Kota Bima, Kahaba.- Sejumlah PNS yang sudah menerima SK mutasi dari Bapperjakat Kota Bima dan ogah terima keputusan tersebut, Rabu kemarin diterima oleh Komisi A DPRD Kota Bima untuk beraudiensi. Hasilnya, dalam waktu dekat akan segera menyampaikan tuntutan PNS tersebut ke Bapperjakat Kota Bima.
Kedatangan mereka Ketua Komisi A DPRD Kota Bima, Drs. H. Mukhtar Yasin, MSi, beserta tiga orang anggota, masing-masing Sudirman DJ, SH, Anwar Arman, SE, dan Tiswan Suryaninggrat. Dari jadwal audiensi dilaksanakan pada pukul 09.00 wita, akhirnya diundur menjadi pukul 12.00 wita.
Mukhtar SH, PNS yang tidak terima dimutasi itu mengatakan, pemberian sanksi mestinya harus ada teguran, pemanggilan dan dilihat tingkat pelanggaran yang dilakukan. Setelah di BAP, hak pegawai yang diperiksa mendapatkan berita acara pemeriksaan, serta mengetahui item pelanggaran yang dilakukan. Karena itu rujukan untuk memberikan pelanggaran. “Pasal demi pasal yang tertuang dalam aturan tidak diikuti oleh tim Bapperjakat,” sorotnya.
Kata dia, pada prinsipnya, siapapun orang, termasuk mereka tidak ingin dianiaya hati dan perasaannya. Terlebih dilakukan oleh pemerintah yang otoriter dan seenaknya mengambil keputusan, tanpa merujuk pada aturan. “Saya pribadi, karena NIP saya salah, kemudian SK mutasi yang tertuang golongan sudah diangkat tanpa sepengetahuan saya, maka saya menilai SK mutasi ini cacat hukum. Meski kami harus menghormati atasan, tapi kami tidak perlu mematuhi perintah yang salah dan melanggar aturan,“ tegasnya.
Dirinya juga menyorot masalah tidak proporsionalnya penggeseran PNS. Seperti contoh, seorang bidan justru ditempatkan di Dinas Perhubungan Komunikasi, Informatika (Hubkominfo). Lalu seorang ahli tambang, juga justru di tempatkan di Kelurahan. “Untuk apa disiplin ilmu yang dibutuhkan pemerintah, jika tidak dimanfaatkan. Ini kan aneh,” tambahnya.
Sementara itu, Muhammad Syahwan, MT, yang di turunkan jabatannya dari Kasi Penanaman Modal Bappeda Kota Bima menjadi staf di Kelurahan Ntobo itu menilai kebijakan pemerintah tersebut sangat lucu. Keputusan lebih mengedepankan emosi dan dendam ketimbang mekanisme yang tertuang dalam aturan. “Kami tidak dapat teguran sama sekali, baik itu dari atasan di kantor, oleh Inspektorat dan BKD. Sehingga kami tidak tahu apa bentuk pelanggaran kami sehingga dihukum,” tanyanya.
Jika hukuman yang mereka terima adalah dendam politik, ia juga bertanya banyaknya sejumlah pejabat yang dipanggil Panwaslu karena terlibat aktif saat Pemilukada, namun tidak diberikan hukuman. Pun dengan staf dan pejabat di Bappeda Kota Bima, yang jelas sudah terbukti menggunakan SPPD fiktif, berdasarkan temuan BPKP Mataram, juga tidak di berikan sanksi. “Ini kan Lucu. Pemerintahan macam apa ini,” tuturnya.
Mereka pun meminta kepada Komisi A DPRD Kota Bima untuk segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menelusuri persoalan mutasi itu. Kemudian, segera mengundang Bapperjakat untuk bisa pertemuan berikutnya. Lalu, mendesak pemerintah untuk mengembalikan PNS yang dimutasi tersebut.
Sementara itu, anggota Komisi A, Anwar Arman, SE mengatakan pada dasarnya mutasi merupakan hak kepala daerah, melalui tim Bapperjakat. Baginya, secara prosedural, mutasi sudah penuhi standar. Hanya saja ada beberapa kesalahan, seperti tidak melalui mekanisme aturan. “Tentu saja ini hal baru di Kota Bima, adanya keberanian pegawai untuk bersikap seperti ini. Dan kami memberikan apresiasi,” katanya.
Dan menurut dia, jika mutasi itu latarbelakangnya masalah politik, harus ada pembuktian, minimal yang berasal dari Panwaslu.
Lalu, Ketua Komisi A, Mukhtar Yasin mengatakan, dia belum bisa berkomentar banyak karena belum bertemu dengan Bapperjakat. “PNS yang dibawa ke Kelurahan, tujuannya mungkin untuk memajukan Kelurahan,” selorohnya.
Kemudian Sudirman DJ,mengaku, tidak begitu paham dengan aturan kepegawaian. Tapi ketika hendak memutasi, mesti ada koridor yang harus dilalui. Tidak langsung diberikan hukuman. “Seorang PNS juga punya hak membela diri. Dimutasi, tanpa sebab musabab, tentu direaksi keras,” tandasnya. [BK]