Kabar Kota Bima

Cegah Ekstremisme, The Habibie Center dan NC Gelar FGD Prokohesi di Kota Bima

75
×

Cegah Ekstremisme, The Habibie Center dan NC Gelar FGD Prokohesi di Kota Bima

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Forum Group Discussion (FGD) Program Kohesi Sosial (Prokohesi) digelar oleh The Habibie Center (THC) bekerja sama dengan Nusatenggara Centre (NC), di Ilo Cake, Selasa 22 April 2025. FGD ini mengusung tema “Memperkuat Ketahanan Masyarakat dan Mantan Napiter untuk Mencegah Ekstremisme Berkekerasan serta Mempromosikan Kohesi Sosial di Kota Bima.”

FGD yang diadakan The Habibie Center dan Nusatenggara Center bahas Program Kohesi Sosial untuk menangkal ekstremIsme dan radikalisme. Foto: Bin

Kegiatan ini dihadiri perwakilan Muhammadiyah dan NU, Lembaga Perlindungan Anak, Komunitas Tangan Di Atas (TDA), akademisi, mahasiswa, serta insan pers.

Direktur Eksekutif Nusatenggara Centre, Prof. Kadri dalam paparannya menyoroti bagaimana Kota Bima kerap diasosiasikan dengan citra negatif terkait ekstremisme dan radikalisme.

Ia menyebutkan bahwa sejumlah pelaku bahkan merupakan bagian dari masyarakat sendiri, termasuk mereka yang telah menjalani proses hukum sebagai narapidana terorisme (napiter).

“Fenomena ekstremisme ini bisa terus ‘memproduksi’ generasi baru, jika tidak diantisipasi dengan serius. Ada dua dampak besar yang kita rasakan, yaitu disharmoni sosial yang menimbulkan ketakutan, dan pencitraan buruk daerah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi serta minat investasi,” jelasnya.

Lebih lanjut, Prof Kadri mengungkapkan sejumlah faktor penyebab terus berkembangnya paham radikal, di antaranya krisis ketokohan di tengah masyarakat dan dominasi narasi negatif yang menyebar tanpa tandingan dari narasi-narasi positif.

“Kami memulai langkah tiga tahun ke depan, dimulai dengan memperkuat peran tokoh masyarakat, menciptakan narasi positif yang menyeimbangkan wacana publik, dan menguatkan proses rehabilitasi serta reintegrasi mantan napiter ke dalam masyarakat,” tambahnya.

FGD tersebut juga membahas tiga isu penting yakni pertama Ketokohan dan Keteladanan. Bagaimana tokoh masyarakat dapat memainkan peran aktif sebagai teladan dalam menangkal paham ekstremisme.

Kemudian Literasi Digital dan Narasi Positif, yang menyoroti pentingnya pemahaman masyarakat terhadap media sosial dan upaya membendung penyebaran propaganda radikal.

Dan terakhir, Reintegrasi Eks Napiter, membahas tantangan dan upaya mengembalikan mantan napiter ke lingkungan sosial secara bermartabat dan inklusif, serta melibatkan stakeholder kunci seperti tokoh agama, pemerintah, dan masyarakat sipil.

Banyak masukan dan gagasan konstruktif mengemuka dalam forum tersebut. Salah satunya, pentingnya semua elemen menjadi ‘tokoh’ di lingkup profesi masing-masing, dengan kontribusi nyata untuk mendorong kohesi sosial dan memperkuat daya tahan masyarakat terhadap paham-paham kekerasan.

Perhatian terhadap persoalan ini tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah. Semua pihak harus terlibat. Masyarakat, ormas, akademisi, hingga media memiliki peran penting dalam menjaga harmoni sosial.

*Kahaba-01