Kota Bima, Kahaba.- Setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) anggaran Rp 10 miliar untuk Masjid Agung Al Muwahiddin, Pimpinan DPRD Kota Bima berkonsultasi dengan BPKP Mataram, beberapa hari lalu. (Baca. Hasil RDP, Dana Masjid Agung dan Dana Wirausaha Tidak Bisa Dicairkan Tahun 2019)
Wakil Ketua DPRD Kota Bima Syamsurih mengatakan, pertemuan dengan kepala BPKP dalam rangka konsultasi hasil RDP dengan sejumlah pejabat di OPD terkait tentang dana Rp 10 Miliar untuk Masjid Agung Al Muwahiddin Bima yang hingga saat ini belum terealisasi.
“Saya menyampaikan semua hasil RPD, hibah dari yayasan masjid ke Pemerintah Kota Bima. Termasuk soal anggaran itu yang tidak bisa digunakan pada tahun 2019,” ungkap Syamsurih, Kamis (24/10).
Diakuinya, pada pertemuan itu Kepala BPKP meminta agar memperjelas proses hibah. Prosesnya dari mana kemana, legal standing nya harus taat terhadap aturan termasuk peraturan dalam negeri.
“Disampaikan oleh BPKP syarat-syarat hibah, apakah sudah terpenuhi atau belum. Karena baru berita acara penyerahan, maka AKTE hibah dan surat perjanjian hibah semua harus dilengkapi, baru bisa dilaksanakan kegiatan,” ungkapnya.
Diakui Syamsurih, karena hibah menurut BPKP perlu juga dilakukan uji kelayakan dari lembaga atau badan yang memiliki kapasitas dan kapabilitas. Ia pun menyampaikan bahwa itu sudah dilakukan oleh Unram, namun sampai hari ini belum diketahui apa hasilnya.
“BPKP menyarankan hasil dari Unram itu harus disiapkan, agar pada saat ekspose pertemuan antara BPKP dan Walikota, dokumen-dokumen itu sudah ada,” terangnya.
Ia menjelaskan, hari ini pemerintah eksekutif dan legislatif serta masyarakat punya keinginan dan niat yang sama, bagaimana proses pembangunan masjid Agung Al Muwahiddin ini bisa cepat dikerjakan. Namun, tetap terkendala sejumlah syarat yang utama.
Syamsurih juga mengakui, BPKP selama ini belum melakukan audit, karena memang selama ini BPKP tidak pernah diundang dan dilibatkan.
“Apa dasarnya BPKP mau melakukan audit, sementara pemerintah ini tidak mengundang,” tukasnya.
*Kahaba-01