Kabar Bima

Dewan Segel Ruangan Sekwan, Hazairin: Ini Menampar Kewibawaan Pemerintah

379
×

Dewan Segel Ruangan Sekwan, Hazairin: Ini Menampar Kewibawaan Pemerintah

Sebarkan artikel ini

Kabupaten Bima, Kahaba.- Insiden penyegelan ruangan Sekwan dan ruangan Bagian Keuangan DPRD Kabupaten Bima, menghentak waktu siang Rabu kemarin. Bagaimana tidak, Mungkin baru pertama kali terjadi di Bima, sejumlah wakil rakyat ribut dan melampiaskan amarah mereka karena persoalan tidak transparannya kelola anggaran perjalanan dinas. (Baca. Kucing-Kucingan SPPD, Dewan Segel Ruang Keuangan Sekretariat)

Dewan Segel Ruangan Sekwan, Hazairin: Ini Menampar Kewibawaan Pemerintah - Kabar Harian Bima
Hazairin A Rasul, Aktivis 98 dan Penulis Buku Nurani Keadilan. Foto: Ist

Sesaat peristiwa itu terjadi, aksi anggota dewan tersebut menyebar luas dan menjadi konsumsi publik. Beragam sudut pandang pun disampaikan, pun menyangkut sorotan tentang lembaga dimaksud yang seperti kehilangan marwah.

Seperti yang disampaikan oleh penulis buku dan pemerhati pemerintah daerah Hazairin A Rasul. Menurut pria asli Bima yang berdomisili di Jakarta itu, penyegelan institusi pemerintah oleh anggota dewan itu hanya bisa terjadi karena pemerintah tidak punya kewibawaan. Demonstran yang melampiaskan gairah idealisme karena benturan dengan rezim despotik dalam situasi abnormal, penegak hukum yang mengamankan TKP, pelaku penyegelan adalah orang yang diduga kuat pelaku kriminal.

“Yang diduga kriminal adalah perbuatan, dan perbuatan itu dipertanggungjawabkan oleh pelaku yang diduga sebagai kriminal.
Pelaku yang diduga kriminal harus subyek hukum, karena ia dibebani hak dan kewajiban. Subyek hukum itu bisa orang dalam arti manusia dan orang dalam pengertian badan hukum,” jelasnya, Kamis (7/11).

Tetapi kata Hazairin, ada orang yang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban kendati ia melakukan perbuatan melawan hukum. Seperti anak di bawah umur dan orang gila. Itupun kegilaannya harus dibuktikan secara medis atas permintaan penegak hukum.

Bagaimana jika pelaku adalah penyelenggara negara? Berarti ia juga merupakan satu kesatuan sistem penyelenggara pemerintahan yang derajatnya sama tidak punya kewibawaan. Bisakah dituntut pertanggungjawaban? Bisa, baik secara hukum maupun pertanggungjawaban secara etis.

“Kapan terjadi pertanggungjawaban hukum yakni ketika terjadi kerusakan atas barang yang ia segel. Dalam hukum pidana materil dapat dijerat dengan sangkaan pasal pengrusakan,” katanya.

Kemudian pertanggungjawaban etisnya, mekanisme internal yang bekerja dengan mengacu pada pedoman etik dan tata tertib internal yang sudah mendapatkan pengesahan. Lalu, jika perbuatan penyegelan itu dilakukan oleh anggota DPRD, tidak bisa disebut kriminal sepanjang tidak membawa dampak kerusakan atas benda atau barang yang ia segel. DPRD dalam UU mempunyai hak imunitas dalam menjalankan tugas.

Menurut Hazairin, dalam video pembicaraan Edy Mukhlis yang tersebar bahwa penyegelan itu dilakukan untuk menuntut tranparansi pengelolaan keuangan di Setwan. Jika pernyataan Edy benar, maka positif yang Edy lakukan sepanjang tuntas dan membuat terang benderang pengelolaan keuangan Setwan yang transparan dan akuntabel.

“Uang di Setwan adalah uang rakyat. Rakyat berhak tahu soal itu,” tegasnya.

Kepada Sekwan juga ia menyarankan harus bicara, jangan diam. Jelaskan duduk persoalan secara terang dan bertanggungjawab. Benarkah pengelolaan dan penggunaan keuangan publik di Setwan tidak transparan dan sarat penyimpangan yang berpotensi korup sebagaimana yang dibahasakan Edy Mukhlis.

Jika benar ada penyimpangan, berarti Edy telah memilih peran yang sangat bagus sebagai “WIBSTERBLOWER” untuk menegakkan hak-hak pengelolaan dan penggunaan keuangan publik yang transparan dan taat asas.

Edi pun kata dia, sebaiknya menyerahkan dokumen ke Kejaksaan setempat, agar Jaksa melakukan penyelidikan secara menyeluruh dan anggota DPRD yang pro pemerintahan yang bersih dan berwibawa bisa melakukan pengawasan melekat, sesuai dengan kapasitas kedewanan yang diamanahkan oleh UU.

Pada sisi lain tambah Hazairin, implikasi lain penyegelan itu yakni menampar kewibawaan Kepala Daerah selaku penguasa pengguna anggaran, menampar kewibawaan Sekwan selaku pengguna anggaran, menampar kewibawaan Sekda selaku pengendali administrasi dan manajemen pemerintahan serta menampar kewibawaan unsur Pimpinan DPRD.

“Tetapi secara moral rakyat Bima yang dirugikan ketika peristiwa penyegelan itu memicu sentimen negatif pasar yang luas,” ungkapnya.

*Kahaba-01