Kota Bima, Kahaba.- Kenaikan harga elpiji selama sepekan terakhir banyak yang menilai terlalu memberatkan masyarakat, terutama pengguna bahan bakar tersebut. Pasalnya, kenaikan secara nasional tersebut sudah mencapai 65 persen dari harga biasa, khususnya untuk elpiji 12 kilogram. Kenaikan itu juga dirasakan memberatkan oleh masyarakat Kota Bima.
Komang, pemilik Usaha Sabar Subur Palibelo, saat ditemui sewaktu membeli elpiji di agen SPBU Amahami mengatakan, kenaikan harganya sangat memberatkan. Dari awal yang 12 kilogram hanya seharga Rp 137 ribu, namun kini sudah merangkak naik menjadi Rp 185 ribu. “Awalnya sempat susah dicari selama empat hari. Setelah itu, eh malah harganya naik,” ujarnya, Senin (6/1).
Kata dia, kenaikan tanpa ada pemberitahuan awal itu sungguh berpengaruh pada usaha yang dijalaninya. Karena setiap hari hanya memaki elpiji, dan tidak menggunakan bahan bakar lain, maka tidak ada cara lain, selain membeli elpiji berapa pun harganya. “Ya kalau bisa kebijakan menaikan harga elpiji itu bisa ditinjau kembali,” harapnya.
Beberapa hari yang lalu stock elpiji di Kota Bima memang kosong, baik di tingkat pengecer maupun sub agen. Menurut salah seorang pemilik warung di kota Bima, Wiwik, yang juga menggunakan elpiji untuk memenuhi kebutuhan usahanya, sempat mencari keliling kota ke pengecer-pengecer, namun stock habis. “Saking langkanya, kita cari sampai ke Kabupaten Dompu,” ujarnya.
Menurut dia, elpiji kosong dan mahal cukup mengganggu usaha mereka. Jika tidak ada bahan bakar tersebut, dirinya pun tak bisa melanjutkan usahanya. “Selain langka, harga juga naik. Sebelumnya harga elpiji yang biasa dia beli di tingkat pengecer seharga Rp 130 ribu. Namun naik menjadi Rp 140 ribu. Namun belakangan, harganya naik lagi menjadi Rp 185 ribu,” ungkapnya.
Agen elpiji di SPBU Amahami dan Panda, Syamsul mengatakan, harga elpiji memang sudah naik selama satu pekan terakhir. Untuk yang 12 kilogram, dari Rp 140 ribu menjadi Rp 185 ribu. “Kenaikan itu bukan kebijakan kita, tapi mengikuti kenaikan harga nasional. kita ambil elpiji ini di Mataram. Dan di Mataram pun mengalami kenaikan yang sama,” ujarnya.
Atas kenaikan itu, lanjutnya, tentu memberatkan bagi konsumen. Terutama yang lebih banyak menggunakan elpiji seperti pengusaha makanan dan gorengan. “Kenaikan harga ini akan berpengaruh pada harga jual makanan juga,” terangnya.
Menurut Syamsul, pihaknya juga serba salah. Jika tidak menaikan harga elpiji, tentu dirinya akan rugi. “Tidak ada pilihan lain,” ucapnya.
Dia menambahkan, untuk konsumen di Bima, kenaikan harga elpiji tidak berpengaruh terhadap permintaan elpiji. Kendati dirasa berat, tetap di beli karena konsumen tidak ada pilihan lain. Dari masalah tersebut, pihak Pertamina juga membatasi penjualan dan distribusi elpiji ke agen agen. “Dulu kita bisa ambil sebanyak 1000 tabung, tapi sekarang hanya sekitar 400 saja. Tidak boleh lebih,” tandasnya.
Ia menambahkan, hingga saat ini pihaknya masih tunggu perubahan harga dari pusat, dan berharap Pemerintah bisa menurunkannya kembali.
*BIN