ke RSUD Bima, oleh dokter di rumah sakit setempat divonis mengidap penyakit sindrom. Karena keterbatasan biaya dan tidak memiliki BPJS, pengobatan tidak dilanjutkan.
“Kami tidak punya biaya pak. BPJS juga tidak ada,” keluhnya.
Semakin hari, kondisi anak tersebut semakin memburuk. Dia sudah jarang makan. Jikapun ada, hanya sekali sehari, itupun beberapa suap nasi saja.
“Karena tidak mau makan, kami siasasti dengan susu saja setiap hari,” katanya.
Dengan kondisi yang seperti itu, Anisa sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Bahkan pemerintah desa setempat dan puskesmas tidak datang memeriksa kesehatannya.
“Puskesmas baru datang tadi, setelah viral ini. Sementara Pemdes pernah datang dan foto tapi tidak ada bantuan,” tuturnya.
Ia tidak menampik jika pada masa pandemi Covid-19 ini keluarga mereka mendapatkan bantuan BLT DD tahap pertama selama 3 bulan. Sementara tahap kedua tidak diberikan.
“Hanya BLT itu saja. Bantuan lain tidak ada. Bahkan PKH kami tidak dapat,” keluhnya lagi.
Ironisnya, rumah Anisa berada tidak jauh dari rumah kepala dusun setempat. Namun pemerintah seolah menutup mata.
“Mungkin mereka khilaf atau lupa,” imbuhnya.
Nita mengaku, keinginanya agar buah hati sembuh sangat besar. Namun karena keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan membuat mereka pasrah dan berharap mendapatkan keajaiban dari Allah SWT.
“Ayahnya tidak punya pekerjaan tetap. Hanya serabutan kalau ada yang panggil. Sementara saya tidak bekerja karena setiap hari urus Anisa,” bebernya
Ia berharap, semoga ada kepedulian dari pemerintah dan dermawan agar membantu biaya pengobatan anaknya. Agar sembuh dan menikmati kehidupan yang normal seperti anak-anak lain seusianya.
“Kami sangat ingin dia sembuh. Kami rindu dengan senyumannya,” harap Nita.
*Kahaba-10