Kabupaten Bima, Kahaba.- Bupati Bima H Indah Dhamayanti Putri mengeluarkan surat edaran tentang larangan joki cilik dalam pacuan kuda. Terbitnya surat edaran tersebut mendapatkan reaksi dari Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Kabupaten Bima.
PJ Ketua Pordasi Kabupaten Bima M Irfan menyampaikan, harusnya ada kajian secara ilmiah sebelum OPD terkait menyodorkan surat edaran untuk ditandatangani Bupati Bima. Baik dari aspek Budaya, Olahraga dan Ekonomi.
“Larangan sesuai surat edaran tersebut bukan persoalan kecil. Tapi ada ribuan orang berkecimpung dalam olahraga kuda pacu,” sesalnya, Senin (18/7).
Ia menjelaskan, ada 3 aspek yang harus dipahami oleh pemerintah daerah terkait keberlangsungan olahraga pacuan kuda, yaitu dari sisi olahraga, Ekonomi dan Budaya. Sementara kuda pacu bagian dari olahraga, sesuai AD ART terbaru Pordasi pusat ada komisi pacu tradisional.
“Jelas joki-joki usia anak-anak akan menjadi cikal bakal menjadi joki profesional dan ini sudah disepakati pembinaan sejak usia dini,” terangnya.
Odu sapaan akrabnya menambahkan, dalam olahraga kuda pacu ada 6 kelas, misalnya kelas TK A itu usia kuda 1 sampai 2, tahun dengan tinggi 110 cm, apa iya kuda usia muda dinaiki oleh orang usia di atas 18 tahun.
Kemudian ada kuda pacu kelas D, tinggi 130 cm. Ini disepakati untuk digunakan usia remaja. Masalah itu pun sudah disampaikan dan dipaparkan saat pertemuan bersama LPA dan pemerintahan daerah sebelumnya.
“Joki cilik juga bagian dari kerja Pordasi memberikan pembinaan dan pelatihan bagi joki sejak usia dini, sehingga kedepan bisa jadi joki profesi,” katanya.
Dari aspek lain sambungnya, pada sisi ekonomi ada ribuan orang terlibat olahraga kuda pacu, termasuk ribuan tenaga kerja menggelutinya. Bayangkan jika ada larangan seperti saat ini, tentu akan memunculkan gejolak.
“Ada lapangan pekerjaan kita buka, kita gaji bayangkan ada Rp 2 juta sampai Rp 5 juta tergantung jumlah kuda dirawat,” ungkapnya.
Dari sisi budaya jelas pacuan kuda sudah jadi tradisi orang Bima khususnya dan pulau Sumbawa umumnya, dengan ciri khas jokinya hari ini.
Oleh karena itu pihaknya sangat menyesalkan ketika Judul Surat Edaran diterbitkan itu sangat miris duluan ketika mengatakan joki cilik mengatakan eksplorasi anak.
Konotasi bahasa Indonesia tak ada memposisikan cilik, yang ada balita, anak, remaja, dewasa dan tua, jadi judulnya sangat tak sinkron.
Menanggapi telah terbitnya Surat Edaran? Irfan mengaku saat ini sedang lakukan konsolidasi dengan seluruh pecinta kuda, Pordasi seluruh NTB dan pusat.
Termasuk akan bertemu dengan Bupati Bima meminta agar Surat Edaran dievakuasi dan mencari solusi terbaik bagi kelangsungan olahraga kuda pacu kedepannya.
“Kami minta Bupati Bima melakukan audensi terbuka dengan Pordasi dan pecinta Kuda di Kabupaten Bima,” pintanya.
Sementara itu, Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Kabupaten Bima Suryadin menjelaskan, setelah diterbitkannya Surat Edaran Bupati Bima Nomor:709/036/05/2022 tentang Joki Cilik Bagian Dari Eksploitasi Anak, hal tersebut disampaikan dalam upaya pemenuhan hak anak sebagai penjabaran amanat Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 dan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bima nomor 5 tahun 2019 tentang pemberdayaan perempuan dan anak.
“Pemerintah daerah berupaya untuk memenuhi hak anak tersebut sebagai wujud komitmen pelaksanaan Kabupaten Layak Anak,” jelasnya
Namun demikian, perlu dipahami bahwa surat edaran ini merupakan kebijakan yang sifatnya sementara, mengingat saat ini Pemerintah Kabupaten Bima melalui DP3AP2KB, BAPPEDA, Lembaga Perlindungan Anak (LPA), PORDASI dan instansi terkait lainnya tengah merumuskan regulasi dalam bentuk pedoman peraturan perundangan yang mengatur tentang perizinan, standarisasi, prosesur penyelenggaraan pacuan kuda tradisional.
“Regulasi ini di satu sisi menjamin perlindungan hak anak dari eksploitasi dan pada sisi lain mengakomodasi aspek sosial dan budaya penyelenggaraan pacuan kuda di Kabupaten Bima,” paparnya.
Menurut dia, cakupan regulasi tersebut nantinya mencakup kewajiban para pihak (stakeholder) baik pihak penyelenggara pacuan kuda, DP3AP2KB, Dikbudpora, Dinas Kesehatan, PORDASI, LPA dan instansi terkait lainnya untuk berkomitmen dan bertanggung jawab dalam seluruh tahapan penyelenggaraan pacuan kuda.
Kewajiban tersebut antara lain, Pihak penyelenggara menyediakan data base joki dan melaporkan kepada Bupati Bima Cq. Dinas Dikbudpora Kabupaten Bima. Mewajibkan panitia menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap sesuai standar untuk joki dan supervisi penyelenggaraan latihan joki di luar jam sekolah.
“Regulasi ini juga memastikan terpenuhinya hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dengan menyediakan sarana sekolah di tepi arena saat event berlangsung dan penyediaan Posko kesehatan dan tenaga medis untuk mengantisipasi jatuhnya korban,” Ungkapnya
Kemudian dalam jangka panjang sambungnya, aturan itu mengamanatkan pentingnya menyelenggarakan Sekolah Joki (Sertifikat Joki dan Kuda) sebagai syarat lomba, Peralihan usia joki secara bertahap, peralihan kelas kuda yang dilombakan, memberikan BPJS Kesehatan bagi Joki Anak, Adanya regulasi dan aturan yang jelas terkait pengelompokan usia dan spesifikasi dari umur 8 s/d 10 tahun.
OPD terkait melakukan pendampingan ekonomi kreatif bagi keluarga joki melalui program Si kupu-kupu dan program pendukung lainnya, supervisi penyelanggaraan latihan joki di luar jam sekolah dan supervisi penyelanggaraan sekolah tepi arena. serta supervisi penyediaan posko kesehatan dan tenaga medis.
Masukan dari para pemerhati hak-hak anak dan pecinta olah raga berkuda tradisional akan menjadi masukan yang penting untuk memperkaya materi rancangan produk hukum tersebut.
*Kahaba-05