Kota Bima, Kahaba.- Merasa tagihan pembayaran persalinan membludak, Suherman, keluarga pasien asal Kecamatan Sape mengamuk di RSUD Bima. Bukan hanya permasalahan jumlah biaya, menurutnya kejujuran pihak Rumah Sakit pun patut dipertanyakan lantaran enggan menunjukan rincian tindakan medis yang harus dia bayar.
Sebagaimana dituturkan oleh Suherman, awalnya pasien tiba di RSUD Bima, Jum’at (26/7) sekitar pukul 10.00 wita, dengan tujuan melakukan persalinan. Untuk persiapan operasi persalinan, sesuai dengan resep petugas medis, seluruh obat dan perlengkapan untuk operasi sudah ditebus diapotik dengan menggunakan jaminan ASKES.
Pada pukul 12.00 Wita, bayinya lahir secara normal sehingga seluruh obat dann kelengkapan operasi tidak lagi diambilnya. Ia kemudian menyerahkan semua persiapan itu pada petugas medis setempat.
Beberapa saat setelah persalinan normal itu dilakukan, keluarga pasien mencoba mencari kamar perawatan yang sesuai golongan kepangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipill (PNS) yang ditanggung PT ASKES. “Saat itu kami ingin menempati ruangan VIP B, namun karena telah penuh dan merasa waktu untuk perawatan hanya belasan jam saja, karena persalinannya normal, kami pun memilih dirawat di ruangan VIP A,” pungkasnya.
Suherman mengungkapkan, pasien keluar dari rumah sakit pada hari Sabtu (27/7) sekitar pukul 11.00 wita, atau 24 jam berada di RSUD Bima. Namun yang membuatnya kaget, pihak RSUD menyodorkan tagihan yang menurutnya tidak realistis.
“Iya pak, membludak, anehnya mereka (RSUD, red) tidak merinci apa saja yang harus kami dibayar,” ujar Herman heran seraya menyebutkan keluarga pasien harus membayar sebesar Rp 1,8 juta dengan 1,6 juta diantaranya tidak ditanggung ASKES.
Merasa jumlah total tagihan pembayaran Rumah Sakit yang diterimanya janggal mengingat status pasien sebagai tanggungan PT. ASKES, ia pun mencoba mempertanyakannya kepada pihak RSUD.
Kemarahan Suherman memuncak setelah perwakilan PT. ASKES dan pekerja rumah sakit tak bisa memmberikan penjelasan atas keluhannya. Direktur RSUD Bima yang saat itu tidak berada di tempat. Kemudian juga saat ditanyakan peraturan terkait masalah pembayaran rawat inap RSUD Bima, sejumlah staf mengatakan tidak dapat menunjukannya dengan alasan Peraturan Daerah (Perda) hanya untuk konsumsi pegawai RSUD Bima saja, bukan untuk pasien dan masyarakat.
Merasa penjelasannya tidak memuaskan keinginan keluarga pasien, para staf RSUD menyarankan Suherman untuk menunggu sampai hari Senin (29/7) agar petugas bagian loket pembayaran bisa memberikan klarifikasi.
Walaupun dirinya merasa disandera, Herman mengaku siap membayar tagihan RSUD. Namun menurutnya, bukan masalah jumlah uang yang harus dibayar. Lebih dari itu, dirinya butuh kejujuran pihak RSUD apakah tagihan tersebut sesuai dengan aturan atau tidak. “Saya hanya ingin semuanya tuntas agar kejadian ini tidak lagi terulang pada orang lain,” ujarnya kepada sejumlah wartawan yang mewawancarainya di RSUD. [BS]