Oleh: Halimatussadiah*
Puisi menurut beberapa ahli seperti Tarigan (1993:7), Suharianto (2009:2), Jabrohim (2003:2), dan (Waluyo 2003:1) dapat disimpulkan bahwa rangkaian kata yang mengungkapkan pikiran, ide, dan perasaan penyair yang disusun dengan baik dan indah melalui tulisan, sehingga pembaca mampu memahami dan menikmati apa yang diungkapkan penyair dalam puisinya.
Dalam menulis puisi, ada unsur-unsur puisi yang harus diperhatikan ketika proses penilaian. Menurut Wiyanto (2005:33) unsur-unsur yang dinilai dalam menulis puisi adalah (a) kesesuaian isi dengan tema, (b) diksi, (c) rima, dan (d) tipografi.
Selain sebuah rangkaian kata, dan memiliki unsur keindahan, puisi juga dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk karya sastra yang mengungkapkan sebuah perasaan dan suatu pikiran dari penyair secara imajinatif, tersusun, serta disusun dengan mengonsentrasikan sebuah kekuatan bahasa dengan sebuah struktur fisik dan struktur batinnya dan mempunyai makna yang begitu sederhana.
Seperti yang terkandung di dalam puisi “Habis Gelap Terbitlah Terang” karya RA. Kartini yang mengandung makna tentang sebuah sosok yang berada antara gelap dan terang. Dalam sosok profil seorang wanita yang mewacanakan pemikiran bahwa wanita tidak bisa dipandang sebelah mata. Jika emansipasi dikontruksikan sebagai konsep penyertaan hak dan kedudukan antara pria dan wanita untuk berperan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Maka sesungguhnya hal tersebut sudah pernah terjadi dan jauh sebelum era globalisasi RA. Kartini mengangkat derajat para wanita Indonesia.
Puisi “Habis Gelap Terbitlah Terang” karya RA. Kartini menceritakan keadaan para wanita pada zaman dahulu sebelum terjadinya reformasi pengangkatan derajat seorang wanita sampai dengan sekarang. Dimana para wanita zaman dulu dipandang sebelah mata oleh para kaum laki-laki sehingga bagi para kaum laki-laki yang menganggap bahwa para wanita tidak memiliki kemampuan dan keahlian. Oleh karena itu pada zaman dulu derajat wanita dengan laki-laki tidak ada bedanya. Derajat wanita dan laki-laki setara.
Akan tetapi semuanya telah berubah setelah munculnya RA. Kartini yang mengangkat kembali derajat seorang wanita dan semangat para kaum wanita, agar tidak dipandang sebelah mata oleh para kaum laki-laki yang selalu meremehkan para wanita.
Perjuangan RA. Kartini begitu besar terhadap kaum wanita yang dimana pada zaman dulu. Derajat seorang wanita sangatlah rendah melainkan tidak dihargai oleh para kaum laki-laki. Akan tetapi dengan pengorbanannya seorang Kartini akhirnya telah membangkitkan kembali semangat para wanita yang sungguh luar biasa. Oleh sebab itu mengapa setiap tanggal 21 April para wanita merayakan hari Kartini, dikarenakan mereka menghargai perjuangan, pengorbanan seorang RA. Kartini terhadap kaum wanita yang pada akhirnya kaum wanita juga dapat merasakan kebahagiaan mereka di dunia ini dan menikmati kemerdekaan. Pada saat itu juga derajat wanita dan laki-laki sama dan wanita juga berhak menjadi seorang pemimpin.
Setiap daerah memiliki cara-caranya tersendiri untuk melaksanakan hari Kartini seperti dirayakan pada saat di sekolah, dengan mengenakan baju kebaya, atau bagi ibu-ibu yang ingin mengadakan lomba memasak dalam rangka memperigati hari kelahiran Kartini. Atau dengan cara menuliskan sebuah sajak puisi Hari Kartini dengan semboyan yaitu “Habis Gelap Terbitlah Terang” atau dengan cara mengikuti lomba-lomba yang diadakan dalam rangka memperingati “Hari kartini”. Dengan cara tersebut kita bisa menghargai perjuangan-perjuangan RA. Kartini yang telah dia perjuangkan dalam mempertahankan harga diri dan martabat seorang wanita. Karena semangat pejuang RA. Kartini untuk mempertahankan emansipasi wanita begitu kuat dan memperjuangkan emansipasi wanita tetap terjaga.
“Habis Gelap Terbitlah Terang” kalimat yang penuh dengan makna dimana RA. Kartini mengatakan harus tetap menginginspirasi anak-anak bangsa terlebih lagi bagi para kaum wanita agar tetap menjadi bangsa yang optimis, bangsa yang mandiri, bangsa yang memiliki nilai sosial, memiliki nilai toleransi antara sesama manusia dan bisa mencapai dengan tujuan yang lebih baik lagi kedepannya. Selain karena perjuangan RA.Kartini yang begitu besar untuk menjaga emasipasi wanita, yang melekat dari Kartini yaitu salah satu bukunya yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang” karena buku tersebut banyak menginspirasi banyak orang.
Dari sekian juta wanita yang ada di dunia ini, tidak selamanya orang yang tahu isi pemikiran Kartini yang dituangkan dalam surat-suratnya. Melainkan isi pemikiran dari buku tersebut masih banyak yang tidak tahu. Oleh sebab itu selama perayaan hari Kartini selalu dirayakan dengan mengadakannya suatu perlombaan memakai kebaya dan konde. Karena hal tersebut sangat penting bila kaum perempuan mengetahui apa yang sebenarnya yang menjadi buah pikiran Kartini. Sosok Kartini yang bahkan memanfaatkan pihak-pihak untuk melakukan kampanye emansipasi yang menyalahi fitrah wanita yaitu, mendorong kaum wanita agar diperlukan sederajat dengan kaum pria.
Selain kemauan Kartini itu, surat-surat buatan Kartini yang menggambarkan sebuah kepribadian dari Kartini tersebut. Selain itu juga Kartini merupakan sosok seorang wanita yang riang, semangat, berseri-seri, dan berani berteriak lantang demi mempertahankan emansipasi wanita. Dan Kartini memiliki keinginan untuk memajukan perempuan pribumi, karena dia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
Secara tidak langsung RA. Kartini memang mempunyai peran bagaimana mendorong perempuan Indonesia harus tetap maju begitu juga dengan seorang Raden Dwi Srtika sejak tahun 1904 sudah mendirikan saloka istri untuk memberikan pendidikan kepada perempuan di lingkungan sekitar. Dua perempuan yang hebat ini hampir sama yaitu memberikan pendidikan terhadap perempuan, juga secara perjuangan dari keduanya.
Kartini pernah berkata pada masa kecilnya mengapa perempuan pada masa itu hanya diam dan tidak ada yang bersekolah seperti kaum pria. Peristiwa ini selalu menjadi pertanyaan baginya hingga ia beranjak dewasa. Dan ketika RA. Kartini sudah beranjak dewasa dia mulai menemukan jawabannya dulu ketika dia masih kecil dan menilai bahwa kaum perempuan pada masa itu hanyalah sebagai perhiasan kaum peria yang hanya sebagai pengurus rumah tangga saja. Beliau menilai bahwa kaum wanita penuh dengan kehampaan, kegelapan, dan merasa tidak berguna dimata kaum pria yang bekerja secara alamiah.
*Penulis Merupakan Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang