Kota Bima, Kahaba.- Dinas PU dan Pertambangan Kota Bima melalui Kasi Tata Bangunan dan Pemukiman Bidang Cipta Karya, Ririn Kurniawati menjelaskan sejumlah sorotan anggota Komisi III DPRD Kota Bima tentang rencana pembangunan Masjid Terapung Amahami.
Seperti diketahui, beragam dinamika yang mewarnai soal rencana pembangunan masjid tersebut. Dimulai pada tingkat klinis Komisi, dinas terkait dinilai belum mampu menjelaskan secara detail keinginan membangun Masjid yang katanya akan menjadi icon daerah.
Yang utama menjadi sorotan Komisi III, adanya perbedaan nomenklatur dan penjabaran pada RAPBD. Pada nomenklatur tertuang item Rumah Adat, sementara pada penjabaran RAPBD Masjid Terapung. Kemudian ditambah sorotan kenapa menggunakan belanja modal dan tidak memakai dana hibah. Lantas bagaimana dengan pencatatan asetnya.
Ririn menjawab, rencana pembangunan Masjid Terapung bermula saat digagasnya Kota Tepian Air, mulai dari Niu, Lawata dan kawasan Amahami. Masjid tersebut pun dibangun dengan tujuan menjadi bagian ruang terbuka hijau Amahami.
Selain itu, awalnya setelah melihat bahwa disekitar Amahami pada sore dan jelang malam dan waktu Isya terlihat padat dikunjungi warga. Meski sudah waktunya Shalat Magrib dan Isya, pengunjung masih terlihat duduk dan tidak beranjak untuk menunaikan shalat.
“Akhirnya, timbulah ide untuk membangun Masjid Terapung. Agar bisa digunakan untuk pengunjung Amahami beribadah. Sekalian untuk penataan ruang terbuka hijau, biar dipinggir Amahami indah. Disekitar area Masjid juga akan ditata dengan baik,” jelasnya saat ditemui di meja kerjanya, Rabu (7/12).
Berangkat dari keinginan itu sambung Ririn, pihaknya kemudian menyusun rencana detail bangunan. Awalnya memang RAB sebesar Rp 20 Miliar. Saat klinis pada tingkat Komisi DPRD Kota Bima dan Banggar, akhirnya disepakati hanya Rp 12,5 Miliar.
Menjawab soal adanya perbedaan pada nomenklatur dan penjabaran RAPBD. Diakui Ririn, awalnya memang PU mencari nomenklatur yang pas, yang sesuai penganggarannya dengan aplikasi SIMDA. Karena saat itu belum ada kode rekening untuk mencantumkan rencana pembangunan tersebut. Akhirnya dicantumkan pada nomenklatur Rumah Adat.
“Tapi sekarang sudah ada. Nomenklaturnya juga sudah menjadi Masjid Terapung,” ujarnya.
Sementara kode rekeningnya, kata perempuan berjilbab itu, karena kode rekening itu ada dua, masing – masing kode rekening program dan kegiatan, dan ada kode rekening belanja. Maka dalam kode rekening program dan kegiatan digabung dengan rencana pembangunan Niu dan Lawata. Kemudian untuk kode rekening belanja, dibuat kode rekening Masjid Terapung.
Soal pembangunan pakai belanja modal sambungnya, karena masjid tersebut belum ada yayasan. Sementara bisa menggunakan dana hibah, terlebih dulu harus memiliki yayasan, agar diserahkan ke yayasan.
“Kita bangun dulu menggunakan belanja modal, kemudian jadi aset Pemerintah Kota Bima. Setelah bangunan jadi, dibentuk yayasan dan dihibahkan dalam bentuk barang. Secara aturan, kebijakan itu dibenarkan. Contohnya Islamic Centre Mataram, pembangunannya menggunakan belanja modal,” paparnya.
Ririn menambahkan, bangunan tersebut dibangun dengan tujuan untuk bisa difungsikan. Bukan hanya melihat dari sisi estetika. Rencananya, Masjid tersebut rampung pada tahun 2017. Bentuknya, dibuat terbuka dan tidak memiliki pintu. Sementara pada bagian dinding dibuat berlubang, untuk penghawaan alami dari angin laut.
“Nanti ada 5 menara dan dilengkapi dengan kamar mandi dan WC. Pembangunannya tidak berhenti disitu, pada tahun berikutnya akan ada pengembangan seperti disediakan perpustakaan,” ucapnya dan menambahkan Masjid Terapung akan terawat dan diurus oleh yayasan yang nanti dibentuk.
*Kahaba-01