Kota Bima, Kahaba.- Menurut Ketua Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Bima, Muhammad Ayyubi penangkapan dan penembakan mati terduga teroris di Kelurahan Penatoi Kota Bima Senin kemarin merupakan tindakan kesekian kali dari Densus 88 untuk penanganan terorisme di Indonesia.
Namun, hingga kini Ayyubi menilai, terorisme tetap ada dan bertambah berani melakukan aksinya. Hal itu bisa dilihat seperti dalam kasus pemboman di Hotel Sarinah Jalan Thamrin Jakarta beberapa waktu lalu.
“Tindakan represif justru menimbulkan dendam atas kasus serupa berikutnya. Dalam kasus salah tangkap lebih dari 40 orang. Extra judicial killing 120 orang dan disiksa tidak manusiawi 90 persen,” ungkapnya melalui rilis kepada Kahaba.net.
Menurut Ayyubi, Polri terkesan tidak serius menuntaskan kasus terorisme di Indonesia. Sebab, akar terorisme tidak dijamah sama sekali.
Jika memang jaringan Santoso, kenapa tidak diberangus aja. Berapa sih jumlah kelompok Santoso jika dibandingkan personil Polri dan TNI ?,” tanya dia.
Dan yang terpenting lanjutnya, adalah jangan mengaitkan aksi terorisme dengan perjuangan untuk menyelamatkan Indonesia dari neo liberalisme dengan syariah Islam dan khilafah.
“Karena perjuangan syariah dan khilafah tidak dengan aksi terorisme ala ISIS,” ujarnya.
Dia juga melihat ada upaya conditioning (pengondisian) terkait revisi UU Terorisme Nomor 15 Tahun 2003. Selain juga kasus bom di Sarinah, agar revisi itu dianggap wajar dan urgen.
“Padahal dalam draf 2 revisi itu akan mendorong pemerintah semakin represif,” nilainya.
Ayyubi menambahkan, pemerintah butuh tambahan insiden agar semakin kuat. Ketika di pusat masih banyak terjadi penolakan tarkait revisi tersebut, khususnya dari Ormas. Maka penyergapan di Penatoi bisa jadi amunisi baru memuluskan revisi UU Terorisme tersebut.
*Ady