Jakarta, Kahaba.- Sorotan terhadap PKS pasca menolak kenaikan harga BBM yang kemudian menajdi lahan ‘umpatan” oleh rekan-rekannya di sekretariat gabungan partai pro pemerintah beberapa waktu yang lalu.
Kini, PKS terkesan harus ‘menebus dosa’ saat paripurna pengesahan Rancangan Undang-undang Pemilu yang baru, kemarin (12/2) di gedung DPR RI. Seperti dilansir situs berita online tempo.co, sikap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tiba-tiba berubah saat voting dalam menentukan metode penghitungan suara pemilu dalam Rapat Paripurna DPR kemarin.
Kata Presiden PKS, Lutfi Hasan Ishaaq, perubahan ini tidak disebabkan faktor politis demi nama baik partainya dalam Sekretariat Gabungan partai koalisi pendukung pemerintah.
“PKS metodenya bicara subtansi dulu, baru bicara tentang kebijakannya. Kami objektif berbasis kepentingan lapangan,” ujar Lutfi di gedung DPR, Kamis, 12 April 2012.
Dalam hal metode penghitungan suara pemilu, semula PKS mendukung metode Webster bersama Golkar dan PDIP. Namun, saat voting partai ini berbalik mendukung metode kuota murni bersama Demokrat, Hanura, PPP, PKB, PAN, dan Gerindra. Lutfi meyakinkan perubahan itu hanya mempertimbangkan kepentingan bersama dan tidak atas pengaruh atau tekanan dari mana pun.
“Ini untuk kepentingan nasional serta aspirasi politik masyarakat dan bangsa. Kami tidak transaksional,” ujarnya.
Dia berdalih perubahan sikap itu sebenarnya sudah dibahas di internal PKS sejak berakhirnya lobi antarfraksi terakhir yang berlangsung Kamis dinihari. Usai lobi, PKS hanya menyisakan satu poin yang berbeda yaitu soal sistem pemilu. Soal sistem PKS tetap mempertahankan sistem pemilu tertutup.
“Kami semua masuk, yang tidak masuk cuma satu terbuka tertutup, selain itu semua sepakat.”
Dalam paripurna sistem kuota murni akhirnya terpilih setelah didukung oleh tujuh fraksi dengan total 342 suara. Dukungan ini berasal dari Demokrat 140 suara, Hanura 17 suara, PPP 37 suara, PKB 28 suara, PAN 42 suara, Gerindra 24 suara, dan PKS 54 suara. Di sisi lain, sistem Webster hanya mendapat 97 suara dari Fraksi Golkar dan 91 suara Fraksi PDIP.
Paripurna DPR telah menyepakati pengesahan Undang-Undang Pemilu untuk menggantikan Undang-Undang Pemilu Nomor 10 Tahun 2008. UU yang baru disahkan ini menyepakati pemberlakukan ambang batas parlemen secara nasional 3,5 persen, jumlah kursi per daerah pemilihan 3-10 kursi untuk nasional dan 3-12 kursi untuk daerah dengan sistem pemilu terbuka. [TEMPO/BM]