Kabupaten Bima, Kahaba.- Mengenai uang, harus diakui memang selalu menggoda. Jika iman lemah, maka rasionalitas manusia bisa digiring pada stigma bahwa uang bisa dianggap sebagai ‘Tuhan’ yang bisa mengubah segalanya.
Demikian pula yang berlaku pada tunjangan guru terpencil di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Bima. Tunjangan yang mestinya diterima utuh oleh guru terpencil, namun sejak triwulan pertama hingga ketiga tahun ini, uang yang sudah masuk ke rekening masing-masing guru, justru ditarik kembali oleh pihak dinas.
Menurut pengakuan salah seorang guru asal Kecamatan Langgudu Kabupaten Bima berinisial A, sebanyak 40 guru SDN di kecamatan tersebut tidak menerima tunjangan guru terpencil (tunjangan khusus). Padahal, Tahun 2012 lalu mereka mendapat tunjangan itu.
Menurutnya, tahun ini, tunjangan guru terpencil tidak bisa dicairkan sama sekali, karena ada intervensi Dinas Dikpora yang mengklaim tunjangan itu salah sasaran. “Kami tidak mengerti alasan salah sasaran, padahal tahun lalu kami dapat tunjangan tersebut. Kenapa tahun ini tidak, padahal persyaratannya sama saja,” keluhnya.
Dia menduga, tunjangan guru terpencil ditarik kembali oleh pihak Dinas Dikpora Kabupaten Bima tanpa alasan yang jelas. Karena tidak bisa digunakan, untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari pun berpengaruh. Ada sekitar 46 guru dari sekitar 70 guru Kecamatan Langgudu penerima tunjangan itu yang hidupnya kini susah dan harus merasakan akibatnya.
Kata A, tunjangan sejak tahun 2011 diperoleh berdasarkan golongan dan kepangkatan. Untuk dirinya, jika dirata-ratakan maka per triwulan bisa mencapai sekitar Rp 7 juta. Karena uang tersebut sangat dibutuhkan, pernah dirinya mendatangi Dinas Dikpora Kabupaten Bima. Alasan dari Dinas Dikpora, tunjangan itu salah sasaran. Ia pun meminta penjelasan pada Bank NTB Cabang Bima mengenai aturan perbankan yang menghilangkan uang pribadi dalam rekening nasabah. “Bank NTB Cabang Bima sendiri beralasan, uang itu sudah diambil oleh Dinas,” tutur A.
Kabid KPMP Dinas Dikpora Kabupaten Bima, H. M. Ali, M.Pd, yang dikonfirmasi Kahaba, Senin (21/10/13), membenarkan ada sebagian guru penerima tunjangan daerah terpencil yang uangnya sudah dikembalikan ke kas negara. Alasannya, dari sejumlah guru itu tidak masuk dalam kategori terpencil.
Karena mereka tidak memiliki blangko pengembalian, kata dia, akhirnya Dinas Dikpora merekomendasikan pencairan. Kemudian uangnya disetor ke Dinas Dikpora yang selanjutnya dikirim ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB. “Pemprov yang melanjutkan ke Pemerintah Pusat. Bahkan bukti pengembaliannya sudah ada sama saya,” ujar Ali.
Menurutnya, tunjangan guru tersebut bisa diterima. Bahkan tidak dipermasalahakan kendati ada kekeliruan Pemerintah Pusat. Tetapi, karena guru menilai pihak Dinas Dikpora sengaja mendiamkan tunjangan itu, terpaksa pihak dinas menarik dan mengembalikannya melalui bendahara Pemprov. Penarikan itupun diperkuat adanya instruksi Pemerintah Pusat.
Ia membantah jumlah guru yang ditarik kembali tunjangan tersebut sebanyak 46 guru. menurut Ali, yang dipermasalahkan oleh dinas agar dikembalikan hanya 10 guru saja. Meliputi tujuh guru dari Kecamatan Langgudu dan tiga guru dari Kecamatan Wera. “Mereka dianggap tidak layak mendapatkan tunjangan, karena unit kerjanya dekat dengan kota kecamatan,” terangnya.
Dijelaskannya, dari 10 guru, baru tiga orang yang sudah mengembalikan tunjanganya. Itu pun masih tersisa Rp 1 juta. Sisanya diharapkan bisa disetor secara langsung oleh guru melalui BRI Cabang Bima. Sedangkan tujuh orang dari Kecamatan Langgudu, sama sekali belum ada.
Uangnya masih di rekening mereka masing-masing guru dan belum bisa dicairkan,” ungkap Ali.
Dia mengatakan, pemerintah pusat keliru menetapkan guru tersebut dalam kategori terpencil. Dinas Dikpora Kabupaten Bima keberatan mengusulkan untuk menggantikan nama-nama yang dianggap layak. Namun, nama-nama guru tersebut masih saja ke luar berdasarkan Dapodiknya. Pemerintah Pusat sudah mengakui kekeliruannya dan meminta tunjangan mereka harus diminta kembali.
Ali juga membantah, kisaran dana yang ditarik kembali masing-masing senilai Rp 7 juta. Katanya, yang ditarik kembali hanya Rp 3 juta. Mengenai tudingan uang pelicin senilai Rp 2,5 juta sebagaimana yang diungkap guru, itu juga tidak benar. “Kalau memang ada uang sebesar itu, Bima aja bisa kita beli. Itu tidak benar, kalaupun ada tunjukan orangnya. Jangan asal bicara, laporkan saja ke Polisi kalau ada yang terima uang itu,” tegasnya.
Ia menyarankan, guru itu harus berterima kasih. Karena di pulau Sumbawa hanya Kabupaten Bima yang masih diberikan jatah tunjangan guru daerah terpencil. Sementara di daerah lain seperti Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu dan Kota Bima, satu orang pun tidak ada yang dapat tunjangan. “Itu pun mereka paham karena keterlembatan Dapodiknya. Sementara di Kabupaten Bima, jatahnya mencapai 510 orangg, masih saja mengeluh. Mereka tidak pernah berterima kasih,” kesalnya.
Sementara itu, Kepala Bank NTB, Sirajuddin, SH yang dikonfirmasi Kahaba via ponselnya tak mau berkomentar tentang tunjangan sertifikasi ini. “Nanti-nanti, Saya masih di Pandopo ingin bertemu dengan Bupati,” kata Sirajudin menutup ponselnya. [SR/BM]