Hukum & Kriminal

Jawaban Kominfotik, Ahyar Enggan Berdamai, Sekda Kota Bima Serahkan Proses Hukum ke Polda

749
×

Jawaban Kominfotik, Ahyar Enggan Berdamai, Sekda Kota Bima Serahkan Proses Hukum ke Polda

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Pemerintah Kota Bima melalui juru bicaranya Kepala Dinas Kominfotik H Mahfud menyampaikan klarifikasi, terkait dipanggilnya Sekda Kota Bima H Mukhtar Landa oleh Polda tentang proses hukum kasus Blok 70. (Baca. Ahyar dan Sekda Dipanggil Polda, Kasus Blok 70 Tinggal Gelar Perkara

Jawaban Kominfotik, Ahyar Enggan Berdamai, Sekda Kota Bima Serahkan Proses Hukum ke Polda - Kabar Harian Bima
Ahyar dan Sekda Kota Bima saat menghadiri panggilan Polda NTB. Foto: Ist

Melalui siaran persnya, Mahfud mengakui Kamis kemarin Sekda dipanggil kembali untuk ketiga kalinya oleh Polda NTB, tentang laporan Ahyar dugaan terjadinya tindak pidana pencurian secara bersama-sama, dan kekerasan terhadap orang atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 KUHP dan atau Pasal 170 KUHP ditandatangani Direskrimum Polda NTB.

“Sekda NTB hadir di Polda NTB sekitar pukul 10.00 Wita, didampingi Kabag Hukum Kota Bima Dedi Irawan,” ujarnya, Jumat 10 Maret 2023.

Pada pertemuan dengan pihak Polda NTB diakuinya, tidak terjadi perdamaian, karena pihak Ahyar tetap menuntut untuk memproses laporannya dan menghukum pihak-pihak yang terlibat.

“Sekda Kota Bima juga menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Bima menyerahkan pada Polda NTB untuk proses hukum,” katanya.

Mahfud mengulas, sebagaimana diberitakan sebelumnya bahwa Ahyar keberatan atas tindakan Pol PP Kota Bima yang menertibkan beberapa berugak dan pagar yang dibangun di atas Tanah Pemerintah Kota Bima, dan diklaim Ahyar dari warisan.

Di sisi lain Pemerintah Kota Bima memperoleh tanah tersebut dari penyerahan aset dari Pemerintah Kabupaten Bima pada tahun 2006 berdasarkan perintah UU Nomor 13 tahun 2002 tentang Pemerintah Kota Bima.

Kmudian berdasarkan data yang ada bahwa, sebelum diserahkan pada Pemerintah Kota Bima tanah tersebut diperoleh Pemerintah Kabupaten Bima melalui Tukar Guling dengan pemilik  tanah atas nama Maman Anwar pada Tahun 1998, dengan tanah milik Pemerintah Kabupaten Bima di Desa Sakuru Kecamatan Monta, dengan luas lahan 53 Hektar.

“Lalu tanah di Sakuru tersebut sudah dijual Maman Anwar dan bukti-buktinya ada pada Pemerintah Kota Bima,” ungkapnya.

Berkaitan dengan dugaan pencurian dan pengrusakan sebagaimana undangan klarifikasi dari Polda tersebut, Kabag Hukum Kota Bima juga menyampaikan bahwa dalam setiap delik atau perbuatan seseorang, harus dipilah-pilah dulu apakah seseorang sebagai subyek hukum itu dapat bertanggungjawab secara pidana atau tidak.

Sebab di dalam KUHP itu ada istilah alasan pemaaf dan alasan pembenar, salah satunya alasan pembenar orang tidak boleh dipidana adalah karena melaksanakan ketentuan perundang-undangan, sebagaimana Pasal 50 KUHP yang menyatakan orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang undang, tidak boleh dipidana.

Dalam hal ini, fakta di Lapangan bahwa Pol PP Pemerintah Kota Bima melakukan tindakan penertiban atas bangunan dan pagar yang dibangun Ahyar, di atas tanah yang merupakan Aset Pemerintah Kota Bima.

“Tindakan tersebut dilakukan untuk mengamankan Aset Daerah dan itu tindakan yang sah berdasarkan Undang-undang. Uni merupakan alasan pembenar sebagaimana Pasal 50 KUHP,” paparnya.

Menjawab pernyataan Ahyar bahwa pihak Polda menyampaikan, kasus tersebut telah matang dan tinggal menetapkan siapa yang bertanggungjawab secara pidana, namun menurut Kabag Hukum Kota Bima, pihaknya percaya pada Polda NTB tentu tidak akan gegabah dalam menyikapi atau menyimpulkan tindakan yang dilakukan oleh Pol PP tersebut, karena hal itu telah sesuai prosedur.

Untuk diketahui juga, penertiban tersebut dilakukan dengan adanya somasi terlebih dahulu, namun oleh karena tidak ada respon dari pihak pelapor selanjutnya dilakukan penertiban. Penertiban tersebut pun dilakukan berdasarkan surat perintah yang dikeluarkan berdasarkan hasil rapat.

Kabag Hukum berharap Polda NTB segera menentukan status kasus tersebut, oleh karena penanganannya sudah berjalan 1 tahun. Sampai sekarang aparat Pol PP tidak berani dan trauma untuk melakukan penertiban terhadap beberapa masyarakat yang saat ini sudah mulai lagi mendirikan bangunan disekitar Amahami, karena belum adanya kepastian hukum.

*Kahaba-01