Kabupaten Dompu, Kahaba.- Banjir yang melanda Desa Songgaja dan Desa Tolokalo, Kecamatan Kempo diyakini akibat tidak adanya kebijakan yang pro hutan hijau. Demikian dikatakan, Akhdiansyah saat membuka acara dialog bertema “Banjir Dompu, Masalah dan Solusi”, yang digelar Guru Toi Centre, di Gedung Pemuda Dompu, Rabu (14/11).
Menurut pria yang akrab disapa Yongki ini, bencana banjir merupakan wujud nyata dari lemahnya sense masyarakat terhadap kebencanaan.
“Beginilah jadinya, kalau masyarakat tidak diberi pemahaman dan pengetahuan tentang bencana,” jelasnya dengan lugas.
Kata dia, mendorong partisipasi masyarakat agar memiliki sense pencegahan dan penanganan banjir, yakni dalam bentuk menjaga membuang sampah sembarangan, mendorong partisipasi penanaman pohon di sekitar tempat tinggal atau lahan dan, melanjutkan edukasi kesadaran rawan banjir dan hutan hijau.
Tidak saja itu, kepala daerah juga perlu didorong agar berani mengintruksikan aparaturnya untuk mengeluarkan kebijakan Dompu Hijau. Semisal Bupati Dompu mendorong Kepala Desa membuatkan Perdes dan mengalokasikan anggaran untuk kesadaran anti bencana banjir dan penghijauan di sekitar desa masing-masing.
Sementara itu, Bije aktivis LSM Gerilya, menyoroti soal kondisi hutan di Dompu yang semakin memprihatinkan.
“Kondisi hutan kita saat ini sangat kritis. Dan, ini perlu diatensi bersama,” ungkapnya.
Terkait hal tersebut, dirinya pun menawarkan solusi gerakan Go Green, dengan memanfaatkan hutan gunduk dengan menanam pohon-pohon yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis. Seperti menanam pohon pohon buah seperti Durian, Apel, Rambutan, Pepaya, Sawo, Jeruk dan lainnya.
“Dengan pohon-pohon ini hutan tetap terjaga serta bernilai produktif secara ekonomis,” bebernya.
Menurut Bije, Program Pijar sebagai produk unggulan telah dibuktikan cukup membantu masyarakat meningkatkan taraf ekonomi. Akan tetapi perlu juga dilakukan upaya penataan, agar hutan juga tidak rusak.
“Program ini sangat membantu mengangkat derajat dan martabat petani di Desa. Namun, perlu di kawal dan terus di evaluasi, terutama soal perluasan lahan,” tegasnya.
Secara terpisah, Syafruddin dari LenSA NTB menyampaikan pentingnya ada upaya mitigasi bencana banjir sebagai perilaku masyarakat. Mengingat Dompu dikategorikan sebagai daerah rawan bencana.
“Peran serta Pemda dan stekholder terkait perlu dipacu untuk melakukan upaya mitigasi lebih awal, dalam mengantisipasi datangnya banjir di musim penghujan,” terangnya.
“Ini semua untuk menghindari adanya korban, dan wujud kesiagaan bencana di bumi nggahi rawi pahu ini,” sambungnya.
Dalam menangani soal banjir sambungnya, normalisasi sungai dan daerah aliran sungai dipandang sangat perlu. Selain itu, perlu adanyan kesadaran penanaman atau penghijauan di bantaran sungai dengan pohon pohon produktif.
Selanjutnya, mendorong partisipasi masyarakat agar inisiatif dan melakukan gerakan kampanye Dompu Hijau sebagai pola pikir dan pola tindak dalam mewujudkan Dompu bebas banjir dan Dompu terlestarikan hutanya.
Acara dialog bertema “Banjir Dompu, Masalah dan Solusi” tersebut dipandu Andi Hermawan, dan di dihadiri oleh puluhan aktivis, akademisi, dan pegiat alam dan lingkungan Dompu yang tergabung di sejumlah organisasi Pencinta Alam, LSM Gerilya, LenSA NTB, dan Guru Toi Center. Sementara itu, dari pihak pemerintah diundang tapi tidak hadir dalam dialog tersebut.
*Kahaba-09