Kota Bima, Kahaba.- Ahli Hukum Bidang Administrasi Negara dan Hukum Lingkungan Profesor Gatot Dwi Hendro Wibowo juga dihadirkan saat persidangan pada tanggal 22 September 2021, dengan agenda Keterangan Ahli perkara tracking mangrove milik Wakil Walikota Bima Feri Sofiyan. Pada kesempatan itu, Gatot menyampaikan pendapat hukum, di antaranya izin lingkungan yang telah terbit ketika proses pidana berlangsung.
Lily Marfuatun, salah satu Tim Penasehat Hukum Feri Sofiyan kepada sejumlah media, Rabu (6/10) menjelaskan, ada beberapa pendapat hukum yang disampaikan Profesor Gatot yang perlu mendapat perhatian saat persidangan berlangsung, terutama soal izin lingkungan.
Kata Lily, waktu itu Profesor Gatot menjelaskan ketika izin lingkungan terbit saat proses pidana berlangsung, dalam UU Cipta kerja izin lingkungan tersebut tidak diatur secara tegas. Namun, untuk mendapatkan izin berusaha, pemohon harus mendapatkan keputusan mengenai kelayakan lingkungan.
“Izin Lingkungan dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diubah nomenklatur dan substansinya menjadi persetujuan lingkungan dalam UU Cipta Kerja,” ujarnya mengutip kalimat Profesor Gatot.
Saat itu juga dijelaskan, izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL, dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha atau kegiatan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 1 PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Kemudian, dalam ketentuan Pasal 2, pertama setiap usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL, wajib memiliki Izin Lingkungan. Kedua izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi penyusunan Amdal dan UKL-UPL, penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL dan permohonan dan penerbitan izin lingkungan.
Maka berdasarkan ketentuan norma tersebut, profesor menegaskan bahwa untuk memperoleh izin lingkungan itu wajib, sedangkan untuk memperoleh izin lingkungan harus memenuhi persyaratan atau kondisional. Artinya antara kewajiban dan keharusan tidak bisa dipisahkan.
“Jadi, izin lingkungan sebagaimana izin-izin yang lain yang memerlukan persetujuan pemerintah itu bersifat prosedural, bertahap dan membutuhkan waktu yang cukup untuk memperolehnya,” jelasnya.
Dalam kaitan dengan perkara Tracking Mangrove ini sambungya, Profesor Gatot juga memberi perumpamaan, jika si A telah ditetapkan sebagai tersangka, bahkan sebagai terdakwa dalam kasus tuduhan melakukan tindak pidana karena tidak memiliki izin lingkungan, namun ketika proses pidana berlangsung permohonan si A berkaitan dengan izin lingkungan tersebut dikabulkan oleh pemerintah daerah.
Lalu pertanyaannya, bagaimana kedudukan hukum si A dalam proses pidana, apakah disamakan seperti halnya kasus tindak pidana korupsi, bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan unsur tindak pidana korupsi.
“Dalam kasus ini Profesor Gatot berpendapat, bahwa unsur sifat melawan hukum dari ketentuan pasal yang dituduhkan kepada si A menjadi gugur atau tidak lagi memiliki kekuatan mengikat, karena telah diterbitkan izin lingkungan atau persetujuan dari pemerintah daerah,” pungkasnya.
Pada kesepatan itu terang Lily, Profesor Gatot juga menyampaikan beberapa catatan penting terhadap rumusan norma Pasal 109 UU RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pertama, undang-undang ini telah menempatkan secara proporsional domain dari hukum administrasi dan domain hukum pidana.
Bahwa penegakan hukum secara administratif itu menyangkut perbuatan atau sikap tindak pemerintah atau administrasi negara dalam membuat Regeling atau Beschikking. Misalnya perbuatan pemerintah menerbitkan izin lingkungan, sedangkan secara kepidanaan terkait dengan orangnya.
Dengan demikian, jika ketentuan pasal ini dimaksudkan untuk dijadikan sebagai dasar menghukum, maka harus ada pembuktian atas kualifikasi unsur perbuatan yang mengakibatkan timbulnya korban manusia, kesehatan maupun keselamatannya.
Tidak hanya itu lanjutnya, ketentuan mengenai Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup khususnya yang terkait dengan perizinan berusaha, diatur secara spesifik dalam Undang Undang Cipta kerja paragraph 3 tentang Persetujuan Lingkungan.
Dengan demikian, norma yang mengatur mengenai perizinan berusaha, persetujuan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, diliputi oleh norma hukum administrasi negara, berikut akibat ikutan yang timbul dari pelaksanaan norma hukum tersebut.
Sementara perspektif hukum Profesor Gatot, norma hukum pidana khususnya terkait dengan norma sanksi lebih bersifat ultimum remedium bukan premium remedium. Artinya sanksi pidana adalah sanksi terakhir setelah diterapkannya sanksi-sanksi administrasi. Seperti teguran pertama, dan kedua, kemudian dilakukan pembongkaran.
“Apalagi melihat lokasi tersebut adalah lokasi zona wisata Kota Bima, seharusnya pak Feri Sofiyan mendapat penghargaan karena membangun tempat wisata dilokasi tersebut. Bukan justru dipidana,” tambahnya.
*Kahaba-01