Kota Bima, Kahaba.- Kasus asusila melibatkan remaja kembali mencoreng dunia pendidikan di Kota Bima. Beredarnya foto bugil pasangan pelajar itu semakin menambah deretan kasus tidak senonoh. DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Bima menilai ada pembiaran yang menyebabkan kasus itu kembali terjadi. (Baca. Foto Selfie Bugil Pasangan Pelajar Bikin Heboh)
“Pembiaran yang dimaksud, yakni kurang bahkan tidak adanya sama sekali pendampingan orangtua untuk mengontrol pergaulan anak,” ujar Pengurus DPD KNPI Kota Bima Bidang Keagamaan, Musthofa Umar, S.Ag.
Dalam pernyataan pers yang disampaikan ke media, Musthofa mengatakan, usia remaja sangatlah rentan dipengaruhi pergaulan negatif. Karena usia ini adalah usia peralihan, dari masa anak-anak dan akan menjadi dewasa.
Nah saat ini, remaja akan mencari jati diri mereka, nantinya akan jadi apa, dan bagaimana. Pergaulan yang salah akan mengakibatkan salah pula, jika benteng keluarga rapuh. Dari itu awal penanaman jati diri yang benar adalah pada tatanan keluarga.
“Keluarga hendaknya mengaca pada, diri mereka masing-masing. Bagaimana orang tua mereka (kakek-nenek) si anak, mendidik dan mengawasi saat itu,” katanya.
Menurut pria yang juga Penyuluh Agama di KUA Asakota itu, kejadian pathologi sosial remaja seperti aborsi, bugil di media, ciuman, pelukan tempat terbuka, berdua-duan sampai larut malam, sabu, narkoba, miras, begal, mencuri, memperkosa adalah bentuk dari pencarian diri yang kebablasan.
Tentu ada yang salah dalam hal ini, entah dari lingkungan rumah, masyarakat, sekolah atau Kota Bima (daerah) tempat mereka besar dan mencari jati dirinya.
“Apa artinya mereka mencari, namun tidak menemukan? Akan tetapi jika yang mereka cari, bisa mereka temukan setiap saat, maka hal itu akan menjadi wajar sekali mereka melakukan hal-hal seperti itu,” nilainya.
Kalau menyalahkan media sambungnya, tentu kita salah kaprah. Karena media sudah berusaha mematuhi UU Pornografi dan Pornoaksi. Misalnya tentang tayangan TV, di pojok bawah layar TV masyarakat sudah diberi tanda A (Anak), R (Remaja), D (Dewasa) RBO (Remaja Bimbingan Orang Tua). Kalau anak dibiarkan menonton, tontonan yang tidak seharusnya mereka tonton, maka melakukan praktek seperti yang mereka lihat sangatlah mungkin.
Namun orang tua, seperti membiarkan begitu saja. Kalau Internet misalnya, sudah jelas 18 thn, namun terkadang anak SD pun, oleh Guru diminta mencari tugas di Internet.
“Pertanyaan kita siapa yang mengawasi mereka membuka situs-situs yang dilarang? Sedangkan mereka tidak punya internet di rumah yang bisa diawasi keluarga? Pastilah mereka ke Warnet, dan petugas warnetpun tidak akan mempertanyakan usia mereka,” tuturnya.
Lebih lanjut menurut Musthofa, Media sosial, Internet, TV ataupun HP Android yang seharusnya belum layak untuk mereka, namun orang tua memanjakan dengan alasan ikut tren dan kasih sayang. Mungkin acara TV atau di Internet perlu diedit terlebih dahulu, akan tetapi di lingkungan (masyarakat, daerah tempat mereka tinggal atau keluarga mereka) adalah tontonan yang tanpa edit, tanpa sensor yang langsung mereka bisa tonton.
“Nah saya selaku Pengrus DPD KNPI Kota Bima, melihat masih belum ada dukungan semua pihak ke arah sana. Contoh beberapa hari kemarin, pemberitaan santer satu mobil dinas di sita sebagai barang bukti kejahatan anaknya,” ucapnya.
Coba di Jepang ujarnya, bapaknya pasti langsung mengundurkan diri. Namun di Indonesia hal itu dianggap bukan suatau aib namun dianggap anak muda. Inilah yang seolah-olah menganggap apa yang dilakukan anak muda, itulah adanya, itulah dunianya. Pembiaran ini tentu akan berdampak pada anak-anak muda yang lain. Padahal mereka adalah bagian dari Kota ini, merekalah yang akan membangun Kota ini selanjutnya.
Dalam Agama Islam paparnya, membangun anak sholeh dan sholehah itu beberapa tahap. Mulai dari proses perkenalan orang tuanya, dengan cara syar’i atau melanggar syar’i, makanan yang di dapatkan dan diberikan apakah cara mendapatkannya halal atau haram, lalu jenis makanannya, apakah halal atau haram, makruh, subahat atau yang lainnya.
Lalu proses selama pembuahan janin sampai kepada kelahiran, apakah saat melakukan hubungan, dimulai dengan cara-cara Islami apa tidak, berwudhu, berdo’a dan sebagainya. Lalu saat dalam kandungan, sering memperdengarkan al-Qur’an atau kata-kata yang tidak layak di dengar, pendidikannya apakah mendahulukan pendidikan agama (akhlak) atau yang lain.
“Jika ini dilakukan Insha Allah akan menjadikan anak kita, sesuai yang diharapkan,” imbuhnya.
Hal ini kata dia, disebut ikhtiar maksimal manusia untuk merubah nasab dan nasibnya. Jika ada pepatah “tidak jauh buah dari pohon”, maka buatlah jauh dengan cara tidak mengulangi kesalahan yang sama. Semua orang tua inginkan anaknya lebih baik dari dirinya. Akan tetapi banyak orang tua yang tidak mampu menjalankan ucapannya tersebut.
Karenanya, KNPI mengharap kepada pemerintah dan semua pihak untuk melakukan terobosan ke arah perbaikan nasib generasi muda kita. Hukum mereka yang memberikan ruang dalam terjadinya amoral di Kota ini, untuk menjadi pelajaran yang lain. Misalnya jika itu terjadi di tempat Karaoke, buatlah aturan jelas tentang sangsi pelanggaran itu. Demikian pula dengan Kos-kosan, Hotel, Losmen, warung yang menjual miras, bandar Narkoba sehingga lingkungan ini semua mendukung ke arah Kota Bima yang religius (nyaman) untuk ditinggali.
“Buatlah program religius untuk pemuda, tidak hanya program olahraga, musik saja, namun program Religiusnya mana? Demikian juga untuk para Ustad, ceramahlah dan buatlah program untuk segmen Pemuda, tidak hanya untuk umum atau para orang tua, agar antara dunia dan akhirat ini seimbang seperti do’a kita,” pungkasnya.
*Erde