Kota Bima, Kahaba.- Kasus pengadaan kapal oleh Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) yang sedang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak bisa dirasakan manfaatnya. Sebab, kapal tersebut tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya.
Seperti di Kelurahan Kolo Kecamatan Asakota Kota Bima, 3 kapal mangkrak dan belum selesai dibangun. Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Bima pun diminta bertanggungjawab.
“Baru kemarin saya mengunjungi Kelurahan Kolo, ada 3 kapal mangkrak belum selesai dibangun. Kapal tersebut dibangun oleh PT Wahana Karya Jaya Timur Jaya Pura,” ungkap Rusdianto Samawa dari Front Nelayan Indonesia (FNI) Kota Bima, Senin (28/9).
Menurut Rusdianto, pemilik perusahaan galangan tidak akan menyelesaikan pembangunan kapal, karena KKP pada era Susi Pudjiastuti telah menghabiskan anggarannya dan tidak mau membayar. Padahal pembangunan kapal sudah 80 persen dikerjakan.
Ia mengungkapkan, bantuan itu tersebar di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, diserahkan bertahap tahun 2014, 2016 dan 2017 lalu. Namun tiba di tangan kelompok nelayan, bantuan tidak bisa digunakan karena menguras kantong nelayan hingga Rp 12 juta untuk sekali melaut. Kapal mangkrak di Kelurahan Kolo itu dibuat dengan bahan utama fiber seharga Rp 1,3 miliar lebih untuk 3 unit dan akhirnya mangkrak.
“Kalau di Kelurahan Kolo menjadi tanggungjawab Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bima. Karena penyerahannya kepada nelayan melibatkan Dinas Kelautan Perikanan Kota Bima. Mestinya mereka menjelaskan kepada nelayan,” katanya.
Berdasarkan hasil pantauannya di Kelurahan Kolo sambung Rusdianto, kapal tersebut rata-rata mangkrak. Faktornya, karena dibuat tanpa perencanaan matang. Jadi ketika diterima nelayan tidak bisa digunakan.
Kemudian sesuai data diperolehnya, Provinsi NTB mendapat bantuan ukuran kapal 5 GT sejumlah 6 unit dan 20 GT sejumlah 2 unit. Kota Bima sendiri mendapat sekitar 3 unit kapal tahun 2016 – 2017. Sehingga semua kapal berjumlah 11 unit yang statusnya diukur pada pekan keempat bulan Oktober 2017.
Hasil investigasi Front Nelayan Indonesia di Kota Bima, sejumlah kapal mangkrak yang sudah pernah dibagikan kepada nelayan dan mangkrak juga yang belum selesai dibangun, seperti temuan di lapangan Kelurahan Kolo Kota Bima, KM Nelayan 2017 – 581 dan 580 di sekitar pelabuhan atau pelelangan ikan Kolo Kota Bima. Kapal bantuan itu belum selesai dibangun dan tinggal menunggu rusak. Kapal ini sama sekali tidak dilengkapi dengan sarana tangkap.
“Mekanisme bantuan kapal dari KKP ini diketahui melalui Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Kota Bima. Pihak DKP harus memberikan penjelasan soal data dan kondisi kapal yang diduga mangkrak,” tegasnya.
Ditambahkan Rusdianto, tim Jampidsus Kejagung RI sebelumnya turun ke NTB selama 4 hari awal tahun 2020, memeriksa pejabat DKP Kota Bima dan Kabupaten Bima. Selain itu, tim juga mengecek lapangan untuk proyek senilai Rp 4,4 triliun yang sudah naik penyidikan itu.
“Jadi, kapal yang di Kelurahan Kolo Kota Bima sudah masuk dalam proses penyidikan. Harapannya, masyarakat Kota Bima perlu mendorong penyelesaian kapal tersebut agar bisa diberikan kepada nelayan. Tentu meminta pertanggungjawaban DKP Kota Bima,” tandasnya.
Sementara itu, Kabid Perikanan Tangkap DKP Kota Bima Jamaluddin yang dikonfirmasi menjelaskan bahwa dalam program ini DKP Kota Bima tidak memiliki kewenangan mengurusi bantuan kapal dari KKP.
“Kontraknya itu langsung dengan kementerian, bukan dengan DKP Kota Bima,” jawabnya.
Jamaluddin menjelaskan, Kota Bima hanya memperoleh 2 unit kapal pada tahun 2017 dan itu pun sudah terealisasi. Penerimanya itu Koperasi Berkah Mandiri, diserahkan oleh perwakilan kementerian.
“Yang menentukan dan langsung membagikannya adalah pihak pusat, kami hanya mendampingi saja,” imbuhnya.
Sejauh ini kata dia, DKP Kota Bima belum mendapatkan instruksi atau petunjuk apapun dari KKP untuk kapal yang saat ini tidak diselesaikan pengerjaannya karena kontrak telah dibatalkan.
“Kami tidak berani tanya, kami hanya menunggu arahan saja. Apalagi itu bukan kewenangan DKP Kota Bima,” bebernya.
*Kahaba-04