Kabupaten Bima, Kahaba.- Keterbatasan ekonomi seolah menjadi masalah klasik warga miskin yang menderita sakit untuk mendapatkan akses kesehatan yang layak di Kabupaten Bima. Ironisnya, masalah seperti ini bukan hanya satu kali terjadi, tetapi sudah kerap terulang di tempat lain.
Seperti halnya kondisi yang kembali menimpa Fitriah (21) warga RT 01 RW 01 Dusun Bou Desa Lanta Timur Kecamatan Lambu Kabupaten Bima. Gadis remaja yang telah menjadi yatim karena ditinggal sang ayah ini harus kehilangan keceriaannya diusia belia, karena terpuruk sakit aneh yang tak mampu diketahui medis.
Anak pertama dari tiga bersaudara ini mengalami pembengkakan bagian pangkal paha kiri berisi nanah. Pihak keluarga awalnya mengira bisul, tetapi lama kelamaan semakin besar secara tak wajar. Kondisi ini terjadi sejak setahun lalu tanpa perawatan lantaran keterbatasan biaya untuk berobat.
Menurut pihak keluarga, Andi Budiman, remaja yang hanya mengenyam pendidikan sampai sekolah dasar itu awalnya hanya merasakan sakit perut biasa. Tak berselang lama Fitriah merasakan sakit pada bagian dada.
Keluarga pun membawa ke Puskesmas Lambu untuk diperiksa, tetapi disarankan untuk rontgen ke RSUD Bima agar penyakit Fitriah bisa didiagnosa. Anehnya, hasil diagnosa justru medis menyebut tidak ada penyakit apa-apa.
Tak hanya itu, Fitriah sempat diperiksakan ke sebuah klinik dokter spesialis di Kota Bima. Namun lagi-lagi oleh dokter dikatakan tidak apa-apa dan tidak mengetahui apa penyebab pembengkakan yang menyebabkan rasa sakit luar biasa itu. Fitriah juga tidak disuruh untuk operasi.
“Barulah kemudian mulai muncul gejala sakit dibagian paha, sering membengkak. Tetapi itu bukan bisul. Hanya dalam waktu satu minggu membengkak besar seperti sekarang,” tuturnya kepada Media Onilne Kahaba, Senin (7/8) malam.
Sebulan terakhir kondisi Fitriah kian memprihatinkan. Rasa sakit semakin tak tertahan dirasakan setiap hari. Keluhan yang kerap disampaikan Fitriah, setiap merasakan sakit biasanya dimulai dari perut dulu, naik ke bagian dada kemudian pada bagian paha kiri yang membengkak.
“Dia hanya bisa duduk dan tidur, buang air saja tidak bisa bangun, hanya bisa dilakukan ditempat tidur,” kata Andi yang masih sepupu satu Fitriah ini.
Pihak keluarga tak bisa berbuat banyak untuk mengobati Fitriah. Kendala ekonomi menjadi penghalang sehingga pengobatan medis secara rutin di rumah sakit tak mampu dilakukan. Apalagi harus rawat inap, keluarga masih pikir seribu kali karena tidak ada biaya ditambah tidak ada Kartu BPJS untuk membantu.
Sepeninggal almarhum ayahnya yang juga mantan Kepala Desa Rato, satu-satunya tulang punggung keluarga adalah sang ibu yang setiap hari hanya bertani untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Andi mengaku, selama Fitriah sakit, sama sekali tidak ada perhatian pemerintah desa maupun pihak medis dari puskesmas. Hal itu membuat keluarga pesimis untuk terus meminta belas kasih bantuan. “Jangankan solusi, datang jenguk saja tidak ada,” sebutnya.
*Kahaba-01/03