Kabar Bima

Hasil RDP, Dana Masjid Agung dan Dana Wirausaha Tidak Bisa Dicairkan Tahun 2019

410
×

Hasil RDP, Dana Masjid Agung dan Dana Wirausaha Tidak Bisa Dicairkan Tahun 2019

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- DPRD Kota Bima menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) tentang dana Rp 10 miliar untuk pembangunan Masjid Agung Al Muwahiddin dan Rp 7,5 miliar untuk menciptakan wirausaha baru, Senin (21/10). Pemerintah Kota Bima melalui OPD terkait 2 program tersebut hadir memenuhi pertemuan dimaksud.

Hasil RDP, Dana Masjid Agung dan Dana Wirausaha Tidak Bisa Dicairkan Tahun 2019 - Kabar Harian Bima
RDP yang digelar DPRD Kota Bima. Foto: Bin

Wakil Ketua DPRD Kota Bima Syamsurih yang memimpin RDP usai pertemuan menjelaskan, untuk dana Rp 10 miliar untuk Masjid Agung, Kabag Kesra tidak mampu memberikan argumentasi dan bukti berdasarkan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang masalah barang milik daerah.

Seharusnya menurut dia, Kabag Kesra tidak bisa menunjukan akte hibah dan surat perjanjian hibah tentang penyerahan pengelolaan bangunan tersebut. Namun pada pertemuan itu, Kabag Kesra mengakui jika kedua syarat utama itu belum ada.

Menurut dia, Pemerintah Kota Bima ini menerima hibah dari pengelola Masjid Agung. Penyerahan tersebut harus diperkuat dengan akte hibah dan surat perjanjian hibah, karena mengelola anggaran negara.

“Semua semua harus terpenuhi dulu, berdasarkan saran dari BPKP juga. Tapi hasil RDP tadi kan tidak bisa ditunjukan oleh Kabag Kesra,” ungkapnya.

Dirinya selaku pimpinan dewan dan memimpin RDP merasa kecewa dengan pernyataan Kabag kesra dan TAPD yang hadir. Seharusnya, pada saat proses klinis, jika saja mereka taat pada pedoman penyusunan APBD, yang pertama yang harus dilakukan adalah perencanaan yang baik dan penganggaran yang baik. Tapi ini tidak dilakukan sebagaimana mestinya.

“Intinya dari pertemuan tadi, anggaran Rp 10 miliar tidak bisa dialokasikan pada tahun 2019,” terang Duta PAN itu.

Ia juga mengungkapkan, dari RDP itu juga BPKP dalam waktu dekat akan menyampaikan hasil kerja mereka. Namun tetap saja, saran yang harus dipenuhi itu adalah akte hibah dan surat perjanjian hibah.

Mengenai anggaran Rp 7,5 miliar untuk menciptakan 10 wirausaha sambungnya, penjelasan dari Dinas Sosial jsutru tidak memenuhi syarat berdasarkan Permendgari Nomor 32 Tahun 2011.

Dari penjelasan tersebut, dirinya melihat tidak konsistennya pemerintah. Pada APBD awal tahun 2019 nomenklaturnya dana sosial, kemudian pada APBD Perubahan 2019 berubah menjadi dana hibah.

“Untuk dana sosial, tidak bisa menggunakan Basis Data Terpadu, karena itu tidak bisa dibagikan untuk ke kaum dhuafa. Karena tujuan anggaran itu, untuk menciptakan 10 ribu wirusaha baru,” jelasnya.

Kemudian jika bicara dana hibah kata Syamsurih, maka ketentuannya proposal harus 1 tahun sebelumnya diserahkan. Termasuk terdaftar pada Kesbangpol, OPD terkait, dan sudah teregistrasi.

Maka dengan perubahan ini, berdasarkan penjelasan dan dinamika pertemuan itu, dirinya merasa tidak yakin dana itu bisa dicairkan pada tahun 2019.

“Tidak bisa dicairkan tahun ini kalau kondisinya seperti ini,” tukasnya.

*Kahaba-01