Opini

Kepantasan Pemimpin Publik

489
×

Kepantasan Pemimpin Publik

Sebarkan artikel ini

Oleh: Hazairin A. Rasul*

Kepantasan Pemimpin Publik - Kabar Harian Bima
Hazairin A. Rasul

Pemimpin itu adalah tentang “kepantasan”. Pantas dari sisi kematangan spiritual, pantas dari sisi kematangan etik, pantas dari sisi kematangan ilmu, pantas dari sisi kematangan pengetahuan, pantas dari sisi kematangan intelektual, pantas dari sisi kematangan pengalaman, pantas dari sisi kematangan networking, pantas dari sisi kematangan pengorganisasian, pantas dari sisi kematangan sokongan finansial. Hanya pemimpin yang pantas yang bisa memantaskan!

Kepantasan komprehensif yang terlembaga dalam diri pemimpin melahirkan pemimpin yang “mengakar” dari zaman ke zaman. Pemimpin yang mengakar “sarat kejujuran”, ia bukan saja warna bagi sebuah zaman tetapi juga mampu mewarnai dan memberi warna bagi keindahan satu sama lain.

Untuk menjadi pantas adalah soal proses panjang, dengan siapa dia berproses, dengan cara apa dia berproses, bagaimana cara dia berproses, di mana dia berproses, kapan proses-proses itu berlangsung. Kepantasan adalah cermin kematangan yang dihasilkan melalui “olah” proses yang berlangsung secara bertahap dan berkelanjutan dari fase ke fase.

Pemimpin adalah soal kemampuan membangun konstruksi teoritik yang dijabarkan secara aktual pada wilayah publik berbasis pengetahuan dan pemahaman yang mendalam dan holistik tentang kecerdasan mengidentifikasi problem di wilayah teritori yang ia pimpin.

Kemampuan pemimpin mengidentifikasi problem adalah pangkal menemukan solusi yang tepat sehingga pemimpin dapat dirasakan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat. “Pemimpin tidaklah cukup dengan skill dan manajerial saja”, tetapi juga memerlukan pengalaman yang handal dan memadai ketika mengharuskan terlibat aktif mengelola realitas masyarakat yang kompleks.

Pemimpin yang pantas tercermin pada kewibawaan sehingga ucapan, sikap, tindakan, serta perilaku sosialnya dapat diteladani dan menjadi rujukan yang menginspirasi pengembangan bakat dan potensi masyarakat yang dipimpin. Kemampuan pemimpin menorehkan sikap keseharian yang pantas adalah manifestasi ketekunan melakoni sebuah proses.

Sementara kewibawaan seorang pemimpin berakar dari anugrah dan karunia. Salah satu sisi terluhur kepantasan seorang pemimpin yakni “tidak bersikap ambivalen dan mampu menorehkan ketegasan yang pasti diruang publik”. Pemimpin yang pantas menjelmakan ucapan dalam perbuatan sebagai syarat rasional pengakuan akan integritasnya.

Integritas pemimpin adalah jati diri pemimpin. Pemimpin yang punya jati diri memiliki ide yang luas, imajinasi yang tinggi, konsep yang terukur, strategi yang memadai, komitmen yang besar untuk menunaikan hajat publik dan mengisi kekosongan moral publik.

Di samping itu meniscayakan kerjasama yang luas dan kolaborasi dengan berbagai pihak yang bertumpu pada sasaran “memajukan kesejahteraan umum”, “mencerdaskan kehidupan warga masyarakat”, serta “ikut memberi andil dalam perundingan membangun kawasan dalam memperkokoh ketahanan sumber daya lokal”.

Ketahanan kewibawaan pemimpin sebagai anugrah dan karunia meniscayakan “konsistensi dan ketaatan yang tinggi dalam memegang komitmen pada kebenaran, pada kejujuran, bersikap amanah, serta punya kerelaan yang tinggi untuk menempuh pengorbanan”. Pemimpin sebagai “kepantasan” juga merupakan reaktualisasi yang berbasis pada rekam jejak.

Dalam rekam jejak itu menerangkan kisah dan pengalaman-pengalaman yang mempertinggi derajat kesadaran personal tentang keuletan mempertaruhkan segala pengabdian dan pengorbanan untuk memperluas derajat dan martabat manusia tanpa memerlukan konpensasi pamrih. Dari situ aurah dan kewibawaan orisinalitas pemimpin tumbuh dalam kesuburan moral personal yang dapat mengairi kesuburan moral sosial.

*Aktivis 98 dan Penulis Buku Nurani Keadilan