Kabupaten Bima, Kahaba.- Personil Resort Asakota BKPH Maria Donggomasa membongkar satu unit bangunan rumah permanen yang dibangun di atas tanah kawasan hutan negara di Blok hutan Ncai Kapenta KH. Nanganae Kapenta RTK 68 Kelurahan Jatibaru Timur Kecamatan Asakota Kota Bima, Pada hari ini, Minggu (7/6). Pembongkaran ini ikut didampingi 2 orang masyarakat pelaku pembangunan.
Kepala BKPH Maria Donggomasa Ahyar HMA mengakui, tindakan ini diambil BKPH Maria Donggomasa setelah dilakukan beberapa upaya dan proses, antara lain patroli pemantauan oleh Personil Resort Asakota, penyelidikan awal terhadap kegiatan pembangunan dan pemanggilan serta klarifikasi terhadap pelaku.
“Dalam proses tersebut BKPH Maria Donggomasa ikut di back up Balai Gakkum KLHK Jabalnusra Pos Mataram dan Tim PPNS Dinas LHK NTB,” katanya.
Setelah dilakukan proses Pulbaket dan penyelidikan serta pemanggilan dan pemeriksaan terhadap beberapa oknum, akhirnya untuk tahap awal diputuskan untuk dilakukan upaya pembinaan, pembongkaran bangunan dan pengembalian lahan kepada pemerintah.
Ia menegaskan, akan melakukan upaya penanganan terhadap aktivitas pembangunan bangunan permanen tanpa izin dalam kawasan hutan, termasuk salah satu target adalah kawasan Ncai Kapenta. Dalam hal ini juga, yang menjadi target adalah penanganan isu jual beli lahan serta pemindahtanganan hak kelola disertai “mahar” terhadap lahan dalam kawasan hutan.
“Kami sudah mengantongi informasi dan data terkait isu jual beli atau pemindahtanganan hak kelola lahan kawasan di Ncai Kapenta. Sekarang sedang didalami dan dilengkapi lagi sebagai bahan untuk mengambil langkah lebih lanjut,” ungkapnya.
Menurut Ahyar, berdasarkan informasi banyak oknum orang-orang mampu dan berada yang membayar lahan kawasan di lokasi tersbeut, bahkan ada yg berencana membangun lagi.
Padahal pemberian izin Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah untuk memberikan ruang atau akses bagi masyarakat setempat, terutama yang tidak mampu (tidak punya lahan garapan) untuk memanfaatkan lahan kawasan hutan negara tersebut, dengan jangka waktu puluhan tahun.
“Tentunya, selain tanaman pangan, tanaman kehutanan (kayu) tetap menjadi prioritas,” ujarnya.
Lewat kesempatan ini, ia menghimbau kepada masyarakat, terutama masyarakat Jatibaru maupun Kelompok HKm agar memaksimalkan pengelolaan lahan yang sudah menjadi areal garapan. Jangan ada yang melakukan jual beli atau pindah tangan hak kelola lahan kawasan. Jika pun ada masyarakat luar yang terlanjur membayar, agar segera mengembalikan lahan tersebut.
Ijin HKm itu diberikan agar masyarakat bisa memanfaatkan lahan kawasan hutan untuk bercocok tanam tanaman kehutanan dan tumpangsari, bukan untuk penggunaan lain (seperti bangunan).
“Kami sangat terbuka jika ada yang berniat baik melaporkan serta mengembalikan, sebelum kami mengambil langkah penegakan hukum (law enforcement),” pungkasnya.
*Kahaba-01