Kota Bima, Kahaba.- Krisis gas elpiji bersubsidi tabung 3 kg kembali melanda Kota Bima. Sejumlah warga mengeluhkan kesulitan mendapatkan gas melon, bahkan saat tersedia, harganya kerap melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). (Baca. Krisis Gas Elpiji 3 Kg di Kota Bima, Pemerintah Bungkam di Tengah Keluhan Warga)
Pemerintah Kota Bima menggelar rapat koordinasi, Selasa 15 Juli 2025, guna mencari solusi atas persoalan ini, namun masalah yang ditemukan ternyata jauh lebih kompleks.
Dalam rapat koordinasi yang digelar bersama dinas teknis dan pihak distributor, Plt Asisten II Setda Kota Bima, H Sukarno membeberkan sejumlah penyebab utama kelangkaan elpiji bersubsidi ini. Mulai dari aksi spekulan, panic buying, hingga penggunaan gas 3 kg yang tidak tepat sasaran.
“Distribusi LPG tetap berjalan normal sekitar 3.360 hingga 3.920 tabung per hari, kecuali saat hari libur. Namun tingginya permintaan yang meningkat pasca panen raya jagung di Kota Bima, Kabupaten Bima, dan Dompu menyebabkan ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan,” ungkap Sukarno.
Data menunjukkan, hingga Juni 2025, realisasi distribusi elpiji 3 kg baru mencapai 46,63 persen dari total kuota tahunan sebesar 1.360.667 tabung.
Sementara itu, berdasarkan sistem distribusi resmi, satu rumah tangga hanya berhak mendapat 4 tabung per bulan, dan usaha mikro dengan NIB maksimal 12 tabung.
Namun dalam praktiknya ungkapnya, tabung dijual lebih mahal di pangkalan, lalu diborong oleh oknum pengecer dan dijual kembali ke masyarakat dengan harga tinggi. Spekulasi dan penimbunan memperparah keadaan.
“Masyarakat yang khawatir tidak kebagian ikut membeli secara berlebihan. Ini yang menyebabkan fenomena panic buying. Permintaan meningkat tajam dan membuka celah bagi oknum untuk bermain harga,” jelas Sukarno.
Selain itu, pemerintah juga menemukan bahwa banyak pengguna non-rumah tangga, seperti usaha laundry, ikut menggunakan elpiji 3 kg yang seharusnya hanya untuk warga miskin dan pelaku usaha mikro kecil.
Kata dia, saat ini pendistribusian LPG di Kota Bima dilakukan oleh dua agen utama, yakni PT Bimatama Migas Bersinar dengan 302 pangkalan, dan Pribumni Cahaya Agung Utama dengan 47 pangkalan.
“Namun tanpa pengawasan ketat dan sistem yang lebih transparan, potensi penyimpangan terus terjadi,” terangnya.
*Kahaba-01













