Kabar Bima

Nasib Sigi Na’e, Ini Solusi dari Para Doktor

434
×

Nasib Sigi Na’e, Ini Solusi dari Para Doktor

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Pembangunan Masjid Raya (Sigi Na’e) Al Muwahidin Bima hingga kini belum juga rampung. Meski sudah bertahun-tahun lamanya dan menghabiskan anggaran belasan miliar. Berangkat dari keprihatinan terhadap keberlanjutan pembangunan Sigi Na’e ini, sejumlah akademisi bergelar doktor kelahiran Bima dan tokoh masyarakat membahasnya dalam sebuah kesempatan diskusi beberapa hari lalu.

Suasana diskusi para Doktor. Foto: Rangga Babuju (Facebook)
Suasana diskusi para Doktor. Foto: Rangga Babuju (Facebook)

Diantaranya Doktor Kadri M Saleh, Iwan Harsono, Firmansyah, Abdul Wahid, Atun Wardatun, Ibnu Khaldun dan Tokoh Masyarakat Pemerhati Sigi Na’e, H Sutarman, H Muzakkir dan Syafrudin,

Dari hasil diskusi yang digagas Komunitas Babuju, Rukun Keluarga Bima Pulau Lombok dan Komunitas Surau ini didapat beberapa solusi yang ditawarkan. Diantaranya, perlu ada rekonsiliasi publik melibatkan pihak terkait untuk mengurai persoalan tersebut. Terutama Yayasan dan Panitia Pembangunan Masjid Raya Al Muwahidin, kemudian Pemerintah Kota Bima dan masyarakat.

Dengan catatan, rekonsiliasi ini tidak menyentuh masalah tehnis yang terjadi diinternal yayasan dan panitia pembangunan masjid agar tidak muncul persoalan baru yang menghambat. Kemudian pengurus yayasan harus ada dinamisasi dan penyegaran dengan wajah baru yang punya komitmen untuk menuntaskan pembangunan.

Selanjutnya, harus ada pihak mediator yang dapat menengahi dengan cerdas penyelesaian persoalan pembangunan masjid, termasuk menginisiasi terlaksananya rekonsiliasi. Selain itu, pemerintah juga harus hadir dan berperan dalam proses pembangunan karena memiliki kekuatan administrasi.

“Usulan rekonsiliasi itu bagus dan perlu kita dukung sehingga tercapai solusi. Tinggal sekarang siapa yang bisa menjembataninya. Semua itu sebenarnya tergantung bagaimana cara membangun komunikasi,” kata Kadri M Saleh, Doktor dari IAIN Mataram.

Menurut Firmansyah, Akademisi lainnya, yang terpenting saat ini adalah membangun trust (kepercayaan) publik sebagai modal keberlanjutan pembangunan Sigi Na’e. Salah satunya dengan merombak pengurus yayasan, tanpa mengabaikan pihak-pihak yang berjasa sebelumnya.

“Modal sosial sangat penting karena orang Bima kebersamaannya sangat kuat. Apalagi ini soal masjid,” terangnya.

Ia mengambil contoh, daerah Lombok mampu membangun banyak masjid megah hingga dalam perkampungan kecil karena modal sosial. Padahal, dukungan anggaran mereka paling banyak dari swadaya masyarakat. Seperti Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan pihak swasta lainnya.

Sementara Tokoh Masyarakat, H Sutarman mengaku, warga Bima di luar daerah banyak yang peduli terhadap pembangunan Sigi Na’e. Hal itu terbukti dengan terbentuknya Gerakan Percepatan Pembangunan Sigi Na’e. Forum ini telah berhasil mengumpulkan donasi sebanyak Rp.600 juta untuk Sigi Na’e.

“Donasi ini akan diserahkan ke yayasan dengan catatan peruntukannya jelas agar memudahkan pertanggungjawaban terhadap sumbangan publik,” kata Pembina Komunitas Salaja Mbojo ini.

*Ady