Nasional

Kurikulum Baru, Harus Bisa Meredakan Kekerasan Simbolik

270
×

Kurikulum Baru, Harus Bisa Meredakan Kekerasan Simbolik

Sebarkan artikel ini

Jakarta, Kahaba.- Pemberlakuan kurikulum pendidikan nasional harus mampu menciptakan suasana yang nyaman bagi para peserta didik. Harapan tersebut, tentunya menjadi bagian dari tujuan pendidikan itu sendiri.

Kurikulum Baru, Harus Bisa Meredakan Kekerasan Simbolik - Kabar Harian Bima
Ilustrasi

Lody Paat, yang merupakan pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menilai pemberlakuan kurikulum pendidikan nasional yang tidak sesuai harapan bisa menjadi salah satu bentuk kekerasan simbolik. Pasalnya, kurikulum seperti pengetahuan kelompok tertentu yang dipaksakan untuk ditanam di kelompok lain.

Kurikulum Baru, Harus Bisa Meredakan Kekerasan Simbolik - Kabar Harian Bima

Seperti yang dilansir Kompas.com, bagi Lody Paat, ada tiga bentuk kekerasan, yaitu kekerasan psikis, kekerasan fisik, dan kekerasan simbolik. Kekerasan fisik dan psikis di dunia pendidikan sudah terjadi di awal mulainya peserta didik memasuki jenjang pendidikan yang baru, baik itu pada masa orientasi siswa di sekolah ataupun ospek di jenjang pendidikan tinggi. “Inilah yang harus dipahami betul para pembuat kebijakan di dunia pendidikan. Kurikulum memang perlu, tetapi tak bisa dipatok seluruhnya dari pusat,” ungkapnya.

“Ada kekerasan simbolik dalam kurikulum saat kelompok tertentu memaksakan pengetahuannya pada kelompok lain, misalnya anak-anak di Papua yang dipaksa mempelajari Pangeran Diponegoro tetapi tak disuguhi pengetahuan mengenai pahlawan di daerahnya,” ujarnya, Kamis (4/10/2012).

“Inilah yang harus dipahami betul para pembuat kebijakan di dunia pendidikan. Kurikulum memang perlu, tetapi tak bisa dipatok seluruhnya dari pusat,” tandasnya.

Beberapa waktu sebelumnya, Lody juga sangat getol mengkritisi rencana pemerintah yang sedang melakukan evaluasi dan akan merombak kurikulum pendidikan nasional. Dirinya menyarankan agar pemerintah melakukan atas dasar riset jelas, dan tetap memberikan hak yang cukup pada seluruh sekolah untuk dapat menyusun kurikulum pendidikannya secara otonom. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan dampak lebih nyata karena disesuaikan dengan karakteristik daerah dan pseserta didik.

Sementara itu, kurikulum pendidikan nasional yang diterbitkan pemerintah pusat hanya bersifat sebagai acuan umum saja. Pemerintah sendiri hampir menyelesaikan evaluasi dan sedang mematangkan kurikulum pendidikan yang baru. Rencananya, kurikulum itu akan diuji publik sebelum Februari tahun depan dan berlaku mulai tahun ajaran 2013-2014. [Kompas.com/DH]