Kota Bima, Kahaba.- Di Kota Bima, nongkrong di kedai kopi lagi marak – maraknya. Asik saja, berada di tengah – tengah kerumunan para penikmat kopi, ngobrol dan berbicara banyak hal. Selain itu, akan banyak kenalan baru saat menikmati kopi hangat asli daerah.
Jika kita berada di seputaran Lapangan Serasuba Kota Bima, tidak sulit untuk menemukan tempat ngopi. Sebab, di sekeliling lapangan itu berjejer pedagang yang menyiapkan kopi. Tapi, kedai kopi sederhana milik Aris Munandar (33), patut untuk dicoba. Racikan Kopi Tambora nya, bikin ketagihan dan tak ingin segera beranjak.
Yap, beberapa tahun yang lalu Aris mencoba berdikari. Setelah sempat menjadi karyawan di kedai kopi milik orang lain, ia pun membuka usaha sendiri. Pria yang masih bujang itu membuka usaha kopinya di sebelah utara Lapangan Serasuba. Berada di bagian belakang dari berjejernya lapak pedagang lain.
Meski berada di tempat yang tidak begitu terang, tapi kedai kopi milik Aris yang di brand Dinasty Kahawa tersebut digandrungi anak muda. Dalam sehari, bisa sampai ratusan orang. Ia pun bisa mengumpulkan receh hingga ratusan ribu dalam satu malam.
Saat disambangi media ini beberapa hari lalu, pria yang punya badan super hemat itu mulai bercerita. Kata dia, selepas dari karyawan di kedai orang lain. Ia dan temannya mulai membuka Dinasty Kahawa. Karena banjir bandang yang menerjang Kota Bima akhir tahun 2016, membuat usahanya sempat terhenti.
Namun Aris tak patah arang, dengan modal semangat dan sedikit uang yang tersisa di saku, dia kembali membuka kedai tersebut. Ia memulai sendiri, dan tetap menaruh keyakinan, jika racikan kopinya tetap digandrungi kawula muda.
“Awal – awalnya sepi. Alhamdulillah sekarang sudah mulai ramai. Saya buka pukul 19.00 – 02.00 Wita. Sepanjang malam tetap ramai. Yang datang bisa sampai ratusan orang. Pengunjung datang dan pergi. Yang paling ramai itu malam Sabtu dan malam Minggu,” tuturnya.
Aris mengakui, yang datang banyak dari anak muda. Beragam komunitas. Mulai dari mahasiswa, anak motor sampai elit politik datang dan menikmati kopinya.
“Omset sehari bisa capai Rp 500 ribu,” sebutnya.
Kata pria yang sering memakai topi itu, dirinya hanya menjual kopi Tambora jenis Robusta. Pengunjung tinggal memilih apa mau diracik yang hitam, atau yang cream. Namun kebanyakan, pengunjung lebih banyak memilih dibuatkan yang hitam.
Ditanya kenapa tidak menjual kopi jenis lain, Aris menjawab masih sulit didapatkan. Tapi untuk Kopi Tambora jenis Robusta, dirinya langsung dapat dari petani Kopi Tambora. Karena sudah memiliki jaringan, kopi tetap bisa disuplai oleh petani setempat.
“Kami tidak mau menjual kopi sasetan. Kopi murni saja, lebih sehat untuk dikonsumsi,” katanya.
Sepanjang malam Aris hanya ditemani oleh satu orang karyawan. Kendati pengunjung banyak, tetap bisa memberikan pelayanan terbaik. Buktinya, pengunjung yang pernah datang, akan datang kembali membawa teman – temannya. Hanya sekedar duduk ngobrol menghabiskan malam.
“Selama ini sih tidak ada kendala, usaha saya berjalan baik,” tuturnya.
Ditanya lagi apa tidak khawatir dan tersaingi dengan semakin banyaknya kedai kopi di Kota Bima? pria yang berdomisili di Lingkungan Tolobali Kelurahan Sarae itu mengaku tidak. Malah menjadi motivasi tersendiri untuk bisa meracik kopi lebih baik lagi.
*Kahaba-01