Kabupaten Bima, Kahaba.- Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI bekerjasama dengan lembaga penelitian SMERU, mengadakan Survei pemangku kepentingan pendidikan tingkat Kabupaten dan Kota.
Kegiatan tersebut digelar melalui Program Kemitraan Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI), dan hasilnya dibahas dalam focus discussion group (FGD), Selasa (26/7) di ruang rapat Bappeda Kabupaten Bima.
Di Kabupaten Bima, tim yang dipimpin koordinator Hastuty melakukan serangkaian FGD atau diskusi terbatas dengan 15 orang pemangku kepentingan di bidang pendidikan. SMERU mengundang Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bima, Dinas Dikpora, Dewan Pendidikan, Pengawas Pendidikan, Bappeda dan instansi terkait lainnya.
Hastuti mengatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sepakat untuk mengadakan kemitraan dengan Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia, Australian Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) melalui program Inovasi, berlangsung dari tahun 2016 sampai dengan 2019.
Sebelum FGD, Tim SMERU melakukan survey di beberapa sekolah yang ditujukan untuk menemukenali hambatan dan bagaimana para pemangku kepentingan berkomunikasi guna mengatasi hambatan yang ada agar kualitas pendidikan dapat ditingkatkan. Hasil survei selanjutnya dibahas dalam FGD.
“FGD ini ditujukan untuk meningkatkan hasil pembelajaran siswa di jenjang jadikan dasar. Di provinsi NTB, ada 6 Kabupaten Kota yang menjadi lokasi sampel yaitu Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Bima, Kabupaten Sumbawa, Lombok Utara, Dompu dan Kabupaten Sumbawa Barat,” sebutnya.
Dair kegiatan tersebut diperoleh gambaran, di tingkat Kabupaten Bima, rendahnya kualitas pendidikan disebabkan oleh kualitas guru yang rendah. Hal ini dipengaruhi oleh kurang disiplinnya guru, kurangnya pembinaan berkelanjutan serta tidak meratanya pelatihan dan sejumlah elemen lainnya.
Tim juga menemukan masalah, pembinaan guru yang berkelanjutan dirasakan kurang disebabkan oleh penempatan guru yang tidak sesuai kebutuhan sekolah, terbatasnya SDM guru yang berkompeten dan terbatasnya anggaran.
“Masalah lain yang ditemukan adalah persyaratan sertifikasi guru yang longgar, kurangnya prioritas pada guru lokal serta adanya pengaruh sosiopolitik dalam penerimaan guru sukarela,” paparnya.
Sedangkan komponen lain yang berpengaruh adalah rendahnya kualitas guru, disebabkan kurangnya tutor inovatif dan banyaknya guru sukarela. Hadirnya guru yang sukarela ini disebabkan oleh jumlah PNS yang terbatas dan banyaknya sarjana keguruan. Sedangkan jumlah guru PNS yang terbatas disebabkan oleh pengangkatan PNS yang terbatas sementara di satu sisi jumlah SD yang terlalu banyak di hampir semua kecamatan.
Hastuti menjelaskan, berdasarkan hasil analisa dalam diskusi, untuk mengatasi masalah tersebut maka telah diindentifikasi para pemangku kepentingan yang berpengaruh dan juga memiliki ketertarikan dalam membangun dunia pendidikan.
“Instansi yang berwenang adalah pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Bima sebagai pengambil kebijakan, DPRD sebagai lembaga pengawasan dan penganggaran dan dinas Dikpora selaku pelaksana,” katanya.
Dukungan yang diperlukan adalah perlunya komitmen pemerintah daerah dan DPRD sebagai lembaga yang memiliki kewenangan di dalam pengelolaan bidang pendidikan.
Saat ini potensi yang tersedia adalah adanya SDM dan regulasi di tingkat daerah yang memungkinkan pemerintah daerah melakukan inovasi dan adanya sistem pengawasan dan evaluasi berkala yang diterapkan di jajaran Dikpora dan adanya kontrol masyarakat sipil.
Namun demikian, diperlukan Kepala Daerah yang visioner agar tujuan pendidikan dapat dicapai, dan perlu dukungan database kependidikan serta kajian dan pertimbangan dari para ahli serta dukungan dari pusat baik dalam bentuk pengembangan kapasitas maupun dukungan anggaran agar kegiatan pendidikan tidak dapat sesuai sasaran.
*Bin