Kabupaten Bima

Warga 10 Desa dan Kelurahan di Bima Tandatangani Nota Perdamaian Pengelolaan Hutan

1149
×

Warga 10 Desa dan Kelurahan di Bima Tandatangani Nota Perdamaian Pengelolaan Hutan

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Konflik pengelolaan hutan yang telah berlangsung bertahun-tahun di Desa Sari, Raba, Kombo, Maria, Riamau, Rite dan Nipa Kabupaten Bima serta Kelurahan Matakando, Lampe dan Lelamase Kota Bima kini memasuki babak baru.

Kegiatan penandatanganan nota perdamaian dilaksanakan sejak 17–27 September 2025 di 10 desa/kelurahan dampingan program Building and Deepening Low Carbon Development and Climate Resilience (BUDLOC). Foto: Ist

Masyarakat dari 10 desa/kelurahan menandatangani Nota Perdamaian sebagai simbol komitmen kolektif untuk menyelesaikan sengketa lahan dan menjaga kelestarian hutan secara damai.

Kegiatan penandatanganan nota perdamaian dilaksanakan sejak 17–27 September 2025 di 10 desa/kelurahan dampingan program Building and Deepening Low Carbon Development and Climate Resilience (BUDLOC), masing-masing Desa/ Kelurahan dilaksakan selama 2 hari.

Hari ini sampai besok dilaksanakan di Desa Sari Kecamatan Sape Kabupaten Bima, secara parallel hari ini dan besok juga diadakan kegiatan yang sama di Desa Riamau Kecamatan Wawo Kabupaten Bima. Untuk Desa/ Kelurahan dampingan yang lain akan dilanjutkan pelaksaannya dihari berikutnya hingga tanggal 27 September.

Pelaksanaan kegiatan hari ini di Desa Sari
kecamatan Sape Kabupaten Bima turut dihadiri oleh Kepala BKPH Maria Donggomasa, Ahyar.
Kegiatan ini hadiri oleh anggota Kelompok Tani Hutan (KTH), masyarakat desa, tokoh adat, tokoh agama, kelompok perempuan, kelompok pemuda, serta pemerintah desa/kelurahan.

Program ini difasilitasi oleh Yayasan Islamic Relief Indonesia (YRII) dan LP2DER, dengan dukungan pemerintah provinsi dan kabupaten.

Kawasan hutan di NTB, khususnya di Bima, mengalami tekanan berat akibat perambahan untuk jagung, penebangan liar, penggembalaan liar, serta konflik lahan. Kebijakan PIJAR (Sapi, Jagung, Rumput Laut) memperluas budidaya jagung yang turut mengubah fungsi hutan.

Sejak 2017, Ombudsman NTB mencatat 203 kasus konflik lahan. Situasi ini memperparah deforestasi, meningkatkan risiko banjir, longsor, kerugian ekonomi, serta memperburuk dampak perubahan iklim.

Menurut Darwis, Project Manager BUDLOC, penyelesaian konflik pengelolaan hutan berbasis komunitas menjadi kunci membangun kohesi sosial, memperkuat ketahanan iklim dan mendukung pembangunan rendah karbon.

“Tanpa perdamaian, sulit mewujudkan pengelolaan hutan berkelanjutan dan keadilan sosial-ekologis,” ujarnya.

Darwis melanjutkan, rangkaian program kohesi sosial di 10 desa/ kelurahan dampingan sejauh ini sudah dilakukan analisis konflik pengelolaan hutan, pelatihan fasilitator desa untuk kohesi social, kajian kerentanan dan kapasitas masyarakat atas konflik pengelolaan hutan kemasyarakatan, pelatihan perdamaian di tingkat desa melibatkan tokoh strategis, pembentukan kelompok kohesi sosial tingkat desa/kelurahan, penyusunan dan pendanaan rencana aksi masyarakat dalam menyelesaikan konflik pengelolaan hutan, fasilitasi pengembangan usaha produktif berbasis kohesi social, dialog antar-intra komunitas dengan
pemerintah desa, dan pada hari ini dilakukan kegiatan penandatanganan nota perdamaian dan deklarasi bersama.

Muhamad Don, selaku Project Officer BUDLOC untuk desa Sari bersama Hendra Kuswara sebagai fasilitator desa yang menyiapkan pelaksanaan acara, menjelaskan kegiatan ini dirangkaikan dengan lomba olahraga rakyat seperti tarik tambang, tari kreasi, tangkap bebek, balapan terompa, pindah sarung, hingga
bola dangdut.

Lebih dari 7.000 orang dari 10 desa/ kelurahan tercatat ikut serta, termasuk keluarga pihak yang sebelumnya berkonflik.

Kepala BKPH Maria Donggomasa, Ahyar, menyampaikan apresiasi kepada YRII dan LP2DER. Menurutnya, program ini bukan hanya membangun kohesi sosial, tetapi juga mendukung kegiatan teknis seperti pelatihan Climate Smart Agriculture (CSA), gender justice, pembuatan pupuk organik, pengembangan
agroforestri, hingga penyediaan sarana pengairan.

“Kami sangat terbantu dalam menjaga kelestarian hutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani,” ujarnya.

Dengan adanya penandatanganan nota perdamaian ini, diharapkan konflik pengelolaan hutan di Bima dapat diredam, masyarakat hidup lebih harmonis, serta hutan kembali lestari demi masa depan yang berkelanjutan.

*Kahaba-01