Oleh: Muhammad Fauzi Ahmad*
Opini, Kahaba.- Semangat kepahlawanan telah ditorehkan oleh para pejuang kemerdekaan yang membebaskan tanah Bima dari belenggu imperialisme asing. Nilai-nilai kepahlawanan para pejuang menjadi inspirasi generasi ditengah hilangnya figur pemimpin daerah yang memiliki karakter, pribadi ke-Bima-an.
Ditengah pergumulan sejarah ditulis dengan berbagai sudut pandang yang berbeda-beda, perlu dihadirkan kembali paparan sejarah yang bernuansa kemurnian tanpa ada distorsi. Kebangkitan nasionalisme di tanah Bima merupakan bukti nyata kita memiliki darah, semangat dan pikiran yang mencerminkan rasa memiliki dan spirit Kebangsaan.
Sejarah telah membuktikan, munculnya perlawanan rakyat terhadap cengkeraman imperialisme, kolonialisme, dan feodalisme melahirkan kepercayaan diri rakyat Bima untuk menumbangkan bentuk-bentuk invasi dan aneksasi. Apa yang telah diperbuat oleh “pejuang-pejuang sejati” yang telah mengorbankan jiwa, raganya untuk kepentingan kemerdekaan tanah Bima haruslah mendapatkan tempat dan apresiasi yang semestinya.
Tokoh-tokoh sentral yang menjadi pelaku sejarah di tanah Bima perlu diungkap dan ditulis secara benar tanpa rekayasa yang berkepanjangan. Rekayasa sejarah hanya melahirkan suatu kebohongan yang berkepanjangan dan akhirnya kita tidak memiliki kebanggaan, patriotisme serta hilangnya entitas para pelaku sejarah di tanah Bima.
Sejarah di tanah Bima hanya menceritakan, meriwayatkan, dan mengkisahkan eksistensi dinasti dan keberhasilan monarki kesultanan, dan itu tidak menjadi masalah. Akan tetapi, berkutatnya penulisan sejarah di lingkungan dinasti ini, membawa akibat terreduksinya peran-peran pelaku sejarah pejuang kemerdekaan yang mana sebenarnya merekalah memiliki andil dan jasa besar terhadap kemerdekaan di tanah Bima.
Sebagai contoh dan misal, penulisan sejarah Perang Ngali, Perang Dena, dan perlawanan yang dilakukan oleh pemuda dan masyarakat terhadap penjajah Belanja, Jepang dan Nica sangat sedikit sekali diungkapkan, bahkan hampir tidak tertulis di buku-buku sejarah perjuangan di Tanah Bima. Sejarah cenderung ditulis secara subyektif, tergantung siapa yang memesan, dan berkuasa pada waktu serta tempat.
Hari ini dan kedepan, diperlukan penulisan sejarah yang menyuguhkan kebenaran, kenyataan, kevalidan yang bersumber dari data, fakta dan pelaku sejarah. Diperlukan pelurusan kembali penulisan sejarah perjuangan di tanah Bima, dengan semangat rekonstruksi, revitalisasi peran-peran kepahlawanan di tanah Bima. Salah satunya cara menghargai eksistensi dan peran mereka di masa yang lalu dengan menghadirkan kembali nama-nama mereka sebagai nama jalan atau ataupun nama fasilitas umum di Kabupaten/Kota Bima bukan nama tokoh-tokoh yang kelihatan “asing” dari perjuangan rakyat Bima. Memori kolektif masyarakat perlu diinstal dengan program baru berupa hadirnya nama-nama tokoh/pelaku sejarah sesuai wilayah dan basis perjuangannya.
Nama-nama jalan protokol di daerah minimal mencantumkan nama tokoh pejuang Bima, misalnya seperti Salasa Ompu Kapa`a (Panglima Perang Ngali), Putra Abdul Khair, Tayeb Abdullah, H. Abdurrahim Idris (Tuan Imam), Abubakar Abbas, Saleh Bakri, M. Nur Husain, H. Abubakar Husain dan sejumlah nama-nama yang telah berbuat untuk kemerdekaan di Tanah Bima. Mereka sebenarnya tidak ingin dihormati dan disebut pamrihnya, akan tetapi kewajiban kita bersama untuk menempatkannya pada tempat yang semestinya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya, bukan sebaliknya.
Disamping itu, perlunya buku, diktat, dan serial kesejarahan tanah Bima disuguhkan melalui kurikulum muatan lokal di sekolah-sekolah guna memberikan informasi dan pelajaran kepada siswa/pelajar, generasi muda tentang sejarah daerah mereka. Dengan demikian lambat laun siswa, pelajar dan generasi muda setidaknya dapat mengetahui dan memahami apa yang terjadi pada masa yang lampau di tanah Bima.***
Wallahu a`lam bishowab.