Oleh: M Dahlan Abubakar*
Beberapa hari yang lalu, pemerintah melalui Menteri Agama menyampaikan informasi yang mengagetkan umat Islam, khususnya para calon jamaah haji. Pemerintah pada musim haji 2021 ini membatalkan pelaksanaan ibadah haji karena alasan Covid-19 dan pemerintah Arab Saudi belum memberikan tanda-tanda mengenai penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Dugaan Indonesia hingga membatalkan pengiriman jamaah calon haji itu karena Indonesia tidak termasuk 11 negara yang pesawatnya boleh mendarat di Arab Saudi.
Setelah berita pembatalan ibadah haji bagi warga negara Indonesia tersebut, Duta Besar Arab Saudi segera mengeluarkan bantahan. Duta Besar Negara Penjaga Dua Masjid Kota Suci itu mengatakan bahwa hingga saat ini pemerintah Arab Saudi belum mengeluarkan informasi mengenai masalah kuota haji bagi Indonesia. Bantahan ini pun segera menimbulkan spekulasi yang muncul dari masyarakat terhadap pemerintah Indonesia. Tetapi bagi Indonesia tidak keluarnya jumlah kuota jamaah haji Indonesia merupakan masalah besar dan berentetan dengan penyelenggaraan ibadah haji.
Spekulasi yang kencang menyebar adalah tuduhan yang menyebutkan dana haji yang Rp150 triliun sudah dipinjam” pemerintah untuk melaksanakan dan membiayai proyek-proyek yang lain. Tuduhan ini wajar-wajar saja, karena Indonesia sedang diterpa defisit anggaran, menyusul dampak wabah Covid-19 yang mematikan segala sektor kehidupan. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana, pengangguran bertambah, tindakan kriminal meningkat karena warga sudah putus asa mau hidup dan memperoleh biaya hidup dari mana.
Tudingan masyarakat terhadap ”peminjaman” dana haji tersebut langsung ditangkis oleh Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy.
“Dana haji aman,” kata Muhadjir Effendy seperti ditayangkan sejumlah stasion TV beberapa waktu yang lalu.
Berkaitan dengan masalah dana haji ini dan membuktikan apa yang dikemukakan Menteri PMK Muhadjir Effendy mungkin menarik disimak agar ada pemahaman yang jelas bagi masyarakat penjelasan dari Dr.Hamid Paddu, M.A., salah seorang anggota Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Indonesia yang dirilis sahabat Chairil melalu jejaring whatsapp (WA) Grup “Pedoman Rakyat” (PR) Makassar.
Menurut Hamid Paddu, dana haji yang ada per Maret 2021 sebesar :Rp 149.15 triliun sangat aman. Dana tersebut berada pada Perbankan Syariah sebanyak 33% dan di Investasi Syariah (sebesar 67%) dalam bentuk Surat berharga syariah Negara dan Korporasi, Investasi syariah lainnya, dan emas. Nilai manfaat (keuntungan) dari pengelolaan dana tersebut pada tahun 2020 sebesar Rp 7 triliun dan seluruhnya akan digunakan untuk mencukupkan biaya haji yang berangkat dan sebagiannya masuk ke rekening jamaah tunggu.
Calon jemaah haji menyetor dana setoran awal Rp 25 juta. Ini yang dikelala BPKH, yang totalnya saat ini sudah Rp 149.15 triliun itu Sekitar 10 juta untuk setoran lunas (bagi jemaah yg akan berangkat). Dengan demikian total dana jemaah (yang sudah mau berangkat) adalah sekitar Rp 35 juta. Dan biaya penyelenggaraan haji (tahun 2019 : sekitar 72 juta per jamaah). Kekurangannya sekitar 35 juta berasal dari keuntungan dana haji yang dikelola (Rp 7 triliun tsb). Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BIPIH) Rp 72 jt bersumber dari Rp 35 juta yang dibayar jamaah × 35 jt (dari hsl keuntungan pengelolalaan dana haji).
Setiap tahun (perintah UU) BPKH harus menjamin tersedia dana yang likuid (siap cair) untuk digunakan pemberangkatan haji (rata-rata setiap tahun Kemenag membutuhkan Rp 14 triliun untuk pemberangkatan 210 ribu jamaah). Saat ini BPKH tersedia Rp 45 triliun dana yang likuid untuk siap digunakan pemberangkatan haji (sekitar 3 x kebutuhan pemberangkatan).
Karena tahun ini tidak ada pemberangkatan haji Indonesia (yang sampai hari ini Arab Saudi belum memberikan kuota haji untuk seluruh dunia). Namun waktunya sudah sangat sedikit (kurang dari 30 hari) sehingg tidak cukup waktu lagi untuk pemberangkatan.
“Inshaa Allah dana haji sangat aman. Tiap tahun diAudit BPK (dan Alhamdulillah sudah 3 tahun dapat WTP),” kata Hamid Paddu yang juga dosen Unhas tersebut.
Kata Hamid Paddu, berita informasi bahwa dana haji digunakan untuk infrastruktur tidak benar. Berita bahwa Kemenag ada utang akomodasi juga tidak benar (sudah dijawab oleh Dirjen Haji).
Keputusan pemerintah tidak memberangkatkan jamaah haji tahun ini (tentu sesuai dengan perhitungan kebutuhan waktu yang dibutuhkan untuk proses pemberangkatan yang sudah tidak mencukupi, andai pun dapat kuota misalnya hanya 5%. Yang waktunya sudah kurang dari 30 hari dari penutupan hari terakhir bandara dalam musim haji). Yang sampai hari Pemerintah Saudi belum mengumumkan kuota haji untuk seluruh negara di dunia.
“Semoga informasi ini dapat menghindarkan kita semua dari kesalah pahaman,” kunci Hamid Paddu.
Menyimak dua informasi inti tersebut, yakni masalah pembatalan pemberangkatan jamaah haji dan masalah dana haji, menjadi pertanyaan, bagaimana informasi ini kemudian disampaikan seperti itu. Alasan pembatalan pemberangkatan jamaah haji tersebut apakah bukan merupakan sebuah rumor, isu, untuk tidak mengatakan “hoax”? Isu lain, soal “utang” Indonesia ke Arab Saudi berkaitan dengan penyelenggaraan ibadah haji. Informasi ini pun belum valid karena merupakan perkiraan yang dikait-kaitkan dengan pembatalan pengiriman jamaah haji itu.
Menurut hemat saya, pemerintah buru-buru memutuskan pembatalan pemberangkatan jamaah haji tanpa mengonfirmasi lebih dulu kepada pemerintah Arab Saudi mengenai tentang penyelenggaraan jamaah haji tahun 2021 terkait beberapa hal. Pertama, pemerintah Arab Saudi telah merilis mengenai adanya hanya 11 negara yang pesawatnya dapat terbang ke Arab Saudi. Dari 11 negara tersebut, Indonesia tidak termasuk di dalamnya.
Simpulan awam sangat jelas dari informasi tersebut. Bagaimana mau mengirimkan jamaah calon haji, pesawat dari Indonesia saja tidak boleh mendarat di Arab Saudi. Ini persoalan mendasar yang dihadapi dipemerintah. Oleh sebab itu, hingga saat ini pemerintah belum mengambil langkah berjaga-jaga menghadapi penyelenggaraan ibadah haji itu dengan tidak adanya kepastian informasi mengenai penyelenggaraan ibadah haji dari Pemerintah Arab Saudi.
Pemerintah Indonesia terpaksa membatalkan pengiriman jamaah haji karena selain tidak adanya informasi resmi dari Pemerintah Arab Saudi, juga tidak cukup waktu mempersiapkan pemberangkatan jamaah haji. Puncak haji dilaksanakan 20 Juli 2021, sementara kita sekarang ini sudah berada pada pada menjelang paruh bulan Juni. Biasanya pemberangkatan jamaah haji dilakukan sudah berjalan minimal satu bulan sebelum hari wukuf di Arafah. Sekarang, jangankan berbicara soal pemberangkatan, kepastian saja belum ada.
Di tengah belum ada kepastian penyelenggaraan ibadah haji dan sempitnya waktu, masih banyak kerja-kerja tambahan yang dilakukan Kementerian Agama selaku pemegang domain penyelenggaraan haji. Mulai persoalan menetapkan kuota Indonesia yang boleh mendapat jatah menunaikan ibadah haji. Membagi kuota tersebut tidak mudah kepada 34 provinsi. Kuota harus dibagi rata lagi ke 415 kabupaten, 93 kota, dan 5 kota administratif. Pembagian kuota secara berjenjang yang “ribet” ini tidak mudah bagi sebuah negara seperti Indonesia yang terdiri atas belasan ribu pulau.
Lalu ada ada pekerjaan pengurusan masalah kesehatan vaksinasi yang mungkin saja masih ada yang belum menerimanya. Ini persoalan baru karena vaksin kedua memiliki jangka waktu tertentu setelah pemberian vaksin yang pertama. Masalah ini tambah “ribet” pula saat persediaan vaksin masih terbatas,
Pekerjaan lain yang sangat menentukan adalah penerbitan visa yang memerlukan kerja sama yang baik dengan Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta. Pelayanan penerbitan visa tentu disesuaikan dengan berapa lama limit waktu yang tersedia dan jumlah jamaah yang dilayani.
Kerja-kerja lain, transportasi. Saya tidak paham tentang yang ini, yang jelas tradisi Indonesia selalu menyewa pesawat berbadan besar dari negara lain. Biasanya dari Belanda. Ini juga memakan waktu yang lama, belum lagi bagaimana memenej jamaah di tengah situasi tidak normal, wabah Covid-19.
Jadi, saya kira, berdasarkan permasalahan-permasalahan inilah akhirnya pemerintah memutuskan membatalkan memberangkatkan jamaah haji. Ya, dua kali dalam sejarah penyelenggaraan ibadah haji. Yang pertama pada tahun 2020 karena wabah Covid-19 dan pada tahun 2021 juga karena wabah Covid-19 dan alasan-alasan lain yang kita tidak ketahui. Dan kesimpangsiuran informasi mengenai masalah dana haji pun terjawab. Wassalam.
*Penulis, Wartawan Senior, Akademisi, Penulis Buku, Putra Bima dan Tinggal di Makassar