Kabar Bima

Kasus DAK, Wartawan ‘Dilecehkan’, Jaksa ‘Melirik’

353
×

Kasus DAK, Wartawan ‘Dilecehkan’, Jaksa ‘Melirik’

Sebarkan artikel ini

Kabupaten Bima, Kahaba.– Mencuatnya dugaan kasus DAK 2012 di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Bima yang berujung pada rencana akan dilakukannya pengecekan fisik proyek di lapangan. Pengecekan salah satu proyek yang mendapat bagian dari anggaran Rp 4,4 miliar itu diinisiasi oleh Anggota Komisi C, M. Aminurlah, SE yang mengajak wartawan turun ke lokasi. Namun, saat waktu keberangkatan, Rabu (4/9/13) lalu, seorang wartawan ‘dilecehkan’ oleh Anggota Komisi yang lainnya, Misfalak.

Kasi Intel Kejari Raba Bima, Edi Tanto Putra, SH
Kasi Intel Kejari Raba Bima, Edi Tanto Putra, SH

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bima, Rafidin, S.Sos menuturkan, awalnya wartawan harian Bimeks, Sofyan Ashari beberapa hari yang lalu menulis dugaan proyek fiktif di Desa Nggembe Kecamatan Bolo. Oleh Sofyan, hal itu dikonfirmasi lanjut ke Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kabupaten Bima.

Berita itu pun ditanggapi langsung Anggota Komisi C, M. Aminurlah alias Maman. Rencananya, bila benar dugaan kasus itu, pihak Komisi C akan mengambil tindakan tegas dan Maman sepakat untuk mengecek ke lapangan bersama wartawan. “Dugaan kasus itu awal mencuat di akui Kepala Desa se tempat,” tutur Rafidin.

Rabu, 4 September 2013 lalu, janji itu pun hendak di tepati oleh Maman. Namun, saat mau naik ke mobil, anggota Komisi C lainnya yang juga Duta Partai Golkar, Misfalak, ‘mengusir’ Sopyan. “Wartawan tidak bisa ikut, persoalan ini menjadi ranah Komisi C saja dulu,” cerita Rafidin, senada mengungkap kembali penutusan Sofyan terkait kasus pengusiran itu.

Kata Rafidin, sebenarnya yang konyol itu oknum anggota Komisi C, si Misfalak. Awalnya, tidak ada wartawan yang meminta diri untuk ikut. Tapi, janji Ketua Komisi C yang akan mengajak wartawan (Sofyan). “Tindakan Misfalah yang mengusir pekerja jurnalis ini sudah keterlaluan,” pungkas Rafidin, di Kantor DPRD Kabupaten Bima saat ingin melaporkan Misfalak ke Badan Kehormatan Dewan, Kamis, 5 September 2013.

Menanggapi persoalan itu, Selaku Ketua PWI Bima, dirinya akan mengusut persoalan ini karena menyangkut harga diri pekerja jurnalistik di Bima. Ia pun mengecam dan mengutuk tindakan Misfalak yang mengusir wartawan saat melakukan pekerjaan jurnalistiknya.

Tindakan Misfalak sudah melanggar UU Pokok Pers nomor 40 tahun 1999. Dalam Pasal 8 bagi pejabat negara yang menghalangi kerja jurnalistik wartawan bisa dipidanakan. “Ulah Misfalak juga membuat perasaan tidak enak bagi kalangan pekerja media secara umumnya,” tandasnya.

Untuk itu, lanjut Rafidin, selama dalam waktu 7 x 24 jam, bila Misfalak tidak meminta maaf secara terbuka kepada teman-teman pers, maka dirinya akan melaporkan secara resmi tindakan Misfalak ini ke Kepolisian. Dan kepada Badan Kehormatan Dewan untuk segera memproses tindakan anggota Fraksi Golkar itu.

“Hari ini (5/9/13) Saya datang untuk melaporkan tindakan Misfalah itu ke BK dan sayangnya tidak ada satu anggota maupun Ketua BK yang ada di DPRD Kabupaten Bima ini. Sungguh aneh tingkah pongah ulah oknum sebagian Anggota di DPRD Kabupaten Bima ini,” sorotnya.

Ia pun menduga, pengusiran ini ada motivasi lain, di mana dugaan proyek fiktif itu sengaja untuk tidak diungkap terus lewat media massa. “Dari sumber di Dinas PU Kabupaten Bima, mayoritas anggota DPRD Kabupaten Bima banyak dapat jatah proyek di PU. Sehingga anggota dewan tersandung proyek itu masih berfikir 1000 kali, jika ingin ‘menyentuh’ Dinas PU,” ungkap Rafidin.
Rafik pun menuding, mungkin saja yang mendapat proyek itu orang-orang Golkar, sehingga Misfalak mengusir wartawan tersebut, apalagi bila benar dugaan fisik proyek di tahun 2012 itu benar-benar tidak ada.

“Misfalak juga harus belajar tentang Undang-undang Keterbukan Informasi Publik (No 14 tahun 2008). Di mana, semua yang berkaitan dengan kegiatan dan aktivitas lembaga negara wajib di ketahui oleh publik,” kata Rafidin dan mengakhiri wawancara dengan Kahaba.

Menurutnya pula, harus kemitraan yang sehat antara media dengan lembaga pemerintah terkait rencana dan pelaksanaan pembangunan di daerah ini.
Di DPRD Kabupaten Bima, Misfalak yang coba dikonfirmasi oleh Kahaba tak ada di ruangannya. Lalu, Senin (/9/13), Rafidin kembali melaporkan secara lisan perlakuan Misfalak ke Badan Kehornatan (BK) DPRD Kabupaten Bima. Oleh Ketua BK, Ahmad Yani, SE kepada PWI diharapkan untuk memberikan laporan dan pengaduan secara tertulis. “Sampaikan ke BK secara tertulis, agar menjadi acuan dalam menindaklanjuti laporan tersebut,” kata Yani di ruangannya. Sesaat itupun, Ketua PWI akan memasukkan laporannya secara tertulis, Rabu depan (11/9/13).

Kabid Bina Marga, Ir. H Taufik Nurdin, M.Ap, Jum’at (6/9/13) lalu membantah keras tudingan proyek peningkatan jalan di Desa Nggembe itu fiktif. Menurutnya, seluruh proyek fisik melalui anggaran DAK 2012 sudah final dikerjakan sesuai bestek, termasuk di Desa Nggembe Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima.”Tidak ada yang fiktif, semua dikerjakan sesuai waktu dan bestek,” pungkasnya.

Bahkan, saat anggota DPRD komisi III melakukan pemeriksaan lapangan dan melihat langsung kondisi proyek tersebut, memang bukan pengaspalan tetapi peningkatan jalan sajadengan anggaran Rp 300 juta. “anggaran itu mencakup pengerasan dengan sirtu sepanjang satu kilometer,” kata Taufik.
Lanjut Taufik, tidak saja pihak Komisi III, sejumlah pejabat Desa dan masyarakat hadir saat pemeriksaan terjadi.

Walau temuan proyek fiktif terhadap pembangunan jalan dibantah pihak DPU Kabupaten Bima, namun tentang item pengadaan fiber glass nampaknya akan menjadi ‘cacatan hukum’ pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba Bima.

Dalam proses penyelidikan, Kejaksaan Negeri (kejari) Raba-Bima rencananya akan menyerahkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB untuk ditelaah lebih lanjut. Tentunya, beberapa pejabat Dinas PU dan kontraktor akan siap-siap menghadapi jadwal agenda pemeriksaan.

Kasi Intel Kejari Raba-Bima, Edi Tanto Putra SH kepada Kahaba di kantornya Kamis (5/9/13) lalu mengatakan, untuk kasus kaitan dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2012 pada Dinas PU dengan nilai pagu Rp 4.4 miliar rencanya akan diserahkan pada Kejati NTB untuk proses penyelidikannya. Pertimbangannya, nilai nominal kasusnya cukup besar dan melibatkan banyak perusahaan. “Saat ini sedang dalam tela’ahan kasusnya,” pungkas Jaksa Muda yang akrab di kenal dengan panggilan Edo ini.

Pihak kejaksaan tidak saja membidik kasus pada fisik proyeknya saja, tetapi juga terkait sejumlah pelanggaran administrasi dilakukan pejabat Dinas PU. Diantaranya pelanggaran Juknis pengelolaan DAK Tahun 2012 berdasarkan Permendagri RI Nomor 73 Tahun 2011 tentang petunjuk tekhnis pengelolaan DAK. Di mana pada lampiran petunjuk tehnisnya, khusus untuk Pemerintah Kabupaten/Kota langkah koordinasinya pada poin B, Dinas PU melaksanakan seluruh proses pengelolaan DAK untuk kegiatan pembangunan, peningkatan dan Pemeliharaan jalan poros Desa sejak dari tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Namun pada poin C berkaitan dengan pengadaan sampan fiber glas, dikatakan bahwa Dinas perhubungan bertanggung jawab terhadap melaksanakan seluruh proses pengelolaan DAK untuk kegiatan penyediaan angkutan pedesaan Darat, Sungai, danau, perairan dan laut.

Selain pelanggaran terhadap Permendagri, juga diduga kuat pejabat Dinas PU melanggar Peraturan Presiden (PP) Nomor 54 tentang pengadaan barang dan jasa. Di mana pejabat pelaksana DAK memecah anggaran dari Rp 1 miliar menjadi masing-masing RP 200 juta. Pemecahan anggaran tersebut diduga untuk tujuan agar tidak dilakukan lelang Pemilihan Langsung namun di PL (penunjukkan Langsung). Sementara dalam PP, dilarang memecahkan anggaran pada satu spek pengadaan barang dan saja.

Jelas Edo, saat ini kasusnya dalam taraf finalisasi, apakah pihak Kajati NTB akan mempertimbangkan dilakukan penyelidikan atau sebaliknya diserahkan kembali pada Kejari Bima. Siapa saja yang dibidik kasus DAK Dinas PU? Menurut Edo, sesuai kebutuhan penyelidikan awal, pihaknya akan memanggil Kepala Dinas, Ir. H. Nggempo, selaku kepala satuan kerja,  Sekretaris Dinas, Kepala Bidang Bina Marga, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pemeriksan Barang, dan pihak pengusaha atau perusahaan mitra DPU yang mengerjakan proyek tersebut.

Dari hasil pemeriksaan nanti akan disesuaikan dengan realita di lapangan. “Apakah pengerjaanya sudah sesuai dengan bestek atau tidak. Dan apa pekerjaan itu sesuai dengan waktu dalam kontrak atau tidak,” sebut Edo.

Sementara itu, lanjutnya, untuk pengadaan fiberglass karena yang menilai pekerjaan sampan butuh tim ahli, nantinya akan dimintakan bantuan pada pihak ADPEL Bima dan Dinas Perhubungan bila memiliki tenaga ahli. “Tenaga ahli dibutuhkan untuk mengetahui spek sampan yang kini dipermasalahkan tersebut. Apa ketebalannya sudah sesuai dengan spek dalam nilai kontrak! Bagaimana mesin yang digunakan! Tentunya, akan banyak hal yang membutuhkan keterangan dari tenaga ahli. Sehingga kami dapat maksimal dalam proses penyelidikan kasus ini,” jelasnya.

Lebuh lanjut Edi Tanto Putra SH menjelaskan, pekerjaan DAK 2012 di bagi dalam dua item yaitu Rp 3,4 miliar untuk peningkatan jalan poros desa dan Rp 1 miliar untuk pengadaan sampan fiberglass.

Dalam telaah Kejati Raba-Bima, Kata Edo, terjadi pelanggaran yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima melalui Dinas PU, di mana pengadaan sampan fiberglass seharusnya, perencanaan dan pelaksanan melalui Dinas Perhubungan sesuai dengan Jukni yang ada, namun dilaksanakan oleh Dinas PU. Kaitan dengan waktu pengerjaan, anggaran DAK 2012 malah direalisasikan pada bulan agustus tahun 2013.

Edo pun menjelaskan, terjadi dugaan konspirasi antara lembaga DPRD Kabupaten Bima (Banggar) bersama Pemkap Bima terkait memecahkan anggaran pengadaan sampan fiberglass dalam lima paket proyek. Tentunya, hal ini bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) No 54 tentang Pengadaan Barang dan Jasa—dimana, dalam satu item pengerjaan anggaran dilarang keras untuk dipecahkan sehingga status pelaksanaannya menjadi Penunjukan langsung (PL) yang  seharusnya dilakukan melalui tender terbuka. [BM/BS]