Peristiwa itu terjadi kira-kira sebulan yang lalu. Pesta launching produk rokok bermerk Gudang Garam (GG) Mild kini menjadi peristiwa hukum. Bagaimana tidak, pesta ‘umbar sahwat’ dua orang dancer yang didatangkan oleh panitia (Event Organizer/EO) dan diselimuti peredaran miras menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan. Al hasil, hukum berjalan di balik kasus itu. Direktur EO di tahan, Kapolres Bima dan Manajemen Hotel Kalaki Beach pun meminta maaf kepada publik secara terbuka.
Kabupaten Bima, Kahaba.– Tabir ‘pesta maksiat’ di Hotel Kalaki Beach, Sabtu Malam 14 September 2013 lalu akhirnya terbongkar sudah. Di rapat hearing bersama Komisi IV DPRD Kabupaten Bima, secara tegas Kapolres Bima, AKBP I Gusti Putu Gede Ekawana Prasta, S.IK, meminta maaf lantaran diduga terjadi pembiaran atas kejadian tersebut, padahal dirinya ada di lokasi itu. Demikian halnya manajemen pihak Hotel Kalaki Beach pun turut meminta maaf karena di lokasi miliknya kegiatan itu berlangsung.
Kapolda NTB, Brigjen M. Iriawan akhirnya ikut angkat bicara. Jenderal bintang satu itu mengaku sudah menahan pihak EO pelaksana kegiatan tersebut dan proses hukum akan tetap berjalan.
Hearing bersama Komisi IV, Rabu pekan lalu, yang diikuti berbagai kalangan pewarta berlangsung damai. Hearing dalam rangka mengklarifikasi persoalan yang ada akhirnya cair sudah dengan catatan proses hukum harus terus berjalan. Sikap dewasa Kapolres Bima, AKBP I Gusti Putu Gede Ekawana Prasta S.IK, dalam menghadapi kasus ini patut di apresiasi. Dari keterangan peserta hearing, Kapolres meminta maaf secara terbuka. Dari pengakuan Eka, terang peserta itu, tidak diberhentikan acara tersebut waktu malam launching rokok di Hotel Kalaki, karena memang dari masyarakat tidak ada yang mempersoalkannya. “Intinya, kita akan memproses kasus ini sebagaimana aturan positif yang ada,” itu pengakuan Kapolres, jelasnya.
Dan dari pihak manajemen Hotel kalaki, lanjutnya, ikut meminta maaf dalam persoalan tersebut. Manajemen Kalaki yang awalnya bersikeras dan mengaku tak mengedarkan miras, di acara hearing itu akhirnya berkata jujur. “Deni, manajer Kalaki Beach mengaku sebagai pihak yang mengedarkan miras. Dan dalam usaha karaoke hiburan di hotel miliknya itu pun mangaku menyediakan pemandu lagu yang dipekerjakan dalam mendampingi tamu atau pengunjung yang ingin berkaraoke di hotel tersebut,” jelasnya.
Menurutnya pula, dari keterangan Ketua Komisi IV, Ahmad, SP, meminta kepada Kapolres Bima untuk merazia miras yang ada di Kalaki Beach Hotel, karena izin Kalaki Beach hanyalan izin hiburan belum mengantongi izin menjual miras. Di sisi lain, dari salah satu media online (bimakini.com), Kapolres Bima, yang akrab dengan nama Ekawana Prasta, mengaku Direktur Event Organizer (EO), CV. Timur Enterprise, Syiuman Takdir (ST/36) alias Adi, dijemput oleh Polda NTB untuk diamankan di Mataram.
Dari keterangan pejabat kepolisian Polda NTB kepada Kahaba, ST ditahan karena kasus di Hotel Kalaki Beach. ST ditahan di Polda, kerena ST diminta penyidik Polda untuk diamankan di Mataram lantaran yang bersangkutan masih menjalani proses hukum dugaan kasus korupsi puskesmas rasanae timur. “Tersangka Kasus Kalaki itu dipinjam untuk menjalani pemeriksaan dugaan kasus korupsi yang sedang kami tangani. Sebelumnya, ST ditangkap dulu oleh Kapolres Bima, baru di bawa ke Mataram, Rabu (2/10/13),” jelas Sumber tersebut.
Dalam perkembangan kasus kalaki, sebagaimana yang dimuat salah satu media (bimakini.com), Ekawana mengatakan pihaknya akan mempelajari kontrak kerja antara EO dengan pihak sponsor, demikian juga dengan hotel. Jumlah tersangka bisa saja lebih dari satu, bergantung pengembangan dan bagaimana kerjasama antar pihak. “Kita lihat nanti bagaimana kerjasamanya,” ujarnya.
Selain itu, kata dia, pihaknya masih meminta keterangan ahli mengenai tari sexy di Hotel Kalaki. Pihak Dishubkominfo di Dompu sudah diberi foto-foto tersebut, namun masih memelajarinya. Dari keterangan sumber saat hearing bersama Komisi IV di DPRD Kabupaten, Ekawana pun berjanji akan lebih ketat lagi memberikan izin keramaian. Bukan hanya untuk acara di Hotel Kalaki Beach, tapi acara-acara keramaiannya. “Kepada pihak yang mengajukan izin, harus lengkap di lampiri dengan rangkaian kegiatan acaranya,” jelas Sumber.Sedangkan pihak Hotel Kalaki Beach, kata sumber, mereka berjanji tidak akan menggelar acara seperti itu lagi.
Anggota DPRD Kabupaten Bima lainnya, Drs. H. Mustahid H. Kako mengungkapkan, Kapolres Bima dan institusi Polri agar hukum betul-betul ditegakkan dalam kasus ini. “Perlu digali keterlibatan pihak lain dalam kejadian itu. Dua wanita asal bali yang menjadi dancer itu pun harus dimintai keterangan, karena merekalah yang diduga pelaku pornoaksi tersbeut,” tandas Ketua DPC PKB Kabupaten Bima itu.
Dari rekaman yang dikirim pewarta asal Mataram, Kapolda NTB, Brigjen M. Iriawan mengungkapkan sudah melakukan pemeriksaan internal terkait kasus Kalaki Bima. Iriawan menjelaskan, awalnya EO meminta izin keramaian kepada pihak kepolisian akan melakukan launching produk rokok. “Izin itu ternyata disalahgunakan. Izin awal misalnya A menjadi A aksen. Mereka memanfaatkan Kapolres saat operasi di sana dengan menggelar acara tarian erotis. Kita adalah korban dari penyelewengan izin yang dilakukan pihak EO tersebut. Oleh sebab itu, EO itu sudah di tahan di sini (Mataram),” ujar Kapolda.
Iriawan melanjutkan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut dalam kasus ini. Dan terkait keterlibatan Kapolres Bima, Iriawan menganggap itu tidak masuk akal. “Bagaimana mungkin seorang Kapolres yang memiliki kredibilitas tinggi ikut terlibat dalam acara seperti itu. Itu hanyalah isu-isu yang dilempar untuk memojokkan kami. Memang aparat ada di luar acara tersebut. Dan awalnya tidak tahu akan ada acara tarian erotis. Itulah pintarnya EO itu, menggunakan kesempatan yang ada dan membiaskan izin. Kita korban dalam hal ini. Propam dan inteligen sudah turun ke Bima dan melakukan pendalaman. Tidak ada keterlibatan Kapolres, apalagi dituding menerima uang,” tegasnya. Menurutnya, indikasi yang digunakan adalah berani atau tidak Kapolres Bima menegakkan hukum dalam kasus ini.
“Dan ketika Saya tanya, dia (Kapolres Bima) akan melakukan penegakan dan penuntasan dalam kasus ini,” tandasnya.
Sisi lain, keberadaan Hotel Kalaki Beach yang diduga menjadi ‘sarang maksiat’ mendapat komentar tajam dari Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bima, Baharudin. Ia menuding telah terjadi konspirasi yang dilakukan secara sistematis antara pihak manajemen Kalaki Hotel dan Restaurant dengan Pemerintah Kabupaten Bima. Pasalnya, beberapa item perijinan tidak dipenuhi, diantaranya rekomendasi ijin lingkungan.
Menurut duta Gerindra itu, jelas ada aturan yang dilanggar pada persoalan tarian erotis tersebut. Seperti Peraturan Daerah (Perda) dan Perundang-Undangan (UU) tentang Ijin Perhotelan dan Porno aksi. Bos Kalaki Hotel dan Restaurant itu pun dapat dijerat hukum pidana. Selain itu juga, keterlibatan pejabat Pemerintah Kabupaten Bima, lantaran memberikan ijin operasi, padahal hingga saat ini tidak ada rekomendasi UKL dan UPL. “Bila melihat besarnya usaha yang dibangun, saat ini Kalaki Hotel dan Restaurant tidak memiliki ijin lingkungan yang harusnya wajib dipenuhi,” sorotnya.
Ia menegaskan, sangat jelas Kalaki Hotel dan Restaurant itu telah melanggar Perda Nomor 10 Tahun 2007 tentang Restribusi Gangguan. Berdasarkan hal itu, Hotel tersebut dapat di jerat pidana. Apalagi hotel tersebut sebagai tempat kegiatan pornoaksi yaitu kegiatan tari erotis oleh sejumlah wanita yang memakai bikini, kedua adanya pesta miras. ”Sudah melanggar, bukan lagi di raba-raba, sudah jelas pelanggarannya,” tegasnya.
Ia pun meminta Pemerintah melalui dinas terkait yang menerbitkan ijin tersebut harus bertanggung jawab. Yang berani mengeluarkan ijin operasi, sementara belum memenuhi syarat. “Kami juga sudah melakukan pertemuan lintas Komisi, yaitu komisi I dan Komisi IV membahas masalah itu,” terangnya.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, kata dia, pihaknya akan mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah berkaitan dengan perijinan, dewan akan segera bersikap dan bersurat kepada Pemerintah untuk menyikapi masalah keberadaan Kalaki Hotel dan Restaurant tersebut.
Berbagai persoalan nampaknya tak lepas dari hotel yang dikelola mantan Kepala Kantor Pajak Pratama (KPP) RaBima itu. Lima bulan yang lalu izin Gangguan (Hinder Ordonantie/HO) Hotel Kalaki Beach harusnya di perpanjang. Namun, hingga kini izin yang matinya tanggal 3 april 2013 lalu tak diperpanjang pihak manajemen hotel. Pihak Kantor Perijinan Terpadu (KPT) Kabupaten Bima pun tak mau menerbitkan perpanjangan ijin Hotel Kalaki diduga karena masih ada kekurangan persyaratan Manajemen Hotel Kalaki Beach dalam memenuhi syarat perpanjangan izin tersebut. Sanksi hukum tak memperpanjang izin HO pun ternyata tidak jelas.
Kepala KPT Kabupaten Bima, M.Tayeb diwawancara di kantornya, Jum’at (5/10/13) mengakui bila ijin gangguan HO Hotel Kalaki Beach belum kunjung diperpanjang, alasannya masih ada item syarat dalam proses perpanjangan ijin sampai saat ini belum dipenuhi oleh manajemen hotel.
”Memang mereka sudah ajukan perpanjangan tetapi belum kita terbitkan,” ujar M Tayeb. Salah satu syarat perpanjangan ijin yang sampai saat ini belum dipenuhi oleh manajemen Hotel Kalaki Beach adalah rekomendasi ijin lingkungan dari Badan Lingkungan Hidup (BLH). Padahal bila dihitung waktu kadarluasa ijin gangguannya telah lima bulan berlalu, terhitung mulai tanggal 3 April 2013. “Artinya, ijin awal Gangguan berlaku tiga tahun. Namun, mereka belum kembali untuk melengkapi syarat perpanjangan ijinya, bagaimana kita mau terbitkan kembali,” pungkas Tayeb.
Selama ini, kata Tayeb, KPT merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Retribusi Ijin Tertentu. Artinya, tidak saja pengusaha harus memperpanjang ijin setiap tiga tahunnya. Setiap tahunnya para pengusaha harus melakukan registrasi ulang (HER) ijin-ijin yang ada. “Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kepatuhan pengusahan terhadap ijin yang diberikan,” tandasnya.
Mengenai ijin usaha, diakui Tayeb, Hotel Kalaki masih berlaku sampai tahun 2015, sehingga tidak menjadi masalah. Dan terkait kerterlambatan perpanjangan ijin ini, sesuai Perda sanksinya di tahap awal hanya diberikan surat teguran. “Jika sudah beberapa kali melayangkan surat teguran pada objek usaha tersebut. Kita bisa memberikan denda pada objek usaha yang dimaksud,” katanya.
Kaitan dengan dugaan tari erotis dan pesta minuman keras (miras)? Tayeb menjawab, sesuai perda yang ada bila objek usaha melakukan kegiatan yang dapat mengganggu ketertiban umum maka sanksinya dapat berupa pencabutan ijin usaha tersebut.
“Dan untuk masalah pencabutan ijin karena terjadinya pelanggaran, bukan hanya oleh pihak KPT, tetapi oleh sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait seperti Dinas Pariwisata, Dinas Pekerjaan Umum (PU) kaitan ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan ijin lingkungan pada BLH. Sejumlah SKPD yang berkaitan tersebut, kemudian akan membentuk tim dalam melakukan kajian terhadap masalah yang muncul, baru dapat memutuskan,” kata Tayeb.
Oleh karena itu, diakui Tayeb, pihaknya sudah melakukan koordinasi awal dengan SKPD dimaksud, untuk membahas masalah yang muncul. ”Kita bahas lintas sektoral dulu,” tukas Tayeb mengakhiri. [BM/BS/AL/C]