Kota Bima, Kahaba.- Sebagian warga di Kelurahan Ntobo, Kecamatan Raba, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), melaksanakan shalat Idul Fitri 1446 Hijriah lebih awal pada Sabtu, 29 Maret 2025. Perayaan Lebaran ini dilakukan sebelum pemerintah menetapkan Idul Fitri yang diperkirakan jatuh pada Senin, 31 Maret 2025.

Shalat Id digelar di Lapangan Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Ulumi Wal Amal, Kelurahan Ntobo, Kecamatan Raba. Shalat Id dimulai sekitar pukul 07.30 WITA, dipimpin oleh Imam M Sidik.
Usai pelaksanaan shalat dua rakaat, jamaah mendengarkan khutbah yang disampaikan oleh Tayeb. Dalam ceramahnya, ia menekankan pentingnya merayakan Hari Raya dengan kesederhanaan serta menjaga nilai-nilai keimanan dan ketakwaan setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa.
“Kita telah berhasil melawan hawa nafsu selama sebulan penuh. Kini saatnya kita merayakan kemenangan ini dengan penuh kegembiraan dan kesederhanaan,” ujar Tayeb.
Ia juga mengajak jamaah untuk tetap menjaga ibadah wajib, meningkatkan ketakwaan, serta memperbanyak sedekah bagi mereka yang membutuhkan.
Setelah seluruh rangkaian shalat Id selesai sekitar pukul 09.30 Wita, jamaah kemudian berjabat tangan dan melanjutkan ramah tamah di kediaman Pengasuh Ponpes Darul Ulumi Wal Amal, Afandi Bin Ibrahim Al Maqbul atau yang akrab disapa Tuan Guru Aji Fandi.
Salah seorang jamaah, Iksan (40), mengungkapkan bahwa ia dan keluarganya menjalankan shalat Id lebih awal karena telah memulai puasa Ramadan lebih dulu, yaitu pada 27 Februari 2025. Keputusan tersebut diambil berdasarkan petunjuk dan arahan dari Tuan Guru Aji Fandi.
“Sejak zaman kakek dan nenek saya, kami selalu mengikuti jadwal puasa dan shalat Id yang ditetapkan oleh Tuan Guru,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa jamaah yang melaksanakan shalat Id lebih awal sebagian besar merupakan warga Kelurahan Ntobo, santri Ponpes Darul Ulumi Wal Amal, serta murid-murid Tuan Guru Aji Fandi yang tersebar di berbagai wilayah di Kabupaten dan Kota Bima.
Sementara itu, Abdul Latif (55), warga Kelurahan Rite, Kecamatan Raba, menjelaskan bahwa perbedaan penentuan awal Ramadan dan Idul Fitri antara jamaah mereka dan pemerintah sudah menjadi hal yang biasa setiap tahun.
“Kami menentukan waktu shalat Id berdasarkan perhitungan hilal yang dilakukan Tuan Guru. Ini bukan hanya untuk Idul Fitri, tetapi juga untuk puasa Ramadan dan Idul Adha,” jelasnya.
Menurutnya, perbedaan ini tidak pernah menjadi persoalan di kalangan masyarakat, karena sudah berlangsung sejak lama dan tetap berjalan harmonis.
*Kahaba-01