Oleh : Mulyadin, S.H., M.H*
Hukum tidak hanya sekedar manifesto politik, namun hukum dapat berfungsi untuk menata kehidupan dalam masyarakat. Hukum difungsikan sebagai sarana yang efektif untuk mengatur prilaku anti sosial menjadi prilaku yang menghargai nilai kebersamaan dalam kelompok masyarakat. Menurut Roscoe Pound bahwa Hukum adalah alat untuk memperbaharui atau merekayasa masyarakat (“Law as a tool of social engineering”).
Kota Bima dengan beragam produk hukum Perda nya dapat menata semua aspek pembangunannya dengan mendayagunakan produk legislasinya. Perda yang telah dikaji dan dibahas dengan menghabiskan waktu dan anggaran yang tidak sedikit akan menjadi sia-sia apabila tidak difungsikan sebagaimana tujuan dibentuknya peraturan tersebut. Perda hanya bisa menjadi sebuah dokumen politik, manakala tidak didayagunakan untuk menunjang pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakatnya.
Perda sebagai seperangkat peraturan perundang-undangan memiliki fungsi sebagai instrumen untuk menciptakan keselarasan antara kepentingan-kepentingan individu yang berbeda-beda satu sama lainnya. Sebagai peraturan, Perda dapat menciptakan keadaan yang aman, tertib dan teratur.
Ada banyak pertanyaan, bahwa pembangunan harus dimulai dari mana ? sehingga tidak sedikit orang memberikan pendapat dengan berbagai sudut pandangnya masing-masing, tergantung pada latarbelakang dan kompetensi yang dimilikinya.
Dalam membangun, tidak sedikit orang melihat pentingnya konsep fisik seperti pembangunan gedung-gedung, jalan, pasar, sekolah, bendungan dan lain sebagainya, semuanya tidak ada yang keliru.
Konsep “law as a tool social engineering” sebagai konsep yang dapat memperkuat konsep pembangunan yang lainnya. Hukum merupakan instrumen penting dalam merubah atau menata masyarakat menjadi masyarakat yang tertib, patuh dan taat terhadap semua kebijakan Pemerintah.
Mengutip pendapat Philip Kotler problem sosial adalah kondisi tertentu di dalam tatanan masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan norma dan mengganggu anggota masyarakat, baik individu maupun golongan dan dapat dikurangi atau dihilangkan melalui upaya bersama (kolektif).
Ketidakpatuhan masyarakat terhadap peraturan perundangan merupakan problema sosial. Konsep Social Engineering adalah merekayasa atau merubah perilaku masyarakat agar lebih baik.
Hukum berfungsi untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Sebagai Negara yang menganut paham “rechtsstaat”, maka hukum merupakan satu-satunya alat atau sarana untuk merubah tatanan sosial, dari masyarakat yang tidak teratur menjadi masyarkat yang teratur, dari masyarkat yang tidak tertib menjadi masyarakat yang tertib, dari masyarakat yang tidak taat hukum menjadi taat pada hukum. Kondisi yang tercipta ini jika dijaga dengan baik, maka akan terbentuk suatu budaya yang berkeadaban, budaya yang harmonis.
Jika pertanyaannya, pembangunan harus dimulai dari mana ? maka kesadaran hukumlah yang utama dibangun. Namun produk hukum saja tidaklah cukup untuk merubah atau merekayasa masyarakat, namun dukungan sumberdaya manusia yang akan menjalankan hukum, harus memahami tugas dan tanggungjawabnya sebagai perangkat pendukung penegakan hukum tersebut, untuk menunjang hal tersebut dibutuhkan kemampuan ‘leadership’ yang memadai dan mampu menggerakan semua ‘resources’ yang ada.
Kemampuan pimpinan untuk menggerakan bawahannya merupakan syarat berkerjanya peraturan perundangan (Perda).
Untuk menciptakan masyarakat yang sadar kebersihan maka ada Perda Kebersihan, untuk menciptakan masyarakat yang mencintai lingkungan ada Perda Tentang Lingkungan Hidup dan lain sebagainya. Kesadaran masyarakat tidak cukup dengan himbauan semata, tapi harus digerakan oleh perangkat hukum yang tersedia.
Jadi budaya sadar hukum harus dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara ‘sustainable’ dengan memberikan teladan yang baik dari para elite dalam lingkungan tersebut, sehingga Perda sebagai “law as a tool social engineering” dapat terwujud dalam masyarakat.
*Penulis adalah Advokat Peradi dan Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bima