Kota Bima, Kahaba.- Seakan menembus batu karang ketika tanah hak milik keluarga Muhammad Bin H. M. Sidik kembali diproses lewat jalur hukum. Mereka digugat karena dituduh melakukan penyerobotan atas laporan pemilik Toko Untari Dewi lama yang bernama Joni.
Prosesi sidang pun digelar selama dua tahap, Ahli Waris Muhamad Bin H. M. Sidik keberatan dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) yang memutuskan penggugat sebagai pemenang perkara.
Murtadin menilai putusan PN tersebut cacat hukum, karena penggugat tidak memiliki bukti pemilik hak atas tanah. Objek sengkata tersebut terletak di jalan Sumbawa dalam Kompleks Pasar Raya Bima, yang kini di atas lahan tersebut sudah dibangun sejumlah berupa rumah toko. Di antaranya, Untari Dewi lama, Toko Arjuna dan Asia Tenggara.
Sidang sengketa tanah tersebut dilakukan selama tiga tahap dan dihadiri keluarga Muhammad Bin H. M. Sidik beserta pihak penggugat. Hanya saja, dalam persidangan kali ini sangat berbeda dengan persidangan seperti biasanya. Pasalnya, pihak perkara hanya diminta mengumpulkan bukti kepemilikan hak atas tanah.
Dalam persidangan, pihak penggugat tidak mampu menunjukkan bukti kepemilikan hak atas tanah. Joni hanya menunjukkan bukti sertifikat berdasarkan akte tahun 1972 yang sudah batalkan oleh penetapan Pengadilan Tinggi tahun 1977.
Katanya, sengketa tanah tersebut sudah lama terjadi yakni, sejak tahun 1977 antara H. Muhammad Bin H. M. Sidik dengan H. Abdul Majid selaku penggugat. Tapi akhirnya dimenangkan oleh Muhammad Bin H. M. Sidik dengan putusan Pengadilan tanggal 8 Maret Nomor 4 PN.RBI/PDT/1977 dan diperkuat dengan penetapan Pengadilan Tinggi Nomor 98/PDT/1977.
“Termasuk Akte yang di tunjuk oleh Joni itu sudah masuk dalam perkara tahun 1977, tapi sudah dibatalkan oleh penetapan Pengadilan Tinggi. Tapi kenapa muncul lagi pihak lain, apa lagi si Joni itu bukan warga pribumi. Lantas dimana mereka memperoleh hak atas tanah itu,” tanyanya, Jum’at lalu.
Dalam perkara tahun 1977, terdapat 30 putusan pada satu objek sengketa. Namun, lanjut Murtadin semua putusan itu sudah dibatalkan melalui penetapan Pengadilan Tinggi, sehingga lahan tersebut mutlak milik Muhammad Bin H. M. Sidik.
“Termasuk perkara saat itu dengan keluarganya Joni yang bernama Sodikin Tamrin. Setelah mereka kalah, akhirnya mereka minta untuk menyewa lahan itu untuk tempat penjualan. Tapi, biaya sewanya mereka bayar ke orang lain,” ungkap Murtadin.
Karena tidak membayar biaya sewa, Murtadin beserta keluarga langsung menduduki lahan tersebut.
“Kurang lebih tujuh bulan rumah toko itu kami kosongkan, tapi sekarang kami malah di tuduh melakukan penyerobotan. Ini aneh, padahal mereka hanya selaku penyewa. apalagi PN memutuskan mereka selaku pemilik lahan itu,” sorot nya.
Kendati sudah memiliki penetapan Pengadilan Tinggi, sepertinya dalam putusan PN diduga ada unsur keberpihakan terhadap pihak penggugat. Harusnya, kata dia, PN menganalisa sejumlah bukti yang ditunjukkan oleh mereka, sebelum memutuskan. Apalagi, penggugat tidak memiliki bukti yang cukup sebagai pemilik tanah.
“Jika putusan PN itu lebih tinggi, untuk apa ada Pengadilan Tinggi,” tegasnya.
Tidak hanya itu, mereka juga menunjukkan sertifikat yang dinilai cacat hukum. Pasalnya, sertifikat yang ditunjuk oleh pihak penggugat tersebut diterbitkan pada tahun 1993 setelah ada penetapan pengadilan tinggi.
“Termasuk sertifikat itu sudah dikesampingkan oleh Mahkamah Agung (MA) pada perkara tahun 1977,” jelasnya.
Untuk itu, mereka akan melakukan banding. Tak Cuma itu, mereka juga meminta PN untuk melakukan eksekusi lahan berdasarkan penetapan Pengadilan Tinggi tahun 1977. Sebab, lanjut mereka, hingga sekarang PN belum melakukan eksekusi, sementara uang Eksekusi sudah di setor setahun lalu.
“Sampai detik ini, penetapan Pengadilan Tinggi itu belum ditindaklanjuti oleh PN. Seolah-olah dalam hal ini, sengaja di diamkan,” tandasnya lagi.
Dikonfirmasi terpisah, pihak Pengadilan Negeri (PN) Raba Bima yang dihubungi belum bisa memberikan keterangan.
“Para hakim masih sibuk di persidangan,” ujar seorang staff PN Raba Bima.
*SYARIF