Oleh: Farid Ma’ruf, SE*
Pemilih cerdas itulah tugas yang diemban oleh penyelenggaran pemilu atau pemilihan. Adalah pemilih yang berskap rasional, mandiri dan tanggung jawab. Mereka menentukan pilihan politiknya tidak berorientasi pada pekentingan jangka pendek seperti uang, kekuasaan dan kompensasi material lainnya, melainkan berorientasi pada kompetensi dan integritas para calon dan partai politik peserta pemilu atau pemilihan. Inilah postur ideal yang ingin dibangun oleh pihak-pihak yang merasa berkepentingan membangun bangsa ini di atas pilar demokrasi. Sehingga Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara terus membangun komunikasi dalam rangka membuka partisipasi masyarakat seluas-luasnya dalam ikut membangunan keberadaan dan martabat bangsa melalui pemilihan umum dan atau pemilihan.
Berangkat dari pelaksanaan pemilu dan pemilihan pada tahun 2018 dan 2019. Ada problem klasik yang terus berkembang dikalangan masyarakat kita yaitu politik uang dan kampanye hitam yang masih terus mewarnai karakterisrik peserta pemilu dan atau pemilihan, tim kampanye, simpantisan dan masyarakat/pemilih kita. Walupun tidak pernah terungkap dipermukaan secara hukum namun ditengah masyarakat iccu ini sangat menggema. Masyarakat sebagai obyek praktek fullgard oleh mereka yang menginginkan kemenangan dan kekuasaan dengan cara yang tidak baik atau melanggar aturan terus digiring mengikuti pola permainan mereka sehingga tidak sedikit masyarakat kita yang jatuh pada ketidakberdayaan baik material maupun psikis. Hal ini memberikan preseder buruk bagi pendidikan politik dan kemajuan peradaban demokrasi kita.
Praktek politik uang dipahami sebagai sesuatu pemberian material ataupun janji dengan maksud menyuap untuk mempengaruhi orang dalam proses politik dan kekuasaan agar orang tersebut tidak menjalankan haknya untuk memilih sesuai hatinya tetap memilih sesuai dengan arahan pemberi suap. Karena itu politik uang seringkali berdampak pada ancaman persatuan dan kesatuan bangsa, ancaman terhadap keadilan dan keberadaban. Karena seharusnya demokrasi mampu memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban masyarakat dalam menentukan pilihannya. Dalam konteks ini maka suara rakyat tidak lagi dianggap sebagai suara sakral. Tetapi akan dianggap sebagai suara yang dapat dibeli dan setelah pesta demokrasi selesai tidak lagi dianggap sebagai suara yang harus didengar.
Begitu pula halnya dengan praktek kampanye hitam. Adalah sebuah menyebarkan informasi kepada masyarakat dengan tujuan untuk mendiskreditkan dan menghancurkan karakter seseorang atau calon lain dengan cara membentuk opini dalam masyarakat tentang keburukan orang yang menjadi obyek kampanye hitam tersebut. Dampaknya yang ditimbulkan cukup dahsat karena orang yang diawalnya sangat respek dan memutuskan untuk memilihnya tapi akhirnya memutuskan untuk tidak memilihnya. Dampak sosiologi, spikis dan material sudah pasti terjadi, tidak saja terjadi pada si obyeknya tetapi seluruh keluarganya akan terdampak. Dalam prkateknya bahwa pembentukan opini itu kerap menggunakan media seperti selebaran, sensfitas masyarakat dan media sosial yang saat ini berseliwerang di dunia maya.
Dalam rangka pencegahan dan mengatasi politik uang dan kampanye hitam dalam setiap pelaksanaan pemilu dan atau pemilihan, maka semua elemen masyarakat harus mengambil peran, baik KPU, Bawaslu, Pemerintah Daerah, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Perguruan Tinggi serta yang lebih penting adalah Kepolisian Negara dengan kewenangan masing-masing.
Saya coba mengambil Perguruan Tinggi sebagai salah satu elemen masyarakat yang terpenting, karena pada hakekatnya Perguruan Tinggi memilki posisi strategis bagi sebuah bangsa. Institusi ini akan memunculkan sarta melahirkan orang-orang dengan kapasitas baik untuk membangun bangsa. Perguruan tinggi merupakan arena penyemaian wadah cikal bakal generasi Goes to campus di STIE Bima yang lebih baik. Dalam konteks ini maka Perguruan tinggi merupakan salah satu pilar utama yang melahirkan generasi-generasi pemilih yang masuk kategori pemilih cerdas, bukan pemilih pragmatis atau pemilih konvensional. Pemilih cerdas adalah pemilih yang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional yang didasarkan pada rekam jejak dan kompetensi para calon dan berdasakan visi, misi dan program yang diusung pasangan calon.
Perguruan tinggi mempunyai komunitas yang jelas ditambah dengan kepemilikannya akan sarana dan prasarana yang dapat mengedukasi seluruh instrumen satuan pendidikan yang ada dalam naungannya, sehingga pada gilirannya akan melahirkan generasi yang sampai pada kesimpulan bahwa pemilu dan atau pelimihan bukan sekedar letorika dan serimoni belaka tetapi merupakan hajatan demokrasi bangsa dan negara lima tahunan untuk memilih pemimpin di eksekutif dan perwakilan di legistatif.
Tahun 2024 sebagai tahun pemilu dan pemilihan tidaklah terlalu lama untuk memberi artikulasi pada peran sesuai fungsi masing-masing. Pemilu dan pemilihan 2024 di Kota Bima harus lebih bermartabat dibanding tahapan sebelumnya. Karena itu peranan perguruan tinggi sangat penting untuk bersama-sama mengajak masyarakat mengawal dan mencerdaskan seluruh proses berdemokrasi ini menjadi lebih beradab dan dapat dipertanggungjawabkan.
Karena itu sejak tahun 2020 KPU Kota Bima sudah mulai menggandeng beberapa perguruan tinggi di Kota Bima sebagai mitra kerja untuk menggaungkan pentingnya pendidikan dalam memilih pemimpin dan wakil-wakil rakyat. Kegiatan ini bertajuk “Goes To Campus” atau GTC. Beberapa Perguruan Tinggi yang menjadi mitra KPU Kota antara lain STIH Muhammadiyah Bima, AKBID Surya Mandiri Bima, STKIP Bima dan STIE Bima. Sasaran dari kegiatan ini adalah mahasiswa baru.
GTC ini tentunya memberi ruang kepada perguruan tinggi untuk menjadi bagian dari bangunan demokrasi untuk mengedukasi instrumen yang ada. Karena dalam perguruan tinggi berisikan cikal bakal penggerak demokrasi. Kita berharap melalui dunia pendidikan khususnya perguruan tinggi mampu menjadi corong bagi tercerahkanya pemahaman masyarakat paling tidak dalam komunitasnya masing-masing akan kecerdasan dalam memilih, memilah dan memutuskan calon-colan pemimpin di eksekutif dan mereka yang akan menjadi perwakilan rakyat di legislatif. Melalui pendidikan pemilih kita akan berharap terbukanya partisipasi masyarakat yang luas bukan saja sampai pada bagaimana memilih saja tetapi juga sampai pada bagaimana membangun dan mengawal pelaksanaan pemilu dan atau pemilihan hingga akhir pelaksanaan pemilu dan pemilihan. Bahkan sampai pada bagaimana pembangunan ini dilaksanakan oleh pemimpin dan wakil rakyat. Inilah esensi dari pendidikan pemilih yang diharapkan, yaitu memahami bahwa pembangunan ini berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
*Kasubbag KUL KPU Kota Bima