Oleh: Nuskin*
Kerap kali persoalan pertanian selalu saja mengisahkan nasib buruk bagi kaum tani. Di Kabupaten Bima salah satunya, adalah sumber Pendapat Asli Daerah (PAD) sebagiannya disokong oleh sektor pertanian dan perkebunan. Namun tidak seimbang dengan input yang diperoleh petani dalam hal meningkatkan taraf hidupnya.
Salah satu komoditas unggul di Kabupaten Bima yang dibanggakan adalah komoditas bawang merah, namun sering kali menghadapi kesulitan-kesulitan. Bayangkan saja Kabupaten Bima memiliki lahan 437.465 Ha, terdiri dari 83,72 persen lahan pertanian bukan sawah, 8,20 persen lahan bukan pertanian dan 8,08 persen lahan sawah. Semua jenis lahan yang ada di Kabupaten Bima dapat ditanami bawang merah.
Perbedaannya hanya pada musim tanam, di mana untuk lahan sawah ditanami bawang merah setelah musim panen padi. Sedangkan lahan yang lainnya dapat ditanami sepanjang tahun. Namun selalu saja kandas pada pasca panen, petani harus menjualnya dengan harga yang rendah.
Keterpaksaan ini tidak pernah ditindaklanjuti dengan serius oleh pemeritah daerah. Jika berdasar pada UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani, adalah kewajiban pemerintah menyiapkan pasar komoditas dengan menjamin harga pembelian petani (HPP) yang menguntungkan petani.
Namun miris yang dihadapi petani, merugi dengan terpaksa membayar utang modal taninya dari Bank. Di satu sisi musim tanam yang dihadapi kaum tani adalah, mahalnya harga pupuk subsidi dan ketersediaan yang jauh dari harapan petani. Sehingga harus mengutang lagi untuk membeli pupuk non subsidi yang mahal dan herbisida. Inilah salah satunya yang merugikan kaum tani jika menghitung modal yang dikeluarkan petani dengan yang didapatkan dari hasil panennya.
Di satu sisi program ketahanan pangan dan swasembada bawang merah dan bawang putih di Kabupaten Bima juga menjadi perhatian serius dari pemerintah, tapi langkah konkrit menyiapkan sarana dan prasarana pertanian omong kosong belaka. Karena kami menilai sarana irigasi atau pengairan yang menjadi sumber kekuatan produktifitas petani masih sangat minim. Padalah jika sumber irigasi atau pengairan dimaksimalkan, maka akan lebih baik mutu dan kualitas produktifitas pertanian, termasuk komoditas unggul bawang merah.
Sama halnya dengan persoalan petani garam, jika mengharap mutu dan kualitas yang baik sesuai kebutuhan industri atau di konsumsi, harusnya dimaksimalkan sarana dan prasarana pertaniannya. Dan menyiapkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mampu menyerap hasil panen petani dalam jumlah besar.
Dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2018 tetang perlindungan dan pemberdayaan petani pada pasal 7, salah satunya pemerintah berkewajiban menyiapkan sarana dan prasarana pertanian dan menyiapkan pasar yang akan menampung hasil panen petani, sesuai kebutuhan konsumsi nasional maupun daerah.
Maka dari uraian persoalan di atas Serikat Tani Nasional Kabupaten Bima dalam moment Hari Tani Nasional akan menggelar aksi demonstrasi pada tanggal 24 September 2019 dengan tema besarnya “Kedaulatan Agraria untuk Kedaulatan Pangan dan Energi” dengan mendesak Pemerintah Kabupaten Bima untuk membangun Badan Milik Usaha Tani di Bawah Kontrol Petani, sebagai solusi mengatasi anjloknya harga panen petani di Bima.
Selain itu, mendesak pemerintah menyediakan tanah, modal dan tekhnologi massal di bawah kontral dewan tani/rakyat. Membatalkan RUU Pertanahan dan kembali ke Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria Tahun 1960. Melakukan evaluasi seluruh Gapoktan dan kelompok tani seluruh Kabupaten Bima. Meminta transparansi Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau Sebesar Rp 9,739,299 Berdasarkan PMK Nomor:12/PMK.07/2019.
Kemudian menghentikan penjualan Paksa Paket Pupuk Subsidi dan Non Subsidi.
Tanah, Modal, Teknologi Moderen, Murah dan Masal untuk pertanian Kolektif dibawah Kontrol Dewan Tani/Rakyat.
*Ketua Komite Pimpinan Kabupaten Serikat Tani Nasional (KPK STN) Kabupaten Bima