Kota Bima, Kahaba.- Sesuatu yang digeluti dengan tekun dan sungguh-sungguh pasti membuahkan hasil maksimal. Begitulah yang dirasakan para pemuda yang tergabung dalam Komunitas Bima Bombo Roi (BBR) Art Desa Roi Kecamatan Belo.
Mereka kini bisa berbangga hati dan mengangkat wajah di masyarakat karena mampu mengharumkan nama daerah. Lewat tangan terampil para pemuda BBR Art ini beragam produk kreatif dihasilkan. Seperti kaligrafi, lukis kaos, lampu lampion karakter kartun, lukisan hingga gambar sketsa wajah.
Produk karya tangan BBR Art ini telah mampu menembus pasar nasional. Bahkan pada Tahun 2013 lalu, karya ukiran Garuda Berkepala Dua lambang Kesultanan Bima dipesan Museum Samparaja dan dipamerkan di Festival Keraton Nusantara (FKN) di Cirebon dibawa oleh Hj Siti Maryam Salahuddin (Almarhumah).
Adalah pemuda berambut gondrong bernama Roy yang menginisiasi para pemuda di Desa Roi untuk mendirikan BBR Art pada tahun 2012 silam. Komunitas ini awalnya dibentuk karena munculnya keresahan melihat potensi generasi muda yang tidak terwadahi. Kala itu, sebagian pemuda lebih banyak terjerumus ke hal-hal negatif dan tidak produktif.
“Makanya BBR Art lahir sebagai wadah para pemuda mengekspresikan diri lewat kreatifitas seni,” cerita Ketua BBR Art Roy kepada Kahaba.net, Kamis (4/1).
Pemuda yang berminat awalnya hanya 5 orang. Beruntung satu diantaranya ada yang pernah menempuh studi seni rupa. Roy dan pemuda lainnya belajar berbagi pengalaman. Walaupun akhirnya lebih banyak otodidak, terus mencoba sendiri berinovasi.
“Pengalaman dari sering mencoba itulah yang membuat kita makin terampil. Alhamdulillah sekarang kita konsisten menghasilkan karya,” ujarnya.
Bermodal swadaya, Roy dan teman-temannya tak patah arang. Setelah melihat keseriusan mereka, BBR Art turut dibantu pemerintah desa walaupun hanya berupa alat air brush serta bingkai lukisan dan kaligrafi.
Seiring perkembangan BBA Art dan permintaan pasar terus meningkat, personil dari 5 orang kini bertambah 10 orang yang bergabung. Sebuah kemajuan signifikan untuk jangka waktu singkat. Masing-masing anggota BBA Art sudah memiliki ketrampilan untuk membuat kreasi kaligrafi dan produk lainnya.
“InsyaAllah kita terus berinovasi. Sekarang kita mulai melukis menggunakan latar kain samblas tenun Bima dengan corak hiasan bunga satako yang menjadi ciri khas Bima untuk ornamen. Saat ini masih proses,” kata Roy.
Untuk pemasaran produk, Roy mengaku tidak kesulitan. Cerita positif dari banyak pelanggan terhadap hasil karya BBR Art turut mendongrak penjualan. Disamping promosi melalui media sosial dan jejaring persahabatan nyatanya cukup ampuh mempopulerkan produk BBR Art.
Bahkan pemesanan mulai berdatangan dari luar daerah, salah satunya dari Jakarta. Karya yang paling diminati adalah kaligrafi dan lampion. Meskipun hampir semua produk juga tetap ada pemesan.
“Sekarang saja stok terakhir kaligrafi sudah habis di galeri karena dipesan. Begitu juga lampion kita masih memenuhi target orderan,” akunya.
Dalam sebulan BBR Art mampu menjual lampion 30 unit dengan kisaran harga Rp 100 ribu satu unit. Sementara kaligrafi bisa terjual 3 sampai 4 unit dalam sebulan dengan kisaran harga Rp 1 juta perunit. Meskipun butuh waktu seminggu untuk membuatnya bergantung tingkat kerumitan.
“Respon pasar cukup luar biasa terhadap produk kami. Untuk saat ini omset per bulan bisa tembus Rp 10 juta-an. Uang itu kita kelola bersama di BBR Art dengan sistem pembagian hasil kerja tentunya. Sisanya untuk bahan dan kas,” tuturnya.
Selama berkarya, pengalaman berkesan Roy dan temannya yakni pernah mendapat penghargaan dari Dinas Dikpora NTB sebagai Pemuda Pelopor terbaik 3 Tahun 2015 lalu. Kemudian yang takkan pernah dilupakan, hasil karya lambang Kesultanan Bima Garuda Berkepala Dua dari logam dipesan Museum Samparaja oleh Ina Kau Mari pada sebelum beliau wafat. Produk itu kemudian dibawa ke FKN terakhir di Cirebon untuk dipamerkan.
“Komitmen kita ke depan akan konsisten dan terus berinovasi serta mengasah kemampuan. Target kita dalam waktu dekat akan mengembangkan produk lebih banyak lagi,” ujarnya.
*Kahaba-03