Kabupaten Bima, Kahaba.- Persidangan kasus dugaan penyalahgunaan anggaran kebun Kopi Tambora telah memasuki tahap penuntutan dan pembelaan dari terdakwa. Pekan kemarin, terdakwa Suparno menyampaikan pledoi (pembelaan) terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Raba Bima.
Ada beberapa poin penting dari isi pledoi Suparno yang membantah penjelasan JPU dalam berkas tuntutannya. Poin-poin itu dikirimkan ke redaksi Kahaba.net, kemarin melalui Sugeng Purnomo, anak kandung terdakwa.
Sugeng menjelaskan, dalam dakwaannya JPU menuntut bapaknya melanggar pasal 3 Jo pasal 18. Hanya saja, terdapat perbedaan hitungan jumlah kerugian negara dari dakwaan awal dan pada saat penuntutan. Awalnya kerugian negara tercatat Rp 211.978.300, kemudian berubah saat tuntutan menjadi Rp 213.978.000.
“Kami keberatan karena menurut kami jaksa tidak secara cermat dan teliti dalam surat dakwaan,” kata Sugeng.
Kedua, tentang laporan audit BPKP tanggal 30 Desember 2014 lalu ahli hanya melampirkan keterangan dalam bentuk sehelai kertas dari para Mandor dan Koodinator Keamanan. Pihaknya berpendapat lampiran surat tersebut tidak tergolong hasil pemeriksaan yang dilakukan dengan standar audit. Sehingga keterangan tersebut tidak nyata dan pasti sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 angka 22 Uu No 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara.
Ketiga, tentang adanya selisih penjualan kopi sebesar 92.365 kilogram. Dengan total harga Rp 147.236.300. JPU tidak mampu membuktikn didepan persidangan siapa yang mengambil, menerima dan yang menggunakan uang tersebut. Hanya berupa tuduhan dan tidak bisa dibuktikan dalam bentuk fisik siapa yang membeli, kuitansi penjualan atau setidak-tidaknya kopi tersebut saat ini ada dan tempatnya dimana.
Keempat, tentang kesaksian Koodinator Keamanan dan Mandor yang memberikan laporan pekerjaan bertentangan dengan SK Bupati nomor 206. Dimna seharusnya mereka menyampaikan laporan kegiatan ke kepala kebun dalam hal ini Suparno (terdakwa).
“Oleh karena itu kesaksiannya tidak bernilai kaitan perselisihan yang 82.365 kilogram atau Rp 147.236.300,” kata Sugeng.
Suparno dituntut bersama-sama H Syafrudin selaku pelaksana teknis lapangan dengan pasal yang sama. Namun, terdapat perbedaan tuntuan dalam pidana penjara antara Suparno 4,2 tahun dan H Syafrudin 2,4 tahun, sementara kerugian negara sama Rp 86.989.000 dan denda masing-masing Rp 50 juta.
Kesimpulannya terang Sugeng, dalam kasus ini terdapat dua masalah. Yakni ada satu slisih penjualan kopi 92.356 kilogram atau senilai Rp 147.236.300. Dimana Jaksa melalui kesaksian Ahli BPKP tidak dapat memberikan keterangan siapa yang menjual atau yang membeli atau kuitansi penjualan dan setidak-tidaknya kopi itu masih tersimpan.
“Maka hal tersebut dianggap batal dimata hukum. Itu pendapat Ahli Pidana UNRAM yang dihadirkan di persidangan. Ini komentarnya menuduh harus disertai bukti fisik dari apa yang dituduh,” urainya.
Kemudian, sisa penyetoran hasil penjualan target penyetoran Rp 155.000.000 namun yang disetor Rp 160.000.000. Dari situ terdapat sisa penjualan yang tidak disetorkan. Namun dalam hal ini terdakwa Suparno tidak terima kalau dituduh dalam pasal 3 tersebut. Sebab, Suparno tugasnya adalah memberikan usulan kepada kepala teknis terkait macam kegiatan dan lainnua. Apabila disetujui oleh atasan baru dikerjakan dan tugas Suparno selaku kepala kebun adalah mengusulkan dan memberikan laporan.
“Kasus ini juga aneh karena Mantan Kepala Dinas sebagai penanggungjawab dalam SK Bupati tidak dimintai pertanggungjawabannya. Sementara dalam fakta persidangan Heru Prianto tidak dapat menjelaskan penggunaan uang yang dia ambil dari pengusaha kopi buat panjar sebesar Rp 40 juta dan untuk kerugian negara hanya dibebankan kepada Suparno dan H Syafrudin,” tuturnya.
Namun anehnya sambung dia, dalam pledoi yang diajukan baik dari terdakwa Suparno maupun Tim Penasehat Hukum tidak ada yang diterima. Dalam tanggapan JPU tetap menuntut sesuai tuntutan. Jaksa dianggao tidak menelaah kasus ini dalam tuntutan berdasarkan fakta persidangan.
Untuk itu kata Sugeng, bapaknya berencana akan bersurat kepada Mahkamah Agung (MA) tentang kinerja Kejaksaan Negeri Raba Bima yang dinilai tidak profesional dalam menuntut.
“Apalagi terdapat banyak kekeliruan dalam penuntutan dan 6 kali menunda-nunda persidangan tanpa alasan yang jelas. harapan kami kepada penegak hukum untuk benar-benar menegakkan hukum karena akan dipertanggungjawabkan dunia akhirat,” tandasnya.
*Kahaba-03