Manggarai Barat, Kahaba.- Wisata cagar alam Komodo, diakui menyimpan pesona yang mendunia. Butuh waktu sekitar dua jam lebih untuk sampai di Loh Buaya atau Pulau Rinca Komodo, yang berlokasi di Kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur tersebut.
Pulau yang baru saja diselenggarakan Sail Komodo 2013 itu, memang menawarkan keindahan. Tak hanya bisa melihat langsung dari dekat jenis binatang yang baru saja dinobatkan sebagai salah satu keajaiban dunia. Sepanjang perjalanan menuju Loh Buaya pun, kita akan melihat keindahan alam dan gugusan pulau-pulau kecil yang eksotik.
Pulau Komodo memang menjadi pilihan wisata bahari yang menyenangkan dan mengagumkan. Cukup menaiki perahu yang bisa menampung sekitar 30 orang, kita akan bisa tiba di pulau yang luasnya sekita 19 ribu kilometer persegi tersebut.
Berangkat dari Desa Labuhan Bajo melalui jalur pelabuhan Pelni sekitar pukul 07.00 Wita, rombongan wartawan se Bali dan Nusra (NTB dan NTB) tiba di Pulau Komodo sekitar pukul 09.00 Wita. Kedatangan wisatawan domestik dan mancanegara, disambut hangat oleh para Ranger, sapaan akrab untuk para penunjuk jalan di sana. Sebelum diantar keliling oleh Para ranger, wisatawan diwajibkan membayar tiket seharga Rp 2.500.
Sebelum berkeliling, Ranger bertugas memberikan penjelasan lebih awal tentang kondisi Pulau Komodo. Termasuk tiga pilihan rute yang disediakan, masing – masing Long Trek, dengan waktu tempuh selama dua jam atau jarak keliling untuk bisa melihat Komodo sepanjang 6 kilometer (Km). Kemudian, Short Trek dan Medium Trek. Rombongan akhirnya memilih untuk menggunakan Short Trek, dengan jarak tempuh yang lumayan tidak jauh, hanya saja tidak bisa dijanjikan bisa lebih banyak dan sering melihat Komodo.
Sembari berjalan, salah satu Ranger, Ipank mengaku, jumlah populasi Komodo saat ini mencapai sekitar 280 ribu. Setiap tahun pun perkembangannya tidak terlalu signifikan, karena
telur yang menetas dan menjadi Komodo dewasa hanya sebagian saja. “Sekali bertelur, jumlahnya bisa mencapai 15 sampai 30 telur. Namun saat menetas, jika tidak didukung oleh cuaca yang baik, maka telur banyak yang tidak berhasil menetas,” ujar Ipank.
Tidak hanya itu, menurut dia, sebagian telur gagal menetas juga karena dimakan oleh induk Komodo atau Komodo lain yang sangat lapar. “Yang selamat menetas dan tumbuh dewasa sekitar 60 persen saja,” tuturnya. “Waktu musim kawin Komodo sekitar bulan Juni dan Juli, Agustus sampai september sudah menetas,” Ranger Ipank menambahkan.
Komodo sendiri merupakan hewan yang memiliki insting menyerang tinggi dan pembunuh atau predator. Untuk makanannya, Kata Ipank, hewan-hewan liar yang berada di pulau tersebut seperti Rusa, Kerbau, Babi, Kuda liar, Ular, dan Monyet. “Kami sengaja tidak memberi makan, karena sama saja menghilangkan kelangkaan dan survive-nya Komodo. Jika sering diberi makan, Komodo tidak lagi menjadi liar,” terangnya.
Mengenai tingkat kunjungan wisatawan setelah terpilih menjadi salah satu keajaiban dunia, Ranger lain, Ridwan mengaku semakin meningkat. Setiap hari tetap saja ada kunjungan. Baik itu dari wisatawan Lokal maupun mancanegara. “Yang lebih banyak datang itu turis dari Amerika, Inggris dan Prancis. Tapi tahun ini lebih banyak orang indonesia ” sebutnya.
Dengan banyaknya kunjungan, pihak pengelola pun praktis menambah para Ranger. Sekarang jumlahnya mencapai puluhan orang. Ditambah para siswa dari SMKN 1 Kota Bima yang melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di lokasi wisata tersebut.
Keberadaan Komodo sendiri memiliki waktu tertentu agar bisa dilihat. Jika musim hujan tiba, seperti pada bulan November hingga Januari, dipastikan Hewan yang dilestarikan itu bakal jarang dijumpai. Mereka lebih sering bersembunyi, karena dingin. Selebihnya, jika musim panas, seperti sekarang, maka Komodo akan berkeliaran.
Tak terasa, waktu kunjungan harus dihentikan karena rombongan wartawan harus kembali mengikuti pelatihan jurnalistik. Namun sebelum itu, di jalur Short Trek, para Ranger juga membawa wisatawan untuk mengunjungi puncak gunung kecil untuk melihat pemandangan gugusan pulau-pulau kecil dari ketinggian.
Semoga saja, destinasi wisata yang elok di Timur Indonesia ini tetap menjadi aset berharga yang bertahan dari generai ke generasi. **