Kabar Bima

Bayi Hydrocepalus, Gagal Dirujuk Karena Kendala Biaya

520
×

Bayi Hydrocepalus, Gagal Dirujuk Karena Kendala Biaya

Sebarkan artikel ini

Kabupaten Bima, Kahaba.- Air mata Misbah seketika tertahan ketika sejumlah wartawan masuk di ruang UGD RSUD Bima, Selasa (7/6) sore. Wanita berusia 42 tahun asal Desa Rupe Kecamatan Langgudu ini hanya menatap iba sang buah hatinya, Muhammad Wildan yang terbaring tanpa baju di atas kereta operasi.

Abdullah menatap pilu anaknya yang idap Hydrocepalus. Foto: Ady
Abdullah menatap pilu anaknya yang idap Hydrocepalus. Foto: Ady

Bayi malang hasil pernikahannya dengan Abdullah ini divonis menderita penyakit Hydrocepalus oleh dokter sejak usianya masih hitungan minggu. Kepalanya membengkak sebesar bola basket akibat gangguan aliran cairan di dalam otak.

Menurut ilmu medis, gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital. Semakin hari, cairan di kepala Wildan kian bertambah banyak dan bayi sekecil ini harus menahan rasa sakit luar biasa.

Ketika hendak diajak bicara oleh wartawan, Misbah tak mampu mengurai kata-kata. Perlahan, air matanya membasahi pipi tanpa disadari. Kesedihannya tak terbendung, karena sudah 10 hari terakhir Wildan belum menunjukan tanda-tanda membaik.

Sang Ayah, Abdullah bercerita, anak keduanya ini lahir dengan jalan operasi karena kondisi istrinya sangat lemah kala itu. Hari-hari Wildan awalnya biasa saja, tak ada tanda-tanda kelainan. Memasuki usia satu bulan ke atas, gejala pembengkakan pada kepada anaknya mulai terlihat.

Ketika itu, Wildan pun mulai sering menangis pada malam hari karena kesakitan. Bermodal kartu BPJS dari pemerintah, Abdullah yang hanya pekerja serabutan ini beberapa kali memeriksakan keadaan Wildan ke dokter dan rumah sakit.

“Saya sudah tidak ingat berapa kali membawa Wildan ke dokter dan rumah sakit. Dalam minggu ini saja sudah 3 sampai 4 kali Mas,” kisah Abdullah di depan Ruang UGD RSDU Bima, Selasa sore.

Kemarin, Ia pun kembali memutuskan membawa Wildan ke rumah sakit karena kondisinya kian memburuk. Hasil pemeriksaan terakhir dokter, Wildan diminta harus dirujuk ke Rumah Sakit Sanglah-Denpasar. Keputusannya, Wildan harus dioperasi untuk mengeluarkan cairan mematikan dalam kepalanya.

Abdullah saat menggendong anaknya yang idap Hydrocepalus. Foto: Ady
Abdullah saat menggendong anaknya yang idap Hydrocepalus. Foto: Ady

Namun apa hendak dikata, Misbah dan Abdullah hanya masyarakat tidak mampu yang tertolong karena BPJS. Sementara untuk biaya berobat lanjut ke Denpasar, saat ini sudah tak memiliki biaya sepersenpun. Karena biaya transportasi, makan dan minum selama berobat jelas tak ditanggung BPJS.

“Wildan sudah dua kali dibawa ke Bali, sekarang untuk ketiga kalinya diminta lagi dirujuk. Kami sudah tidak punya biaya apa-apa lagi karena habis pengobatan sebelumnya,” kata Abdullah.

Abdullah dan Misbah kini hanya bisa pasrah dan berharap mukjizat dari Allah SWT untuk kesembuhan Wildan. Selebihnya, Ia akan sangat bersukur bila ada dermawan yang bermurah hati mau membantu biaya pengobatan anaknya.

“Kami pasrah dan berserah diri kalau Allah berkehendak untuk mengambil nyawa Wildan. Karena sudah berusaha maksimal untuk kesembuhannya,” ujar Abdullah tak kuasa menahan sedih.

Penanganan Wildan selama beberapa hari terakhir cukup terbantu karena didampingi Aktivis Anak dari Tim Reaksi Cepat Perlindungan Anak (TRC-PA), TRC PKSA dan Lembaga Perlindungan Anak Kota Bima.

Hanya saja, untuk biaya pengobatan lebih lanjut ke Denpasar lembaga pemerhati anak ini juga harus berkoordinasi dengan Pemerintah dan pihak lain yang mau membantu. Mereka pun berupaya menggalang dana dari sejumlah dermawan untuk biaya pengobatan Wildan.

“Pendampingan terhadap Wildan tetap kami lakukan untuk memastikan dia terlayani dengan baik.,” kata Salmah, Perwakilan TRC PA Bima.

*Ady