Kota Bima, Kahaba.- Potret kemiskinan masih menjadi catatan penting di kota ini. Bila menelusuri kawasan utara menuju pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di kecamatan Asakota, kita akan melintasi kawasan pinggir pantai dan dan melewati sebuah lingkungan yang dimukim 175 Kepala Keluarga atau berpenduduk 871 jiwa. Lingkungan itu bernama Songgela. Penduduk di sana masuk dalam kawasan kelurahan Jatiwangi tepatnya RW 09.
Masyarakat Songgela, bisa dikatakan adalah masyarakat pinggir pantai dan pinggir hutan. Hampir 75% mata pencahariannya adalah nelayan. Untuk menjadi petani dirasa susah karena tak ada lahan yang terairi kecuali dalam bentuk berladang ketika datang musim hujan.
Penelusuran kahaba.net (15/8) di Songgela, banyak persoalan sosial maupun pendidikan yang terjadi. Anak-anak di sana terancam putus sekolah. Karena setiap orang tuanya bekerja, mereka harus membantu dan tak jarang meninggalkan bangku sekolahnya. Infrasturktur pendidikan yang ada hanyalah bangunan Sekolah Dasar Negeri. Ketika orang tua mereka berladang, mereka harus membawa makanan, demikian jika orang tuanya melaut, mereka pun harus berada di atas sampan.
Miris ketika potret itu ada dalam kawasan daerah yang di sebut Kota. Namun, demikian realitasnya. Sentuhan dan program kesejahteraan dari pemerintah pun tak kunjung datang secara terus-menerus. Kalaupun ada jatuhnya sekedar saja.
Ketua RW setempat, Andi Azis yang di temui kahaba.net (15/8) menuturkan, masyarakat Songgela masih dalam kondisi yang memprihatinkan. Jauh dari kehidupan yang dinilai pantas dan manusiawi. Rata-rata penduduk songgela terbilang masyarakat miskin terutama di RT 25.
Itulah Songgela, daerah yang akan tergilas oleh pembangunan dan kawasan pariwisata nantinya. Banyak pemilik tanah di sekitar kawasan itu dari kalangan pemilik modal. Mereka berinvestasi karena memang kawasan itu akan menjadi salah satu kawasan penting di Kota Bima. Selain berpotensi menjadi daerah wisata, hadirnya PLTU tentu akan mempengaruhi keadaan ekonomi di sana. [BM]