Oleh : Khairunnisa*
Di tengah himpitan kehidupan selama Corona menuntut semua semua orang untuk mencari cara supaya tetap bertahan hidup. Termasuk pemenuhan seluruh kebutuhan hidup yang berkenaan dengan sandang, pangan dan papan. Begitupun dengan mahasiswa yang tetap melakukan aktivitas perkuliahan lewat daring meski menemukan banyak masalah selama Pandemic Covid-19. Kondisi ini diperparah sejak pemerintah menetapkan kebijakan uang kuliah tunggal (UKT) melalui Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013. Meski muncul kisruh soal UKT dan protes keras dikalangan mahasiswa kebijakan ini tetap akan berjalan. Beberapa waktu lalu sempat menjadi trending topik di jagad media sosial yaitu tuntutan pengurangan pembiayaan kuliah selama pandemi.
Menanggapi hal tersebut, Nadhim Makarim mengeluarkan Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 terkait penyesuaian UKT dengan tujuan memberikan keringanan kepada mahasiswa selama pandemi. Hingga teralokasikan anggaran sebanyak Rp 1 triliun kepada 410 ribu di perguruan tinggi swasta.
Jika ditelisik lebih jauh beban biaya yang ditanggung mahasiwa tidak berbanding dengan layanan yang diberikan oleh kampus kepada mereka. Karena mereka tidak menikmati semua layanan kampus namun UKT tetap harus dibayar. Tantangan selama pandemi memang membuat mahasiswa stress dan depresi. Kualitas pengajaran selama pandemi tidak benar-benar maksimal, menumpuknya tugas, ribetnya melakukan praktikum bagi mahasiswa yang kuliah praktek, magang, tugas akhir dan lain-lain. Mahasiswa juga terjebak pada biaya kuota internet yang mahal, jaringan internet bagi daerah yang jangkauannya terpencil, kos yang tetap harus dibayar meski tidak ditempati berbulan-bulan. Satu sisi mereka adalah bagian dari anggota masyarakat dan dari keluarga yang terkena imbas dari pandemi ini. Persoalan mahasiswa dan pendidikan tinggi hari ini tak akan pernah usai. Pihak kampus juga terjebak pada pembiayaan yang mahal seperti bayaran listrik, dosen dan pegawai-pegawai kampus yang pendanaannya bersumber dari UKT. Semua hal diatas melengkapi kerumitan persoalan penanganan wabah corona yang tidak ada ujung pangkalnya.
Tata Kelola Pendidikan dan Sistem Pendidikan Dalam Kapitalisme
Segala persoalan yang berkenaan dengan masalah pendidikan tak jauh-jauh dari tata kelola pendidikan kapitalisme yang berorientasi pada pertimbangan untung rugi dan arah pendidikan yang berbau kapitalistik. Akhirnya pendidikan dikomersialisasi serta kekayaan intelektual terkooptasi oleh kepentingan kapitalis melalui pasar dan industri. Pendidikan dirancang berdasarkan paradigma kapitalisme untuk memperkuat hegemoni barat di negeri-negeri kaum muslim.
Belum lama ini Mendikbud Nadim Makarim mengeluarkan aturan terkait kampus merdeka. Kampus bisa bekerjasama dengan bermacam-macam lembaga untuk membuka prodi baru, perusahaan multinasional, startup, BUMN dan PBB pun bisa menyusun kurikulum untuk prodi baru dalam rangka menyukseskan kampus bebas menjadi badan hukum milik Negara (BHMN). Negara bebas melepas tanggung jawab sebagai penjamin pendidikan. Tentu pendidikan semakin kehilangan arah selama pandemi ini.
Sejak PTN dipaksa menjadi BHMN maka sepenuhnya biaya kuliah ditanggung sendiri oleh mahasiswa. UKT yang diberlakukan 2013 diberlakukan sesuai tingkat ekonomi mahasiswa. Ditengah pandemi, biaya kuliah justru tidak mengalami penurunan meski proses perkuliahan dilakukan via daring. Menanggapi kritik dari berbagai pihak, Mendikbud mengeluarkan 4 skema kebijakan terkait keringanan UKT yang terdiri atas, 1). Kebolehan mengajukan penundaan pembayaran, 2). Kebolehan menyicil pembayaran, 3). Mengajukan penyesuaian UKT level yang faktual, 4). Mengajukan beasiswa jika orangtua mengalami kebangkrutan,
Kebijakan ini benar-benar tidak akan optimal pada realitasnya karena kebijakan tersebut justru mengokohkan kebijakan ekonomi kampus yang diserahkan kepada masing-masing institusi pendidikan. Skema tersebut hanyalah klise ditengah gagalnya pemerintah dalam menjawab permasalahan pendidikan tinggi. Negara mendudukan diri sebagai penjual jasa. Termasuk jasa pelayanan pendidikan, kesehatan dan keamanan yang harusnya didapatkan gratis justru harus dibayar mahal ditengah kondisi seperti ini.
Aroma komersialisasi pendidikan makin kental saat pendidikan menjadi salah satu bidang usaha yang diliberalisasi, kebijakan ini dimuat dalam peraturan presiden no 77 tahun 2007. Kondisi ini semakin mengokohkan visi pendidikan kearah kebutuhan pasar dan industri bukan pada kekayaan intelektual yang bisa yang memberikan kemanfaatan bagi masyarakat dan Negara. Akhirnya pendidikan tak ubahnya seperti mesin penggerak industri kapitalisme global.
Kondisi ini tidak jauh dari produk sistem sekulerisme yang diterapkan selama ini. Aturan yang diterapkan ditengah-tengah kehidupan menegasikan peran agama dalam mengatur kehidupan. Akhirnya dunia pendidikan berkutat pada sesuatu yang berbau material minus nilai-nilai moral. Artinya pengembangan SDM yang kompetitif, inovatif dan berkarakter disesuaikan dengan agenda hegemoni barat. Apalagi, ditengah wabah seperti ini pelayanan pendidikan yang diberikan oleh Negara harus dibayar mahal oleh mahasiswa meski tidak benar-benar optimal dilakukan. Inilah problem turunan dari sistem pendidikan rusak kapitalisme yang gagap dalam menjamin pelayanan pendidikan ditengah wabah. Mestinya Negara hadir untuk menfasilitasi dan mendukung pengembangan inovasi, hasil riset dan penelitian bagi pendidikan tinggi untuk diaplikasikan dalam kehidupan. Ini tak akan benar-benar terwujud selama arah pandang masalah berorientasi pada kepentingan dan materi.
Tata Kelola Pendidikan dan Sistem Pendidikan Islam
Paradigma pendidikan tinggi dalam pandangan islam merupakan puncak pencapaian penanaman dan penjagaan tsaqofahislam, penguasaan sains dan teknologi mutakhir. Arah dan tujuan pendidikan tinggi merupakan penentu tujuan pendidikan secara keseluruhan. Sehingga kemuliaan dan fungsi vital pendidikan terwujud nyata dalam negara. Tentunya ini sejalan dengan paradigma islam tentang pendidikan tinggi, khususnya tentang ilmu, manusia dan fungsi negara.
Dalam islam, pendidikan, kesehatan dan keamanan adalah 3 hak dasar yang harus dipenuhi secara gratis oleh negara tanpa dipungut biaya. Tata kelola pendidikan yang berbasis akidah islamsebagai kurikulumnya menjadikan pengaturan dan penyampaian metologi jauh dari penyimpangan dan kepentingan serta segala hal yang materialistik. Keberadaan negara dan sistem yang shahih merupakan supporting utama dalam penyelenggaran pendidikan gratis bagi seluruh warga negara tanpa mengenal status, warna kulit dan lain-lain. Layanan pendidikan yang tidak hanya gratis tapi berkualitas.
Jaminan tersebut juga bisa terwujud ketika ada support aspek ekonomi yang pengelolaannya sesuai islam. Pengelolaan SDA diperuntukan untuk menjamin layanan publik yang optimal melalui pembiayaan berbasis baitulmaal dengan anggaran mutlak, arah dan riset berbasis politik dalam dan luar negeri dan politik industri mutakhir. Akhirnya insan akademika benar-benar disiapkan keilmuannya untuk menjawab persoalan-persoalan yang muncul. Apalagi ditengah wabah, semua sistem saling melengkapi dan tidak akan tumpang tindih sebagaimana dalam kapitalisme yang menyelamatkan aspek ekonomi tetapi mengorbankan jiwa manusia. Segala layanan yang diberikan oleh negara dalam rangka mewujudkan jaminan pendidikan baik dalam kondisi tidak terjadi wabah lebih-lebih ketika terjadi wabah.
Kondisi ini memang tidak bisa dinafikan ketika negara berlandaskan pada sistem yang shahih serta hadirnya Negara ditengah-tengah umat. Kehadiran negara ditengah umat adalah sebagai bentuk tanggung jawab penguasa sebagai ra’in yang siap melayani segala kepentingan rakyat. Dukungan aspek social, politik, kesehatan dan lain-lain tak akan menjebak rakyat pada aspek-aspek lain dalam kehidupan.
Negara memastikan setiap warga mendapatkan pendidikan mudah dan sesuai kemampuan dengan berpegang kepada 3 prinsip yaitu kesederhanaan aturan, kecepatan pelayanan dan profesionalitas orang yang mengurusi. Prinsip ini dapat mengendapkan segala kesulitan bagi setiap warga Negara yang ingin mengenyam pendidikan. Ini sejalan dengan fungsi terpenting pendidikan tinggi yang bertujuan memperkuat kepribadian islam para mahasiswa sehingga mereka menjadi para pemimpin, penjaga dan pelayan berbagai persoalan umat. Semua itu semata-mata dilakukan oleh Negara untuk kemuliaan insan, kesejahteraan dan kemudahan dalam melakukan ketaatan meski diterpa oleh berbagai ujian.
Pendidikan Tinggi Dalam Islam Cerminan Pendidikan Terbaik Masa Kini
Menengok bagaimana pendidikan dimasa islam adalah sebuah keharusan. Capaian pendidikan yang berkualitas melahirkan peradaban cemerlang dimasanya. Dunia barat tak berhenti memuji kecemerlangan pendidikan dalam islam. Pendidikan tinggi serta riset yang dilakukan oleh islam mengungguli pendidikan di Negara barat pada semua aspek. Karena islam menempatkan kemuliaan insan akademik pada derajat yang tinggi sebagaimana dalam QS Al-Mujadalah 11, ’’niscaya Allah akan mengangkat derajad orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat..”
Peradaban islam menorehkan tinta peradaban emas yang melahirkan para cendekiawan dan kaum terpelajar berabad-abad lamanya. Pada abad 4 H para khalifah telah membangun perguruan tinggi yang dilengkapi semua fasilitas yang mendukung proses belajar seperti perpustakaan, auditorium, asrama mahasiswa yang dilengkapi taman rekreasi, kamar mandi, dapur ruang makan, perumahan bagi dosen dan ulama. Kemudian madrasah Mustansyiriah yang dibangun oleh khalifah Al-Muntansir di Baghdad pada abad 6 H dilengkapi rumah sakit yang tersedia dokter didalamnya. Beberapa perguruan tinggi yang terpenting lainnya seperti Muntansiriah yang ada di Baghdad, An-Nuriah di Damaskus, An-Nasiriah di kairo, Universitas Al-Qarawiyyin di maroko yang saat itu peradaban manapun belum mengenal sistem pendidikan tinggi, Universitas Al-Azhar yang memiliki sumber kemandirian secara finasial.
Semua ini adalah adalah cerminan pendidikan masa kini yang harus diraih kembali oleh kaum muslim. Sehingga pendidikan akan lahir sebagai mercusuar peradaban dunia dan memiliki pengaruh bagi diseluruh dunia.
*Pendidik dan Aktifis Muslimah Peduli Negeri