Kabupaten Bima, Kahaba.- Ninik Rahayu, narasumber dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam kegiatan Lokakarya Kerangka Pemulihan Bagi Perempuan Korban Konflik Sumber Daya Alam yang digelar di Hotel Marina pada hari Selasa (16/10/2012) kemarin, memaparkan beberapa rekomendasi terkait rekonsiliasi pasca konflik, khususnya bagi perempuan.
Pada pemaparannya, Ninik mengungkapkan bahwa dalam konteks rekonstruksi, perlu dirumuskan kebutuhan bersama di mana ada tahap pra rekonsiliasi yang dipimpin pemerintah bersama lembaga masyarakat, perguruan tinggi untuk melakukan pendekatan secara individual dengan tokoh-tokoh agama dan adat.
Perwakilan Sub Komisi Pengembangan Mekanisme Pemulihan Komnas Perempuan itu memaparkan, dalam makna yang luas, ada lima prinsip pemulihan hak-hak masyarakat korban konflik. Prinsip tersebut mencakup pemulihan harus berorientasi pada perempuan korban dan berbasis hak, di mana pemulihan mengupayakan pemenuhan hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan hak-haknya. Prinsip lainnya adalah bersifat multidimensi di mana korban mencapai pemulihan yang utuh untuk seluruh aspek kehidupannya.
Berikutnya menurut Ninik yaitu pemulihan berbasis komunitas, artinya mengikut sertakan secara aktif komunitasnya, sebab pemulihan korban dengan sendirinya adalah bagian tak terpisahkan dari pemulihan komunitasnya. Prinsip terakhir adalah perlunya proses pemulihan berkesinambungan, dilakukan dalam jangka panjang. “Ini untuk memastikan agar hak korban tidak diabaikan dan perlu terus dijaga keberlanjutannya,” terang Ninik.
Dalam sesi diskusi yang dimoderasi oleh Sri Nurherwati tersebut, beberapa rekomendasi yang seyogyanya dilakukan bagi rekonsiliasi konflik di Kecamatan Lambu antara lain Pemerintah daerah seyogyanya melakukan pendekatan secara manusiawi dan sejajar dalam pemecahan masalah di Lambu. Agar situasi damai terwujud, mau tidak mau, penyelesaian hukum sebagai bagian dari rekonsiliasi perlu dipertimbangkan untuk mewujudkan kepastian hukum bagi warga korban konflik.
Beberapa poin penting yang dihasilkan antara lain, aparat hukum perlu melakukan dialog, mengurai persoalan dan fokus pada hak warga sebagai korban. Aparat hukum perlu membangun mekanisme secara bersama atas nasib 47 tersangka. “Dalam konteks rekonsiliasi ini, aspirasi warga harus ditanggapi positif dan di sisi lain, warga yang menjadi tersangka, secara sukarela menyerahkan diri. Ini penting agar ada kepastian hukum bagi para korban,” ujar Ninik.
Setelah itu, perlu ada pertemuan besar untuk membangun pemulihan yang lebih besar. “Pasca rekonsiliasi, harus memastikan mekanisme (sistem) penyelesaian konflik berjalan dengan baik, agar konflik kekerasan tidak terulang. Artinya jaringan dengan aparat dan alur komunikasi perlu dikembangkan, disamping membangun mekanisme pemulihan yang berbasis komunitas,” lanjutnya.
Rekomendasi terakhir yang dihasilkan para peserta yaitu perlunya menyusun kebijakan UU pengelolaan SDA yang partisipatif. Pemkab Bima dapat memberikan rumusan kepada pemerintah pusat terkait kebijakan pengelolaan SDA berbasis masyarakat.
Selain Ninik, dalam Lokakarya tersebut, Bupati Bima yang diwakili Asisten Administrasi Umum Setda Kabupaten Bima, H. Makruf, SE juga memaparkan topik Pemenuhan hak-hak Korban Pasca Konflik di Lambu. Makruf mengungkapkan, resolusi konflik akan optimal jika dikombinasikan dengan beragam mekanisme penyelesaian konflik lain yang relevan. [BQ*]