Kota Bima, Kahaba.- Membaca pemberitaan di media beberapa hari terakhir, menggelitik dan sangat memalukan (Baca. Seorang Pelajar Diduga Cabuli Dua Siswi). Merasa tidak habis pikir, dunia pendidikan dan akhlak generasi semakin parah. Sumpah pemuda di tanggal 28 Oktober Tahun ini, seolah dihadiahkan dengan kado tentang generasi porno.
Demikian menurut Wakil Ketua Bidang Keagamaan, Seni, Budaya dan Pariwisata DPD II KNPI Kota Bima, Musthofa Umar. Bagaimana tidak, di saat pemuda akan memperingati Hari Sumpah Pemuda ke 86, di Kotya Bima justru dikejutkan dengan tindakan asusila, cabul, amoral dari siswa dan siswi yang notabene generasi muda bangsa. lebih-lebih ini dilakukan oleh siswi yang ‘katanya’ sekolah agama.
Menurut dia, dalam pikiran semua orang, siswi yang pengetahuan tentang agamanya jauh lebih banyak dari pada yang tidak sekolah agama. Namun masalah seperti itu, orang tua selalu menjadi kambing hitam. Padahal seorang anak di sekolahkan orang tuanya, karena mereka tidak merasa mampu untuk memberikan pengetahuan moral, agama, akhlak dan kebaikan pada anak-anak mereka.
“Jika masalah teledor, harusnya sekolah mengambil sikap, bagaimana menjembatanai orang tua dan siswa dalam mendidik, memelihara dan memberikan perhatian anak-anak mereka setelah tiba di rumah,” ujarnya.
Kata dia, Generasi Porno, mungkin kalimat itu yang bisa disematkan pada generasi-generasi saat ini. Tidak sekali ini saja, kasus asusila yang melibatkan siswa-siswi. Berkali-kali namun tanpa ada inisiatif bagi pendidik untuk melakukan terobosan-terobosan dalam hal mencegah sedini mungkin kemungkinan yang terjadi.
Pergaulan bebas, internet, TV, lingkungan adalah celah-celah yang sudah terbaca oleh sekolah. Tinggal bagaimana sekarang sekolah mengoptimalkan fungsi-fungsi media itu yang baik dan benar, agar bisa bermanfaat bagi siswa bukannya merusak atau menjerumuskan.
“Ada yang salah dalam manajemen sekolah. Sehingga siswi dan siswa seenaknya melakukan adegan selayaknya suami istri. Belum lagi kasus ini, satu cowok dengan dua cewek sekaligus, bahkan satu sekolah,” sorotnya.
Selain kasus asusila, juga kasus tidak menghargai cinta pada satu pasangan. Hanya menganggap pacaran adalah kencan, memuaskan nafsu libido, lalu berganti pada yang lain. Perempuan pun hanya ia-ia saja jika yang melirik berparas ganteng dan berduit, tanpa mengetahui apa dibalik rayuan mautnya.
“Inilah keadaan siswa-siswi kita, generasi muda yang harusnya kita berharap lebih baik dari kita saat ini,” katanya.
Karena yang akan mereka hadapi adalah dunia yang lain setelah ini, dunia semakin global tentu amunisi yang disiapkanpun dari sekolah harusnya berbeda, tidak tradisional, kolot, dan ketinggalan zaman.
Apa yang dulu dipahami mereka (guru) adalah baik, belum tentu saat ini bisa dilakukan. Maka dari itu, harusnya guru dan sekolah mencari format pendidikan yang berbeda untuk menjawab tantangan zaman yang berbeda pula.
*Erde