Kota Bima, Kahaba.- Rencana Trabas HMQ 2 Series 2 Days yang rencananya akan masuk ke wilayah Toro Mbala dan bermalam di lokasi yang akrab dikenal Pantai Pink Kecamatan Lambu itu akan merusak ekosistem kawasan setempat. (Baca. Persiapan Jelajah Alam HMQ Series 2 Terus Dimantapkan)
Pasalnya, wilayah tersebut sudah diatur oleh UU Kehutanan Nomor 5 Tahun 1990 dan berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor 418/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 telah ditunjuk sebagai kawasan konservasi cagar Alam Toffo Lambu dengan luas 3.340 Ha.
Devi Natalia, Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan KSDA NTB SKW III Bima-Dompu mengaku sudah mengetahui rencana trabas tersebut dari media sosial sejak Oktober 2017 lalu. Karena menilai kegiatan itu bakal merusak ekosistem di kawasan tersebut, pihaknya melakukan koordinasi langsung dengan pihak panitia.
“Bahkan pada tanggal 27 November 2017 kami layangkan surat, meminta untuk tidak melaksanakan kegiatan tersebut di dalam wilayah kawasan konservasi Cagar Alam Toffo Lambu. Tapi hingga saat ini tidak ada tanggapan,” ungkapnya, saat ditemui media ini di kantornya, Kamis (30/11).
Devi menjelaskan, Cagar Alam itu merupakan kawasan suaka alam karena keadaan alamnya memiliki kekhasan khusus tumbuhan, satwa, dan ekosistem tertentu yang perlu dilindungi perkembangannya secara alami.
Sementara jalur trabas yang akan digelar oleh HMQ Series 2, masuk dalam kawasan Cagar Alam yang disebutkan tersebut. Jika tetap akan dilaksanakan, maka akan merusak ekosistem yang ada di kawasan dimaksud.
“Disana itu ada savana, berbagai macam jenis burung, rusa, bahkan ekosistem yang paling terkecil yang perlu dilindungi. Jadi sangat berpengaruh untuk kelangsungan hidupnya. Apalagi rencana kendaraan yang masuk di kawasan tersebut lebih dari 400 kendaraan, sangat mengancam ekosistem,” paparnya.
Devi pun merasa khawatir, jika kegiatan itu tetap terlaksana, apalagi didukung oleh Pemerintah Kota Bima dan Kabupaten Bima. Sama halnya mengajak dan mengajarkan masyarakat ikut – ikutan masuk ke kawasan dan melakukan hal yang sama.
“Pemerintah saja suruh masuk ke kawasan itu dengan ratusan kendaraan, apalagi masyarakat. Nanti giliran masyarakat yang masuk, pemerintah kemudian menerapkan aturan, jadinya tebang pilih,” sorotnya.
Ia juga mengungkapkan, karena kawasan tersebut harus benar – benar dilindungi. Beberapa bulan lalu BKSDA membatalkan proses pembuatan jalan ekonomi di kawasan tersebut. Karena jika ada jalur, maka sama halnya membunuh ekosistem yang ada di dalamnya.
“Saran kami dari surat yang disampaikan ke panitia. Mending cari alternatif dan tempat lain saja. Bisa saja mempromosikan wisata disana, silahkan. Tapi jangan merusak dan mengabaikan aturan ini,” inginnya.
*Kahaba-01