Kota Bima, Kahaba,- Akibat harga garam anjlok, sejumlah petani garam tidak melanjutkan usaha garam. Mereka memilih ‘kabur’ dari kelompok tani garam, karena situasinya dinilai tidak menguntungkan. Seperti yang terjadi pada kelompok Program Usaha Garam Rakyat (PUGAR) di Kota Bima.
Dari 29 kelompok PUGAR yang tercatat dalam data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Bima tahun lalu, kini menjadi 25 kelompok. Berkurangnya kelompok PUGAR tersebut selain dipengaruhi rendahnya harga jual komoditi, juga karena lahan usaha garam mereka tertimbun untuk penggunaan bangunan dan pembangunan jalan.
“Rendahnya harga garam itu sudah menjadi isu nasional. Harga garam saat ini, kurang dari seribu rupiah per kilogram,” kata Kepala Bidang (Kabid) Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kota Bima, Ir. Juwait, M.AP.
Juwait yang ditemui di DKP Kota Bima, Senin (18/11/13), mengatakan, menurunnya harga jual garam petani sangat mempengaruhi petani tidak melanjutkan usaha garam. Kendati fasilitas dan bantuan lainnya sudah ditanggung oleh pemerintah.
”Kaitan dengan anggaran, tiap tahun tetap cair dan langsung ditransfer ke rekening kelompok masing-masing. Hanya saja, bantuannya bervariasi, ada yang 12 juta dan 34 juta masing-masing kelompok,” jelasnya.
Menurutnya, bervariasinya bantuan untuk kelompok PUGAR tersebut, bergantung dari tingkat usaha garam. Meskipun demikian, tidak membuat petani garam betah karena rendahnya harga jual komoditi tersebut. “Saat ini, untuk memproduksi garam rakyat tidak sebanding dengan harganya,” tandas Juwait.
Sementara lokasi produksi, lanjut Juwait, hingga saat ini masih tetap pada tiga keluarahan. Diantaranya keluarahan Dara, Melayu, dan Tanjung. Untuk mengoptimalisasi usaha garam rakyat, DKP tetap melakukan sosialisasi kendati harga garam belum stabil.
*SYARIF